Friday, May 18, 2018

Masa Depan Islam





RESENSI BUKU: MASA DEPAN ISLAM
Judul Buku: Masa Depan Islam, Antara Tantangan Kemajemukan dan Benturan Peradaban dengan Barat.


PENDAHULUAN


"Dengan menulis buku ini, Prof. Esposito telah memberikan kontribusi besar untuk menumbuhkan apresiasi yang lebih berimbang dan informatif tentang Dunia Islam." [Karen Armstrong]


M
asa Depan Islam, Antara Tantangan Kemajemukan dan Benturan Peradaban dengan Barat, Penulis: John L. Esposito, Penerbit: Mizan, Bandung, Desember 2010, 343 halaman.

Sebagai agama yang berkembang paling cepat di dunia saat ini, Islam berhadapan dengan banyak pertanyaan dan isu penting yang akan sangat mempengaruhi panorama politik global:

●Apakah Islam sejalan dengan demokrasi dan hak asasi manusia?
●Apakah fundamentalisme agama akan menghambat perkembangan masyarakat modern di Dunia Islam?
●Apakah Islam akan mengepung masyarakat Barat yang kini ditinggali oleh begitu banyak imigran Muslim?
●Apakah Eropa akan menjadi Eurabia atau apakah kaum Muslim akan berasimilasi?
●Pemikir Muslim mana yang akan sangat berpengaruh dalam tahun-tahun mendatang?

Untuk menjawab pertanyaan ini, Esposito mengenalkan kepada pembaca, sebuah generasi baru pemikir Muslim dengan latar yang beragam seperti: Tariq Ramadan, Mustafa Ceric, Amina Wadud, Aa Gym, dan lain-lain. Kita akan menjumpai para pemimpin agama yang mengutuk bom bunuh diri, yang melihat pembantaian orang tak bersenjata, perempuan dan anak-anak sebagai "lebih buruk daripada pembunuhan", dan yang mengajarkan toleransi dan pluralisme.

Melalui buku ini, Esposito berusaha menghapuskan stereotip negatif dan memberi uraian mencerahkan tentang Islam. Dia melukiskan gambaran kompleks tentang Islam dalam segala kemajemukannya - sebuah gambaran sangat penting untuk menghadapi abad penuh tantangan yang ada di depan.
[1]


DINAMIKA KEBANGKITAN ISLAM

I
slam, sebagai sebuah agama, saat ini mendapat tantangan berat atas perilaku sebagian umatnya yang oleh kalangan (sarjana) Barat dituding sebagai teroris. Tudingan yang tidak sepenuhnya benar ini dilandaskan pada tragedi 11 September 2001. Sejak itu, seantero dunia bertanya-tanya penuh keheranan, benarkah Islam mengajarkan bertindak anarkis, teror, dan aksi kekerasan lain? Jawabannya, tidak ada agama mana pun di dunia yang mengajarkan kepada umatnya untuk melakukan teror dan kekerasan, termasuk agama Islam.

Itu sebabnya, untuk memahami Islam, harus bisa membedakan antara Islam sebagai agama yang di dalamnya terkandung nilai/ajaran transendental dan Islam yang ditampilkan oleh perilaku keagamaan umatnya. Perilaku anarkis dan penebaran teror oleh sebagian yang mengaku orang Islam tersebut sesungguhnya bukanlah representasi dari ajaran Islam itu sendiri.

Karena tidak ada satu pun doktrin dalam Islam yang menganjurkan umatnya untuk mencelakai orang lain, apalagi kepada mereka yang tak punya salah dan tak berdosa, seperti tragedi WTC dan bom bali. Namun demikian, upaya untuk menjelaskan persoalan itu tidaklah gampang, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ini pulalah yang dirasakan oleh John L Esposito lewat karya teranyarnya The Future of Islam.

Dalam buku ini Esposito menunjukkan secara empatik bagaimana situasi dan dinamika Islam di masa sekarang, terutama pascatragedi 11 September 2001. Studi yang dikembangkan Esposito melampaui batas-batas geografis. Kajiannya menjelajahi kawasan Eropa dan Asia.

Ia memantik dinamika kebangkitan Islam mutakhir terutama di Barat dengan memperkenalkan tokoh-tokoh muslim yang menjadi pionir modernisasi pemahaman keagamaan di setiap negara, seperti Tariq Ramadhan, Amr Khaled, Syaikh Ali Gumah, Amina Wadud, Musthafa Ceric, Tim Winter, Heba Raouf, dan hingga nama tokoh Islam yang tak asing di telinga masyarakat Indonesia yaitu Abdulah Gymnastiar (Aa Gym).

Kebangkitan Islam di Barat, menurut Esposito, tidak semata-mata ditunjukkan oleh data grafi k semakin tingginya jumlah penduduk yang menganut agama Islam. Lebih dari itu, Esposito menemukan fakta-fakta mencengangkan perihal dinamika keberislaman umat muslim di Barat. Kebebasan Barat memungkinkan para pemuka agama, intelektual, dan aktivis Islam menjadi suara utama demi perubahan religius, sosial, dan politik (hlm 65).

Dalam buku ini Esposito berbicara tentang masa depan kita semua. Islam dan kaum muslim dewasa ini adalah pemain integral dalam sejarah global. Mereka bagian dari mozaik masyarakat Amerika, Eropa, dan juga Asia. Esposito menyebut buku ini adalah puncak karyanya mengenai Islam dan politik muslim. Selamat membaca. [Ali Usman] [2]


S
urvei di Eropa yang dilakukan Pew Global Project pada 2006 menunjukkan, sebanyak 87% warga Belanda berpendapat, "Islam condong pada kekerasan." Di Prancis, warga yang setuju dengan pendapat itu mencapai 87%, sedangkan di Inggris mencapai 63%. Jajak pendapat sejenis oleh Washington Post/ABC News pada tahun yang sama juga menyimpulkan, hampir separuh penduduk Amerika berpandangan negatif tentang Islam.

Padahal, kesimpulan polling Gallup yang dipublikasikan pada 2008, dengan sampel 35 negara berpenduduk mayoritas muslim, sudah sangat jelas. Disebutkan bahwa 93% muslim di dunia atau sekitar 1,2 milyar orang meyakini, terorisme atau menewaskan orang yang tak berdosa bertentangan dengan ajaran Islam.

Mengapa masih terjadi kesalahpahaman seperti itu? Jawabannya muncul di buku terbaru John L. Esposito ini. Ia mengulas kembali topik itu dalam kuliah umum berjudul "Multikulturalisme dan Identitas Baru di Dunia yang Berubah" di kampus Fakultas Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu-ilmu Politik Universitas Indonesia, 8 Januari lalu.

Menurut Esposito, satu dari sekian sebab minimnya informasi yang benar tentang Islam adalah pembungkaman. Banyak media Barat sengaja memilih menyiarkan berita dengan fokus pada kekerasan yang dilakukan kaum muslim dan mengabaikan aspek toleransi dalam Islam. Kredo yang berlaku adalah “no fights, no story”- tak ada kegaduhan (perkalian), maka tak ada berita.

Sekadar contoh, liputan tentang sekelompok kecil warga Palestina yang berpesta di jalan dan menyoraki tragedi WTC sebagai balasan atas politik Amerika di Timur Tengah. Peristiwa ini disiarkan berulang kali di berbagai stasiun TV besar. Sedangkan fakta bahwa sebanyak 358 pekerja muslim juga tewas pada tragedi WTC kurang disorot (halaman 59).

Kondisi itu diperparah dengan kenyataan bahwa para akademisi yang berpandangan negatif tentang Islam justru menempati posisi strategis di pemerintahan. Bernard Lewis, misalnya. Islamolog yang berpendapat "hukum Islam merendahkan wanita" itu menjadi penasihat urusan agama Islam dalam pemerintahan George W. Bush (halaman 53).

Bahkan, menurut Esposito, ketika majalah Time edisi Agustus 2010 menurunkan laporan utama berjudul "Is Amerika Islamophobic?", publik Amerika mulai mendiskusikan secara terbuka apakah mereka memang Islamofobia. "Sebelumnya, istilah Islamofobia tidak populer. Yang populer adalah istilah anti-Semit, yang biasanya berarti anti-Yahudi," katanya.

Di Eropa, menurut Esposito, Islam tidak hanya menghadapi pemberitaan negatif, melainkan juga persoalan perubahan komposisi penduduk. Pasalnya, pada saat ini perkembangan Islam di Eropa sangat pesat. Imigran dari negara-negara mayoritas muslim terus berdatangan dan mengenalkan Islam kepada warga lokal.

Sepanjang tahun 2010, misalnya, warga Inggris yang beralih memeluk Islam mencapai 5.200 orang. Mereka rata-rata berusia muda, yakni 27 tahun. Total, dalam 10 tahun, jumlah muslim di Eropa melonjak dari 12 juta menjadi 20 juta (halaman 53).

Lonjakan muslim di Eropa itu juga berdampak pada perubahan tata kota. Di Distrik Neukolln, Berlin, misalnya, yang berpenduduk sekitar 300.000 jiwa, sekitar 65% di antaranya adalah muslim. Konsentrasi muslim di satu distrik sampai-sampai memunculkan istilah muslim ghetto. Fenomena ghetto juga dapat dijumpai di kota Malmo (Swedia), kawasan luar Paris, Belanda, dan di beberapa kota di Inggris.

Esposito menjelaskan, ghetto-isasi muslim itu sebenarnya hal yang lumrah. Para imigran Katolik yang tiba di Amerika, termasuk keluarganya yang asal Italia, awalnya melakukan hal serupa. Namun, dalam hal ghetto-isasi muslim itu, persoalan muncul karena ghetto-ghetto muslim itu kerap dicurigai sebagai sarang berkembang biaknya pandangan Islam radikal.

Bagi warga asli Eropa, keberadaan imigran yang terus bertambah itu dan luasnya persepsi negatif tentang Islam membuat hal ini menjadi ancaman. Berbagai prediksi bahwa Eropa akan berubah menjadi "Eurabia" akibat gelombang imigran muslim kini sangat populer.

Selain isu imigran di Eropa, buku ini juga memuat sejumlah kritik mengenai dunia Islam. Kegagalan para pemimpin dunia Arab menunjukkan partisipasi signifikan dalam konflik Israel-Palestina, bahkan cenderung lebih akomodatif pada kepentingan Amerika, membuat mayoritas muslim makin meyakini Islam sebagai ideologi politik alternatif (halaman 138).

Demonstrasi dan kemarahan warga Arab atas invasi Israel ke Gaza pada 2008, dengan demikian, sebenarnya tidak hanya ditujukan kepada Israel-Amerika, melainkan juga mencerminkan kemarahan terhadap para pemimpin mereka sendiri. Karena itu, tantangan Islam di Barat sebenarnya memiliki dua sisi.

Bagi Barat, tantangannya adalah lepas dari prasangka Islamofobia dan memandang Islam lebih objektif. Sedangkan bagi dunia Islam, terutama di Arab, tantangan terbesar masih berkisar pada soal perubahan sosial dan politik. Yakni bagaimana sistem sosial dan politik di negara-negara mayoritas muslim bisa memajukan warga negara, sebagaimana diinginkan Islam itu sendiri. [3] [Basfin Siregar]


PENUTUP

Demikianlah gambaran dari isi buku (tantangan) Masa Depan Islam (Di Dunia di Melinial Ke-3. Pandangan-pandangan negatif yang tidak semestinya itu adalah bagian dari Islamophobia Barat terhadap sejarah masa lalu abad gelapnya Eropa (Barat), dimana kini Barat telah melaju pesat dari kebangkitannya setelah abad tengah yang gelap itu, tersaingi kelak oleh Islam. Padahal Islam lahir sebagai rahmat bagi alam semesta (rahmatan lil ‘ālamīn), bagi dunia - bangsa dan antar bangsa sebagaimana Al-Andalus (Spanyol Islam, circa 711 - 1492) telah memberi keteladanan dalam kedamaian, toleransinya dan membangun peradaban. Baca juga –klik--> Rahmatan Lil ‘Ālamīn, Billahit Taufiq wal-Hidayah. □ AFM



Sumber:
[1]https://www.goodreads.com/book/show/10516888-masa-depan-islam?rating=3&utm_medium=api&utm_source=book_widget
[2] http://www.koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=72519
[3]https://toko-bukubekas.blogspot.com/2012/05/masa-depan-islam-antara-tantangan.html□□