Evolusi Alam Semesta
N
|
aluri manusia selalu ingin mengetahui asal usul sesuatu, termasuk
asal-usul alam semesta. Berbagai hasil pengamatan dianalisis dengan dukungan
teori-teori fisika untuk mengungkapkan asal-usul alam semesta. Teori yang
kini diyakini bukti-buktinya menyatakan bahwa alam semesta ini
bermula dari Ledakan Besar (Big Bang) sekitar 13,7 milyar tahun yang
lalu. Semua materi dan energi yang kini ada di alam terkumpul dalam satu titik tak berdimensi yang berkerapatan
tak berhingga. Tetapi ini jangan dibayangkan seolah-olah titik itu
berada di suatu tempat di alam yang kita kenal sekarang ini. Yang benar,
baik materi, energi, maupun ruang yang ditempatinya seluruhnya bervolume amat
kecil, hanya satu titik tak berdimensi.
Tidak
ada suatu titik pun di alam semesta
yang dapat dianggap sebagai pusat ledakan. Dengan kata
lain ledakan besar alam semesta tidak seperti ledakan bom
yang meledak dari satu titik ke segenap penjuru. Hal ini karena pada
hakekatnya seluruh alam turut serta dalam ledakan itu. Lebih tepatnya, seluruh
alam semesta mengembang tiba‑tiba secara serentak (dapat dibayangkan setelah
ucapan-Nya “Kun Fayakun” maknanya
adalah: Jadilah, maka berproseslah “sesuatu itu” menjadi “sesuatu yang
diinginkan oleh-Nya”). Ketika itulah mulainya terbentuk
materi, ruang, dan waktu.
Materi
alam semesta yang pertama terbentuk adalah hidrogen yang menjadi bahan dasar
bintang dan galaksi generasi pertama. Dari reaksi fusi nuklir di dalam bintang
terbentuklah unsur-unsur berat seperti karbon, oksigen, nitrogen, dan besi.
Kandungan unsur-unsur berat dalam komposisi materi bintang merupakan salah satu
"akte" lahir bintang. Bintang-bintang yang mengandung banyak unsur berat
berarti bintang itu "generasi muda" yang memanfaatkan materi-materi
sisa ledakan bintang-bintang tua. Materi pembentuk bumi pun diyakini berasal
dari debu dan gas antar bintang yang berasal dari ledakan bintang di masa lalu.
Jadi, seisi alam ini memang berasal dari satu kesatuan.
Bukti-bukti
pengamatan menunjukkan bahwa alam semesta mengembang. Spektrum galaksi‑galaksi yang jauh
sebagian besar menunjukkan bergeser ke arah merah yang dikenal sebagai red
shift (panjang gelombangnya bertambah karena alam mengembang). Ini
merupakan petunjuk bahwa galaksi‑galaksi itu saling menjauh. Sebenarnya
yang terjadi adalah pengembangan ruang. Galaksi- galaksi itu (dalam
ukuran alam semesta hanya dianggap seperti partikel-partikel) dapat
dikatakan menempati kedudukan
yang tetap dalam ruang, dan
ruang itu sendiri yang sedang berekspansi. Kita tidak
mengenal adanya ruang di luar alam ini. Oleh karenanya kita tidak bisa
menanyakan ada apa di luar semesta ini.
Secara sederhana keadaan awal alam semesta dan
pengembangannya itu dapat diilustrasikan dengan pembuatan roti. Materi
pembentuk roti itu semula terkumpul dalam gumpalan kecil.
Kemudian mulai mengembang. Dengan kata lain
“ruang” roti sedang mengembang. Butir‑butir partikel di dalam roti
itu analog dengan galaksi-galaksi di alam semesta saling menjauh sejalan dengan
pengembanya roti itu (analog dengan alam).
Dalam
ilustrasi tersebut, kita berada di salah satu partikel di dalam roti
itu. Di luar roti, kita tidak mengenal adanya ruang lain, karena pengetahuan
kita, yang berada di dalam roti itu, terbatas hanya pada ruang
roti itu sendiri. Demikian pulalah, kita tidak mengenal alam fisik
lain di luar dimensi "ruang‑waktu" yang kita kenal.
Bukti
lain adanya pengembangan alam semesta di peroleh dari pengamatan radio
astronomi. Radiasi yang terpancar pada saat awal pembentukan itu masih
berupa cahaya. Namun karena alam semesta terus mengembang, panjang
gelombang radiasi itu pun makin panjang, menjadi gelombang radio. Kini
radiasi awal itu dikenal sebagai radiasi latar belakang kosmik (cosmic background
radiation) yang dapat dideteksi dengan teleskop radio.
Evolusi Alam dalam Perspektif Al-Quran
Setelah menjelajah bukti-bukti observasi dan teori ilmiah tentang
evolusi alam semesta, menarik juga untuk meninjau aspek religius untuk
diperbandingkan dengan aspek ilmiah itu. Walaupun hal ini masih bersifat
interpretasi yang masih dapat diperdebatkan.
Menurut
Al-Quran, alam (langit dan bumi) diciptakan Allah dalam enam masa (QS 41:9-12),
dua masa untuk menciptakan langit sejak berbentuk dukhan (campuran debu dan gas), dua masa untuk menciptakan bumi, dan dua masa (empat
masa sejak penciptaan bumi) untuk memberkahi bumi dan menentukan makanan bagi
penghuninya. Ukuran lamanya masa ("hari", ayyam) tidak dirinci
di dalam Al-Quran.
Belum
ada penafsiran pasti tentang enam masa itu. Namun, bedasarkan kronologi evolusi
alam semesta dengan dipandu isyarat di dalam Al-Quran (QS 41:9-12 dan QS
79:27-32) dapat ditafsirkan bahwa enam masa itu adalah enam tahapan proses
sejak penciptaan alam sampai hadirnya manusia. Lamanya tiap masa tidak
merupakan fokus perhatian.
Masa
pertama dimulai dengan ledakan besar -big bang (QS 21:30, langit dan
bumi asalnya bersatu) sekitar 10 – 20 milyar tahun lalu. Inilah awal
terciptanya materi, energi, dan waktu. "Ledakan" itu pada hakikatnya
adalah pengembangan ruang yang dalam Al-Quran disebut bahwa Allah berkuasa
meluaskan langit (QS 51:47). Materi yang mula-mula terbentuk adalah hidrogen
yang menjadi bahan dasar bintang-bintang generasi pertama. Hasil fusi nuklir
antara inti-inti Hidrogen menghasilkan unsur-unsur yang lebih berat, seperti
karbon, oksigen, sampai besi.
Masa
yang ke dua adalah pembentukan bintang-bintang yang terus berlangsung. Dalam
bahasa Al-Quran disebut penyempurnaan langit. Dukhan (debu-debu dan gas antarbintang, QS 41:11) pada proses pembentukan bintang akan menggumpal memadat. Bila intinya telah cukup panasnya untuk memantik reaksi fusi nuklir, maka mulailah bintang bersinar. Bila bintang mati dengan
(ditandai adanya) ledakan supernova unsur-unsur berat hasil fusi nuklir akan
dilepaskan. Selanjutnya unsur-unsur berat yang terdapat sebagai materi
antarbintang bersama dengan hidrogen akan menjadi bahan pembentuk
bintang-bintang generasi berikutnya, termasuk planet-planetnya. Di dalam
Al-Quran penciptaan langit kadang disebut sebelum penciptaan bumi dan kadang
disebut sesudahnya, karena prosesnya memang berlanjut.
Inilah
dua masa penciptaan langit. Dalam bahasa Al-Quran, big bang dan pengembangan alam yang menjadikan galaksi-galaksi tampak makin berjauhan (makin
"tinggi" menurut pengamat di bumi) serta proses pembentukan bintang-bintang baru disebutkan sebagai "Dia meninggikan bangunannya
(langit) lalu menyempurnakannya" (QS 79:28)
Masa
ke tiga dan ke empat dalam penciptaan alam semesta adalah proses penciptaan
tata surya termasuk bumi. Proses pembentukan matahari sekitar 4,5 milyar tahun
lalu dan mulai dipancarkannya cahaya dan angin matahari itulah masa ke tiga
penciptaan alam semesta. Proto-bumi (‘bayi’ bumi) yang telah terbentuk terus
berotasi yang menghasilkan fenomena siang dan malam di bumi. Itulahlah yang
diungkapkan dengan indah pada ayat lanjutan pada QS 79:29, "dan Dia
menjadikan malamnya gelap gulita dan menjadikan siangnya terangbenderang.
Masa
pemadatan kulit bumi agar layak bagi hunian makhluk hidup adalah masa ke empat.
Bumi yang terbentuk dari debu-debu antarbintang yang dingin mulai menghangat
dengan pemanasan sinar matahari dan pemanasan dari dalam (endogenik) dari
peluruhan unsur-unsur radioaktif di bawah kulit bumi. Akibat pemanasan
endogenik itu materi di bawah kulit bumi menjadi lebur, antara lain muncul
sebagai lava dari gunung api. Batuan basalt yang menjadi dasar lautan dan
granit yang menjadi batuan utama di daratan merupakan hasil pembekuan materi
leburan tersebut. Pemadatan kulit bumi yang menjadi dasar lautan dan daratan
itulah yang nampaknya dimaksudkan penghamparan bumi pada QS 79:30, "Dan
bumi sesudah itu (sesudah penciptaan langit) dihamparkan‑Nya."
Menurut
analisis astronomis, pada masa awal umur tata surya gumpalan-gumpalan sisa
pembentukan tata surya yang tidak menjadi planet masih sangat banyak
bertebaran. Salah satu gumpalan raksasa, 1/9 massa bumi, menabrak bumi
menyebabkan lontaran materi yang kini menjadi bulan. Akibat tabrakan itu sumbu
rotasi bumi menjadi miring 23,5 derajat dan atmosfer bumi lenyap. Atmosfer yang
ada kini sebagian dihasilkan oleh proses-proses di bumi sendiri, sebagian
lainnya berasal dari pecahan komet atau asteroid yang menumbuk bumi. Komet yang
komposisi terbesarnya adalah es air (20% massanya) diduga kuat merupakan sumber
air bagi bumi karena rasio Deutorium/Hidrogen (D/H) di komet hampir sama dengan
rasio D/H pada air di bumi, sekitar 0.0002. Hadirnya air dan atmosfer di bumi
sebagai prasyarat kehidupan merupakan masa ke lima proses penciptaan alam.
Pemanasan matahari menimbulkan fenomena cuaca di bumi: awan dan halilintar.
Melimpahnya air laut dan kondisi atmosfer purba yang kaya gas metan (CH4) dan
amonia (NH3) serta sama sekali tidak mengandung oksigen bebas dengan bantuan
energi listrik dari halilintar diduga menjadi awal kelahiran senyawa organik.
Senyawa organik yang mengikuti aliran air akhirnya tertumpuk di laut. Kehidupan
diperkirakan bermula dari laut yang hangat sekitar 3,5 milyar tahun lalu
berdasarkan fosil tertua yang pernah ditemukan. Di dalam Al-Quran QS 21:30
memang disebutkan semua makhluk hidup berasal dari air.
Lahirnya
kehidupan di bumi yang dimulai dari makhluk bersel tunggal dan tumbuh-tumbuhan
merupakan masa ke enam dalam proses penciptaan alam. Hadirnya tumbuhan dan
proses fotosintesis sekitar 2 milyar tahun lalu menyebabkan atmosfer mulai
terisi dengan oksigen bebas. Pada masa ke enam itu pula proses geologis yang
menyebabkan pergeseran lempeng tektonik dan lahirnya rantai pegunungan di bumi
terus berlanjut.
Tersedianya
air, oksigen, tumbuhan, dan kelak hewan-hewan pada dua masa terakhir itulah yang
agaknya dimaksudkan Allah memberkahi bumi dan menyediakan makanan bagi
penghuninya (QS 41:10). Di dalam QS 79:31-33 hal ini diungkapkan sebagai
penutup kronologis enam masa penciptaan, "Ia memancarkan dari padanya
mata airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya. Dan gunung‑gunung dipancangkan‑Nya
dengan teguh, (semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk binatang‑binatang
ternakmu".
Bagaimana akhir alam semesta? Kosmologi (cabang ilmu yang mempelajari struktur
dan evolusi alam semesta) masih menyatakan sebagai pertanyaan yang terbuka,
belum ada jawabnya, mungkin terus berkembang atau mungkin pula kembali
mengerut. Namun Al-Quran mengisyaratkan adanya pengerutan alam semesta, seperti
terungkap pada QS 21:104. "Pada hari kami gulung langit, seperti menggulung
lembaran-lembaran kertas (makin mengecil) seperti Kami telah menjadikan pada
awalnya, begitulah kami mengulanginya."
Ikhlas Bersama Ruang dan Waktu
Teori
relativitas telah menyatukan ruang dan waktu dalam dunia empat dimensi, dunia
ruangwaktu (ditulis bersambung sebagai satu kata). Dan secara matematis
dirumuskan kuadrat selang ruangwaktu = kuadrat selang waktu – kuadrat jarak
ruang. Tanda minus berbeda dengan anggapan awam untuk ruang dan waktu
(menggunakan "dan", ruang dan waktu sebagai hal yang terpisah) yang terbiasa
dengan rumus phytagoras: kuadrat jarak = kuadrat selang sumbu x + kuadrat
selang sumbu y. Dalam dunia ruangwaktu, jarak bintang ke mata kita
adalah "nol". Karena, misalnya, jarak bintang (jarak ruang) 4 tahun cahaya.
Cahaya bintang tersebut mencapai mata kita dalam waktu 4 tahun juga (selang
waktu). Jadi, selang/jarak ruangwaktu bintang tersebut adalah 0.
Dalam
dunia ruang dan waktu (mengikuti hukum Newton, non-relativistik) senantiasa
kita berjalan ke masadepan secara perlahan dengan kecepatan satu hari tiap
harinya. Tetapi kita juga bisa berjalan ke masa depan dengan lebih cepat lagi
ke tempat yang sangat jauh, misalkan dengan pesawat antariksa berkecepatan
mendekati cahaya. Inilah perjalanan relativistik, mengikuti hukum relativitas.
Dalam perjalanan relativistik, waktu berjalan relatif lebih lambat daripada
waktu dalam keadaan berdiam tidak ikut dalam perjalanan. Hal ini sudah terbukti
pada partikel berenergi tinggi. Waktu luruh (berubah menjadi partikel lainnya)
partikel Muon sebenarnya dalam keadaan diam hanya sepersejuta detik. Namun
dalam perjalanan dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya, waktu luruhnya
teramati oleh detektor yang diam bisa mencapai 50 kali lipat.
Kesimpulan Ruang dan Waktu bagi Manusia
Apa
makna batiniah dari semua fakta fisik ini? Kita tidak bisa mundur ke masa lalu.
Kita senantiasa maju menuju masa depan. Semakin cepat kita maju, semakin jauh
jarak tempuh kita menuju masa depan. Kita tetap merasa muda pada saat orang
malas merasa tua. Kita senantiasa berubah, berevolusi dengan kerangka waktu
yang jauh lebih pendek dari evolusi alam. Tentunya, evolusi yang kita harapkan
adalah evolusi menuju perbaikan kualitas dan kuantitas. Kualitas iman yang
makin mantap, kualitas pribadi yang makin mapan, kualitas hidup yang makin
sejahtera, dan kualitas keluarga yang makin bahagia. Kuantitas ilmu yang makin
bertambah, kuantitas amal yang makin meningkat, kuantitas rizki yang makin
bermanfaat, dan kuantitas pengikut yang mendoakannya. Ruang amal kita
semestinya berekspansi, meluas, dan makin variatif. Persahabatan dan jaringan
kerja selayaknya terus bertambah. Ruang gerak kreatif-inovatif seharusnya makin
terbuka.
Lalu
apakah fisik jasmaniah dan batiniah kita dibiarkan berevolusi mengikuti alur
perkembangan ruang dan waktu kita tanpa tuntunan? Semestinya tidak dibiarkan
lepas tanpa kendali. Penyesatan dan pencemaran qalbu bisa mengubah sebagalanya
keluar dari jalan yang diridhai-Nya. Taqarrub, pendekatan diri kepada-Nya
adalah penuntunnya. Kebersihan jiwa yang ikhlas semestinya yang melandasi
perjalanan ruang dan waktu kita. Ikhlas bermakna bersih dari segala pamrih
selain dari mengharap ridha-Nya.
Penutup
Demikianlah bagaimana ilmuan astronomi yang menspesialisasikan dirinya
meneliti (observasi), menganalisa, dan menyimpulkan yang dengan itu dapat mengenali
segala aspek yang berkaitan dengan ilmu tersebut yang dikaitkan kefahamannya
dalam kehidupan manusia.
Kemudian di publikasikan untuk kalangan astronom dan khalayak umum,
awam, yang dengan itu dapat memahami alam semesta yang diciptakan-Nya. Bagi
Muslim yang mengimani adanya Allah sebagai Tuhan Maha Pencipta, Maha
Pemelihara, Pemilik Alam Semesta - Allahu
Rabbul ‘Alamin, tidak menyia-nyiakan apa yang telah diketahui dari ahlinya
tentang Alam Semesta ini.
Dengan itu semua dapat menambah kuat
keimanan dan ketaatan kepada-Nya. Mengamalkannya dengan baik ajaran
Islam. Menjadi Manusia Pemakmur Bumi. Menjalankan prinsip-prinsip hidup
keislaman seperti damai, adil dan mensejahterakan hidup sesama manusia. Allahu ‘alam bish-Shawab, Billahit Taufiq
wal-Hidayah. □ AFM
Kembali ke: Menguak Makna Alam Semesta Dimana Kita Hidup 1
Mengenal
lebih dekat Prof. Dr. T. Djamaluddin:
Lulus dari
ITB bidang Astronomi (1986) kemudian masuk LAPAN (Lembaga Penerbangan dan
Antariksa Nasional) Bandung menjadi peneliti antariksa. Dan tahun 1988 – 1994
mendapat kesempatan tugas belajar program S2 dan S3 ke Jepang di Department of
Astronomy, Kyoto University, dengan beasiswa Monbusho. Tesis master dan doktor
berkaitan dengan materi antarbintang dan pembentukan bintang dan evolusi
bintang muda. Namun aplikasi astronomi dalam bidang hisab dan rukyat terus
ditekuninya.
Bekerja di
LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) sebagai Kepala LAPAN
dan Peneliti Utama IVe (Profesor Riset) Astronomi dan Astrofisika.
Sebelumnya pernah menjadi Kepala Unit Komputer Induk LAPAN Bandung (Eselon IV),
Kepala Bidang Matahari dan Antariksa (Eselon III), Kepala Pusat Pemanfaatan
Sains Atmosfer dan Iklim (Eselon II) LAPAN, dan Deputi Sains, Pengkajian, dan
Informasi Kedirgantaraan (Eselon I). Saat ini juga mengajar dan menjadi
pembimbing di Program Magister dan Doktor Ilmu Falak di IAIN Walisongo
Semarang.
Terkait dengan
kegiatan penelitian, menjadi anggota Himpunan Astronomi Indonesia (HAI),
International Astronomical Union (IAU), dan National Committee di
Committee on Space Research (COSPAR), serta anggota Badan Hisab Rukyat (BHR)
Kementerian Agama RI dan BHR Daerah Provinsi Jawa Barat. Lebih dari 50 makalah
ilmiah, lebih dari 100 tulisan populer, dan 5 buku tentang astronomi dan
keislaman telah dipublikasikan.
Kegiatan
internasional lainnya adalah mengikuti dalam bidang ilmu kedirgantaraan
di Australia, RR China, Honduras, Iran, Brazil, Jordan, Jepang, Amerika
Serikat, Slovakia, Uni Emirat Arab, India, Vietnam, Swiss, Thailand,
Singapura, dan Austria. Dan dalam bidang keislaman mengikuti konferensi WAMY –
World Assembly of Muslim Youth di Malaysia. □
Sumber:
https://rumaysho.com/3314/keutamaan-ilmu-agama.html
http://afaisalmarzuki.blogspot.com/2015/10/penciptaan-alam-semesta-dalam-enam-masa.html
https://tdjamaluddin2.wordpress.com/2006/09/05/ruang-waktu/
https://tdjamaluddin.wordpress.com/1-t-djamaluddin-thomas-djamaluddin/□□□