PENDAHULUAN
P
|
erjalanan ini seharusnya ke gurun pasir, secara
tidak terduga harus berbelok dan berjumpa salju! Bagaimana bisa?” Istanbul
adalah jantung Daulah Utsmani atau Ottoman sekaligus bukti nubuat Rasulullah saw: “Konstantinopel akan ditaklukkan di tangan seorang
laki-laki. Yang memerintah adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukannya adalah
sebaik-baik pasukan.” [HR. Ahmad]
Hati bergetar memandang
kaligrafi kalimat Tauhid yang terpahat di gerbang Topkapi Sarayi. Dari tempat
inilah Muhammad Al-Fatih memimpin pasukannya hingga menguasai 2/3 wilayah
dunia. Begitu luasnya, hingga wilayah itu kini terpecah menjadi 60 negara!
Daulah Utsmani menorehkan
sejarah dengan tinta emas. Pranata yang dibangun menjadi bukti bagaimana Islam
memimpin dengan adil di muka Bumi. Medallion raksasa yang saat ini masih
terpasang di Aya Sofya Hagia Sophia) menjadi bukti bagaimana kehidupan harmoni
yang sejati. Seperti apa Istanbul kini? Mari menyusuri indahnya Blue Mosque,
Aya Sofya, Selat Bosphorus, hingga gunung salju di Cappadocia dan memunguti
hikmah yang berserak melalui buku ini."
Istilah ‘daulah’ berasal dari
bahasa Arab dari asal kata; dala - yadulu - daulah yang artinya bergilir, beredar, dan berputar.
Kata ini dapat diartikan kelompok sosial yang menetap pada suatu wilayah
tertentu dan terorganisir oleh suatu pemerintahan (kerajaan, kesultanan,
negara) yang mengatur kepentingan dan kemashlahatan yang dipergilirkan atau
dilajutkan oleh penggantinya. Sedangkan dinasti adalah keturunan raja-raja yang
memerintah, yang semuanya berasal dari satu keluarga dalam pemerintahan yang
berdasarkan sistim kerajaan atau kesultanan.
Dalam sejarah Islam, tercatat
tiga daulah besar yang pernah menguasai peradaban dunia. Daulah Umayyah
(Damaskus 661‒750 dan
Andalusia 711‒1492);
Daulah Abbasiyah (750‒1258);
dan Daulah Utsmani atau Ottoman (1299‒1924).
Sebagai penguasa dua pertiga
wilayah dunia, peninggalan Dinasti Utsmani atau Ottoman sangat tidak ternilai.
Semua terangkum rapi dan tersimpan di Istana Topkapi, bekas istana yang kini
difungsikan sebagai museum. Dari meriam, peralatan perang yang belum pernah
diciptakan manusia sebelumnya; Rantai raksasa untuk menghalangi laju kapal yang
terpasang di Golden Horn; Sampai berlian 86 karat bisa disaksikan di tempat itu.
Jika beruntung, kita juga bisa
menyaksikan kemegahan upacara pasukan Inkisyiriyah (Jenisari), pasukan khusus
yang tidak terkalahkan, sekaligus pasukan yang pertama menggunakan tetabuhan
sebagai genderang perang. Pasukan inilah yang membawa Daulah Utsmani mencapai
kegemilangan. Lewat buku ini, penulis mencoba untuk menyusuri kepingan-kepingan
sejarah Islam yang berserakan di Benua Eropa.
Penulis berharap dengan
kehadiran buku ini mampu memberi pengetahuan kepada para pembaca, terutama kaum
muda. Dilengkapi dengan gambar-gambar penunjang yang mampu membawa pembaca ikut
menelusuri jejak-jejak Islam di Benua Eropa.
KOTA ISTANBUL
“Konstantinopel akan ditaklukkan di
tangan seorang laki-laki. Yang memerintah adalah sebaik-baik pemimpin dan
pasukannya adalah sebaik-baik pasukan.” [HR. Ahmad]
K
|
ota Istanbul dulu bernama Konstantinopel
ibu kota dari Byzantium (Romawi Timur), yang selanjutnya disebut Turki Utsmani atau
Kesultanan- Kekhilafahan Utsmaniyah atau Ottoman – setelah dibawah penaklukan
Ottoman. Kota Istanbul, satu-satunya kota di dunia yang terletak diantara dua
benua Asia dan Eropa yang dipisahkan selat Boshporus yang menghubungi dua laut
yaitu Laut Hitam dan Laut Mediterenian.
Sejarah memberikan kepada seseorang
lebih dari sekedar informasi, ia menyusun cara berfikir seseorang saat ini dan
menentukan langkah apa yang akan diambil pada masa yang akan datang. “History
is a people’s memory, and without a memory, man is demoted to the lower animals”
begitu Malcolm-X.
Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani dalam
At-Takfir menyampaikan kepada kita bahwa “berfikir tidak akan bisa terwujud
kecuali dengan adanya informasi terdahulu” dan ini diperoleh dari membaca
sejarah atau kisah perjalan yang dipaparkan buku ini.
Lebih daripada itu, sejarah adalah
informarsi, ia akan mempengaruhi siapapun yang membacanya dan membentuknya
persis seperti tokoh yang menjadi sentral dalam penceritaan dalam kisah sejarah
biografinya. Ada cara yang menyenangkan untuk mengubah kepribadian Anda
agar menjadi selevel para ksatria Islam yang terpisah zaman dan waktu yang
patut kita ketahui.
SEJARAH THE GRAND TURK MEHMET
M
|
ehmed II Bin Murad II diberi gelar
al-Fatih. Itulah sebuah kisah sejarah yang sungguh Indah
dalam ketakwaan kepada Allah swt.
Usianya baru 21 tahun lewat 2 bulan ketika itu, namun bisyarah Rasulullah
keluar dari lisannya yang mulia berhasil direalisasikan. Fatih Sultan
Mehmed, begitulah lidah orang Turki menyebutnya - The Grand Turk Mehmet,
begitu gelar yang diberikan Eropa kepadanya, namun ia lebih dikenal di dunia
Islam sebagai Muhammad Al-Fatih. Ummat mempunyai panggilan sayang kepadanya
atas prestasi yang kelak akan dia persembahkan kepada kemanusiaan dan
peradaban, Abu Al-Khair - Bapak Kebaikan, begitulah panggilannya.
Diawali dengan usaha penaklukkan
Konstantinopel sebelum masa Mehmed II (Muhammad Al-Fatih) yang belum kesampaian.
Muhammad Al-Fatih bukanlah putra pertama, tubuhnya kecil. Tidak terpikir
bahwa ialah yang dapat membuktikan kebenaran Hadits Rasulullah saw tentang takluknya Konstantinopel - “Konstantinopel
akan ditaklukkan di tangan seorang laki-laki. Yang memerintah adalah
sebaik-baik pemimpin dan pasukannya adalah sebaik-baik pasukan”, Hadits Riwayat
Ahmad.
Semua itu bermula dari terbunuhnya
kakaknya, lantas dimulailah semuanya. Ia didik untuk kelak menjadi pemimpin
tangguh kesultanan Utsmani. Kemampuan berperang, ibadah yang sangat kuat,
kemampuan di banyak bahasa, dan banyak kehebatan lain, akhirnya membawanya
sebagai sosok yang ditakuti seluruh pihak yang tidak menginginkan Islam ikut
berperan dalam memimpin dunia saat itu.
Konstantinopel, suatu kota yang
berusaha ditaklukkan selama 11 abad. Bukan suatu hal yang mudah ataupun biasa
saja untuk dapat menembus benteng kokohnya, bahkan untuk sebaik-baik pemimpin
ini seperti Muhammad Al-Fatih, harus menempuh jalan panjang untuk akhirnya
mengibarkan bendera Islam di kota indah yang saat itu menjadi sorotan seluruh
dunia.
Permasalahan dimulai dari keadaan internal
kesultanan, pada awalnya, beberapa tokoh di kesultanan Utsmani tidak
menginginkan usaha penaklukan konstantinopel, tapi ada satu hal hebat yang
memang seharusnya menjadi ciri muslim, patuh pada pemimpinnya selama perintahnya haqq.
Pihak-pihak yang tidak menginginkan penaklukan ini tetap tunduk pada
pemimpinnya dan berangkat berperang.
Usaha untuk menguasai Konstantinopel
menjadi satu hal yang sudah direncanakan Muhammad Al-Fatih jauh-jauh hari
sebelum berperang. Di kala malam, matanya tak terpejam, membuka peta untuk
merancang strategi. Sejumlah persenjataan disiapkan. Dengan bantuan seorang
ahli senjata, pada peperangan ini, kaum muslim mengagetkan lawannya dengan
membawa senjata yang dapat melemparkan pelurunya seberat ratusan kilogram,
untuk menghancurkan tembok kokoh Konstantinopel.
Selain mengguncangkan lawan dengan
senjata menakjubkannya, ada satu hal menarik yang dilakukan Muhammad Al-Fatih,
yang membuat lawannya bertanya-tanya. Muhammad Al-Fatih bersama pasukannya,
dapat memindahkan 72 kapal melintasi gunung dalam semalam, karena jalan laut
tertutup rantai besar Konstantinopel. Dari selat Bosphorus ke selat Tanduk.
Bayangkan saja, bagaimana kapal-kapal itu dapat berjalan bukan di atas air dan
seluruhnya berpindah dalam semalam.
Tidak hanya perkara strategi berperang,
Muhammad Al-Fatih harus memikirkan bagaimana memenuhi kebutuhan hidup ratusan
ribu muslim yang berangkat berperang berpuluh-puluh hari dimana setiap orang
setiap hari membutuhkan makan, minum, dan buang air. Beban yang sangat besar
memang ditempuhnya, sang Al-Fatih.
Itulah sedikit cerita mengenai
bagaimana perjalanan sang Al-Fatih sebelum Konstantinopel takluk. Tapi ada satu
hal lagi, yang ingin disampaikan penulis tentang Muhammad Al-Fatih. Muhammad
Al-Fatih adalah seorang muslim yang sangat taat. Ia bukan hanya seorang yang
tak pernah sekalipun meninggalkan shalat wajib. Ia tidak pernah masbuq sekalipun, ia tak pernah
meninggalkan shalat rawatib sekalipun, ia tak pernah meninggalkan tahajud sekalipun,
ya semua itu ia lakukan semenjak baligh.
Semenjak 29 Mei 1453, hari penaklukan
Konstantinopel, ia menjadi sosok pemimpin yang membuat banyak penduduk
Konstantinopel akhirnya takjub pada Islam. Ternyata di bawah pimpinannya,
rakyat tetap damai, tak ada paksaan untuk memeluk agama Islam, namun banyak
pihak memilih masuk Islam karena ternyata Islam dapat memimpin dengan baik dan
damai disana, bahkan bagi rakyat nonmuslim, mereka tetap hidup damai, hanya
membayar jizyah – pengganti fitrah
dan zakat (pajak) yang menjadi kewajiban setiap muslim.
Di belahan lain, ia terus menjadi sosok
yang ditakuti siapapun yang tidak rela menyerahkan kepemimpinan wilayahnya pada
Islam. Ia selalu berusaha untuk menaklukkan tujuan-tujuan selanjutnya. Sampai
pada suatu hari, ketika ia sudah menyiapkan segalanya untuk membebaskan Roma,
Allah swt memanggilnya. Muhammad
Al-Fatih menutup usianya dalam kondisi bersiap untuk membebaskan Roma pada 3
Mei 1481 dalam usia 49 tahun.
PENUTUP
S
|
etelah Rasulullah saw wafat, ada seorang muslim setangguh, sepatuh, sepintar,
seberani ini, dan yang sangat ditakuti oleh lawannya, sampai ketika
ia wafat, lawannya berteriak bahagia, “elang perkasa itu telah tiada”,
beliaulah Muhammad Al-Fatih (Sultan Mehmed II).
Demikianlah buku Journey
to The Greatest Ottoman ditutup dengan kisah dari seorang sultan Turki yang
dikenal dengan nama Muhammad Al-Fatih
yang telah dipaparkan seperti tersebut diatas, kepahlawanannya menjadi
suri tauladan kita bersama atas ketaatan, kesolehan dan keberaniannya dalam memperjuangkan
nilai-nilai pada waktu ini sebagaimana layaknya sampai di akhir mellinnial ke-3
melalui peperangan bersenjata. Baca juga (klik --->) Muhammad
al-Fatih, Penakluk Konstantinopel.
Boleh jadi di mellinnium ke-3 usaha-usaha
melalui “peperangan senjata” harus kita hilangkan, karena apa? Karena perang
yang akan datang sangat sangat sangat berbahaya dan mengerikan sekali yaitu menggunakan
senjata pemusnah massal yang daya rusaknya sungguh sungguh luar biasa. Perang
Nuklir, Perang Kuman, Perang Kimia adalah perang yang sangat konyol dan biadab.
Perang tidak lagi antara
tentara-tentara saja terbunuh, tapi anak-anak, orang-orang tua dan perempuan
menjadi korban-korban massal yang sia-sia dan konyol. Bumi, alam atmosfir, hutan,
tanaman, biodata, khewan, rumah-rumah ibadah, bangunan-bangunan, jembatan, jalan, taman, sungai, danau dan laut
hancur pula bukan karena daya ledaknya saja dari senjata pemusnah massal tapi dari
kontaminasi radiasi nuklir, kuman, dan kimia! Mari tegakkan dunia secara damai
melalui 3T1I - Ta’aruf, Tafahum, Ta’awun dan Itsar [1]. Billahit
Taufiq wal-Hidayah. □ AFM
Catatan Kaki:
[1] Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling KENAL MENGENAL
(TA’ARUF). [QS Al HujurÄt 49:13].
Ta’aruf ini seterusnya berkelanjutan kepada Tafahum, Ta’awun,
dan Itsar yang makna masing-masing
adalah sebagai berikut:
1) Ta’aruf, yaitu saling kenal mengenal yang tidak hanya bersifat fisik
atau biodata ringkas belaka, tetapi lebih jauh lagi menyangkut latar belakang
sejarah dan pendidikan, budaya, keagamaan, pemikiran, ide-ide, cita-cita, serta
problem-problem hidup yang di alami suku dan bangsa tersebut baik dalam
pengertian seorang atau kelompok orang pada umumnya.
2) Tafahum,
yaitu saling memaklumi kelebihan dan kekurangan, kekuatan dan kelemahan
masing-masing, sehingga segala macam bentuk kesalahpahaman dapat di hindari.
Kemudian dicari kesamaan-kesamaan titik temu. Kalau ada perbedaan yang tidak
dapat dipersatukan, dimaklumi saja, asalkan tidak menyalahi ajaran pokok Islam
sebenarnya.
3) Ta’awun,
yaitu tolong menolong adalah kebutuhan hidup manusia yang tidak dapat
dipungkiri sebagai makhluk sosial. Kenyataan membuktikan, bahwa suatu pekerjaan
atau apa saja selalu membutuhkan pihak lain. Pekerjaan tidak akan dapat
dilakukan sendirian oleh seseorang meski dia memiliki kemampuan dan pengetahuan
tentang hal itu. Ini menunjukkan, bahwa tolong-menolong dan saling membantu
(adanya gotong royong dan teamwork) adalah suatu keharusan dalam hidup
manusia yang ada secara naluriah dalam hati yang bersih. Mestinya tidak ada
keraguannya.
Untuk itu perlu Allah Subhana wa
Ta’ala mengingatkan manusia yang mungkin hatinya telah lalai - sehingga
ragu dalam menyadarinya, dengan berfirman-Nya mempertegas sebagai berikut: “Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan” [QS Al-Maidah 5:2].
Ta’awun dalam
artian semangat teamwork dalam bekerja, yaitu tolong menolong dimana
yang kuat menolong yang lemah dan yang memiliki kelebihan menolong orang yang
kekurangan. Nah kalau ada saja pandangan atau paradigma yang menjadi ideologi
masing-masing individu seperti tersebut, maka harapan hidup tanpa konflik yang
yang serius akan dapat dihindari.
4) Itsar,
artinya adalah mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingan
sendiri. Maknanya diambil dari surat ke-59, Al-Hasyir, ayat 9 yang kisahnya
terjadi dalam menghadapi para pendatang dari Makkah yang berimigrasi ke Madinah
(karena tekanan Musyrikin Makkah terpaksa menyingkir ke Madinah) yang tidak
banyak membawa perbekalan dan tidak mempunyai tempat tinggal. Dengan itu
penduduk Madinah memberi kemudahan dan pertolongannya.
Dalam pengertian praktisnya, yaitu
saling tolong menolong dan saling kerjasama. Tidak bertengkar dan tidak
memusuhi, melainkan peduli (caring each other). □□
Sumber:
gramedia.com [Jelajah tiga daulah
Journey to the gratest Ottoman]
aisadluv.wordpress.com [Travel Book
Journey Journey to the gratest Ottoman]
Dan sumber-sumber lainnya. □□□