Friday, September 16, 2016

Menguak Makna Alam Semesta Dimana Kita Hidup 2






Evolusi Alam Semesta

N
aluri manusia selalu ingin mengetahui asal usul sesuatu, termasuk asal-usul alam semesta. Berbagai hasil pengamatan dianalisis dengan dukungan teori-teori fisika untuk mengungkapkan asal-usul alam semesta. Teori yang kini diyakini bukti-buktinya menyatakan bahwa alam semesta ini bermula dari Ledakan Besar (Big Bang) sekitar 13,7 milyar tahun yang lalu. Semua materi dan energi yang kini ada di alam terkumpul dalam satu titik tak berdimensi yang berkerapatan tak berhingga. Tetapi ini jangan dibayangkan seolah-olah titik itu berada di suatu tempat di alam yang kita kenal sekarang ini. Yang benar, baik materi, energi, maupun ruang yang ditempatinya seluruhnya bervolume amat kecil, hanya satu titik tak berdimensi.

           Tidak  ada suatu  titik  pun di alam  semesta  yang dapat dianggap  sebagai pusat ledakan. Dengan kata lain ledakan besar alam semesta tidak seperti ledakan bom yang meledak dari satu titik ke segenap penjuru. Hal ini karena pada hakekatnya seluruh alam turut serta dalam ledakan itu. Lebih tepatnya, seluruh alam semesta mengembang tiba‑tiba secara serentak (dapat dibayangkan setelah ucapan-Nya “Kun Fayakun” maknanya adalah: Jadilah, maka berproseslah “sesuatu itu” menjadi “sesuatu yang diinginkan oleh-Nya”). Ketika itulah mulainya terbentuk materi, ruang, dan waktu.

           Materi alam semesta yang pertama terbentuk adalah hidrogen yang menjadi bahan dasar bintang dan galaksi generasi pertama. Dari reaksi fusi nuklir di dalam bintang terbentuklah unsur-unsur berat seperti karbon, oksigen, nitrogen, dan besi. Kandungan unsur-unsur berat dalam komposisi materi bintang merupakan salah satu "akte" lahir bintang. Bintang-bintang yang mengandung banyak unsur berat berarti bintang itu "generasi muda" yang memanfaatkan materi-materi sisa ledakan bintang-bintang tua. Materi pembentuk bumi pun diyakini berasal dari debu dan gas antar bintang yang berasal dari ledakan bintang di masa lalu. Jadi, seisi alam ini memang berasal dari satu kesatuan.

           Bukti-bukti pengamatan menunjukkan bahwa alam semesta mengembang. Spektrum galaksi‑galaksi yang jauh sebagian besar menunjukkan bergeser ke arah merah  yang dikenal sebagai red shift (panjang gelombangnya bertambah  karena alam mengembang). Ini merupakan petunjuk bahwa galaksi‑galaksi itu saling menjauh. Sebenarnya yang terjadi adalah pengembangan ruang. Galaksi- galaksi itu (dalam ukuran alam semesta hanya dianggap seperti partikel-partikel) dapat dikatakan menempati kedudukan yang tetap dalam ruang, dan ruang itu sendiri  yang sedang berekspansi.  Kita tidak mengenal adanya ruang di luar alam ini. Oleh karenanya kita tidak bisa menanyakan ada apa di luar semesta ini.

           Secara  sederhana keadaan  awal  alam semesta dan pengembangannya itu dapat diilustrasikan dengan pembuatan  roti. Materi pembentuk roti itu semula terkumpul dalam gumpalan kecil. Kemudian mulai mengembang. Dengan kata lain “ruang” roti sedang mengembang. Butir‑butir partikel di dalam roti itu analog dengan galaksi-galaksi di alam semesta saling menjauh sejalan dengan pengembanya roti itu (analog dengan alam).

           Dalam ilustrasi tersebut, kita berada di salah satu partikel di dalam roti itu. Di luar roti, kita tidak mengenal adanya ruang lain, karena pengetahuan kita, yang berada di dalam roti itu, terbatas hanya pada ruang roti itu sendiri. Demikian pulalah, kita tidak mengenal alam fisik lain di luar dimensi "ruang‑waktu" yang kita  kenal.

           Bukti lain adanya pengembangan alam semesta di peroleh dari pengamatan radio astronomi. Radiasi yang terpancar pada saat awal pembentukan itu masih berupa cahaya. Namun karena alam semesta terus mengembang, panjang gelombang radiasi itu pun makin panjang,  menjadi gelombang  radio. Kini radiasi awal itu dikenal sebagai radiasi latar belakang kosmik (cosmic background radiation) yang dapat dideteksi dengan teleskop radio.


Evolusi Alam dalam Perspektif Al-Quran

Setelah menjelajah bukti-bukti observasi dan teori ilmiah tentang evolusi alam semesta, menarik juga untuk meninjau aspek religius untuk diperbandingkan dengan aspek ilmiah itu. Walaupun hal ini masih bersifat interpretasi yang masih dapat diperdebatkan.

           Menurut Al-Quran, alam (langit dan bumi) diciptakan Allah dalam enam masa (QS 41:9-12), dua masa untuk menciptakan langit sejak berbentuk dukhan (campuran debu dan gas), dua masa untuk menciptakan bumi, dan dua masa (empat masa sejak penciptaan bumi) untuk memberkahi bumi dan menentukan makanan bagi penghuninya. Ukuran lamanya masa ("hari", ayyam) tidak dirinci di dalam Al-Quran.

           Belum ada penafsiran pasti tentang enam masa itu. Namun, bedasarkan kronologi evolusi alam semesta dengan dipandu isyarat di dalam Al-Quran (QS 41:9-12 dan QS 79:27-32) dapat ditafsirkan bahwa enam masa itu adalah enam tahapan proses sejak penciptaan alam sampai hadirnya manusia. Lamanya tiap masa tidak merupakan fokus perhatian.

           Masa pertama dimulai dengan ledakan besar -big bang (QS 21:30, langit dan bumi asalnya bersatu) sekitar 10 – 20 milyar tahun lalu. Inilah awal terciptanya materi, energi, dan waktu. "Ledakan" itu pada hakikatnya adalah pengembangan ruang yang dalam Al-Quran disebut bahwa Allah berkuasa meluaskan langit (QS 51:47). Materi yang mula-mula terbentuk adalah hidrogen yang menjadi bahan dasar bintang-bintang generasi pertama. Hasil fusi nuklir antara inti-inti Hidrogen menghasilkan unsur-unsur yang lebih berat, seperti karbon, oksigen, sampai besi.

           Masa yang ke dua adalah pembentukan bintang-bintang yang terus berlangsung. Dalam bahasa Al-Quran disebut penyempurnaan langit. Dukhan (debu-debu dan gas antarbintang, QS 41:11) pada proses pembentukan bintang akan menggumpal memadat. Bila intinya telah cukup panasnya untuk memantik reaksi fusi nuklir, maka mulailah bintang bersinar. Bila bintang mati dengan (ditandai adanya) ledakan supernova unsur-unsur berat hasil fusi nuklir akan dilepaskan. Selanjutnya unsur-unsur berat yang terdapat sebagai materi antarbintang bersama dengan hidrogen akan menjadi bahan pembentuk bintang-bintang generasi berikutnya, termasuk planet-planetnya. Di dalam Al-Quran penciptaan langit kadang disebut sebelum penciptaan bumi dan kadang disebut sesudahnya, karena prosesnya memang berlanjut.

           Inilah dua masa penciptaan langit. Dalam bahasa Al-Quran, big bang dan pengembangan alam yang menjadikan galaksi-galaksi tampak makin berjauhan (makin "tinggi" menurut pengamat di bumi) serta proses pembentukan bintang-bintang baru disebutkan sebagai "Dia meninggikan bangunannya (langit) lalu menyempurnakannya" (QS 79:28)

           Masa ke tiga dan ke empat dalam penciptaan alam semesta adalah proses penciptaan tata surya termasuk bumi. Proses pembentukan matahari sekitar 4,5 milyar tahun lalu dan mulai dipancarkannya cahaya dan angin matahari itulah masa ke tiga penciptaan alam semesta. Proto-bumi (‘bayi’ bumi) yang telah terbentuk terus berotasi yang menghasilkan fenomena siang dan malam di bumi. Itulahlah yang diungkapkan dengan indah pada ayat lanjutan pada QS 79:29, "dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita dan menjadikan siangnya terangbenderang.

           Masa pemadatan kulit bumi agar layak bagi hunian makhluk hidup adalah masa ke empat. Bumi yang terbentuk dari debu-debu antarbintang yang dingin mulai menghangat dengan pemanasan sinar matahari dan pemanasan dari dalam (endogenik) dari peluruhan unsur-unsur radioaktif di bawah kulit bumi. Akibat pemanasan endogenik itu materi di bawah kulit bumi menjadi lebur, antara lain muncul sebagai lava dari gunung api. Batuan basalt yang menjadi dasar lautan dan granit yang menjadi batuan utama di daratan merupakan hasil pembekuan materi leburan tersebut. Pemadatan kulit bumi yang menjadi dasar lautan dan daratan itulah yang nampaknya dimaksudkan penghamparan bumi pada QS 79:30, "Dan bumi sesudah itu (sesudah penciptaan langit) dihamparkan‑Nya."

           Menurut analisis astronomis, pada masa awal umur tata surya gumpalan-gumpalan sisa pembentukan tata surya yang tidak menjadi planet masih sangat banyak bertebaran. Salah satu gumpalan raksasa, 1/9 massa bumi, menabrak bumi menyebabkan lontaran materi yang kini menjadi bulan. Akibat tabrakan itu sumbu rotasi bumi menjadi miring 23,5 derajat dan atmosfer bumi lenyap. Atmosfer yang ada kini sebagian dihasilkan oleh proses-proses di bumi sendiri, sebagian lainnya berasal dari pecahan komet atau asteroid yang menumbuk bumi. Komet yang komposisi terbesarnya adalah es air (20% massanya) diduga kuat merupakan sumber air bagi bumi karena rasio Deutorium/Hidrogen (D/H) di komet hampir sama dengan rasio D/H pada air di bumi, sekitar 0.0002. Hadirnya air dan atmosfer di bumi sebagai prasyarat kehidupan merupakan masa ke lima proses penciptaan alam.

            Pemanasan matahari menimbulkan fenomena cuaca di bumi: awan dan halilintar. Melimpahnya air laut dan kondisi atmosfer purba yang kaya gas metan (CH4) dan amonia (NH3) serta sama sekali tidak mengandung oksigen bebas dengan bantuan energi listrik dari halilintar diduga menjadi awal kelahiran senyawa organik. Senyawa organik yang mengikuti aliran air akhirnya tertumpuk di laut. Kehidupan diperkirakan bermula dari laut yang hangat sekitar 3,5 milyar tahun lalu berdasarkan fosil tertua yang pernah ditemukan. Di dalam Al-Quran QS 21:30 memang disebutkan semua makhluk hidup berasal dari air.

           Lahirnya kehidupan di bumi yang dimulai dari makhluk bersel tunggal dan tumbuh-tumbuhan merupakan masa ke enam dalam proses penciptaan alam. Hadirnya tumbuhan dan proses fotosintesis sekitar 2 milyar tahun lalu menyebabkan atmosfer mulai terisi dengan oksigen bebas. Pada masa ke enam itu pula proses geologis yang menyebabkan pergeseran lempeng tektonik dan lahirnya rantai pegunungan di bumi terus berlanjut.

           Tersedianya air, oksigen, tumbuhan, dan kelak hewan-hewan pada dua masa terakhir itulah yang agaknya dimaksudkan Allah memberkahi bumi dan menyediakan makanan bagi penghuninya (QS 41:10). Di dalam QS 79:31-33 hal ini diungkapkan sebagai penutup kronologis enam masa penciptaan, "Ia memancarkan dari padanya mata airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya. Dan gunung‑gunung dipancangkan‑Nya dengan teguh, (semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk binatang‑binatang ternakmu".
  
Bagaimana akhir alam semesta? Kosmologi (cabang ilmu yang mempelajari struktur dan evolusi alam semesta) masih menyatakan sebagai pertanyaan yang terbuka, belum ada jawabnya, mungkin terus berkembang atau mungkin pula kembali mengerut. Namun Al-Quran mengisyaratkan adanya pengerutan alam semesta, seperti terungkap pada QS 21:104. "Pada hari kami gulung langit, seperti menggulung lembaran-lembaran kertas (makin mengecil) seperti Kami telah menjadikan pada awalnya, begitulah kami mengulanginya."


Ikhlas Bersama Ruang dan Waktu

           Teori relativitas telah menyatukan ruang dan waktu dalam dunia empat dimensi, dunia ruangwaktu (ditulis bersambung sebagai satu kata). Dan secara matematis dirumuskan kuadrat selang ruangwaktu = kuadrat selang waktu – kuadrat jarak ruang. Tanda minus berbeda dengan anggapan awam untuk ruang dan waktu (menggunakan "dan", ruang dan waktu sebagai hal yang terpisah) yang terbiasa dengan rumus phytagoras: kuadrat jarak = kuadrat selang sumbu x + kuadrat selang sumbu y.  Dalam dunia ruangwaktu, jarak bintang ke mata kita adalah "nol". Karena, misalnya, jarak bintang (jarak ruang) 4 tahun cahaya. Cahaya bintang tersebut mencapai mata kita dalam waktu 4 tahun juga (selang waktu). Jadi, selang/jarak ruangwaktu bintang tersebut adalah 0.

           Dalam dunia ruang dan waktu (mengikuti hukum Newton, non-relativistik) senantiasa kita berjalan ke masadepan secara perlahan dengan kecepatan satu hari tiap harinya. Tetapi kita juga bisa berjalan ke masa depan dengan lebih cepat lagi ke tempat yang sangat jauh, misalkan dengan pesawat antariksa berkecepatan mendekati cahaya. Inilah perjalanan relativistik, mengikuti hukum relativitas. Dalam perjalanan relativistik, waktu berjalan relatif lebih lambat daripada waktu dalam keadaan berdiam tidak ikut dalam perjalanan. Hal ini sudah terbukti pada partikel berenergi tinggi. Waktu luruh (berubah menjadi partikel lainnya) partikel Muon sebenarnya dalam keadaan diam hanya sepersejuta detik. Namun dalam perjalanan dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya, waktu luruhnya teramati oleh detektor yang diam bisa mencapai 50 kali lipat.


Kesimpulan Ruang dan Waktu bagi Manusia

           Apa makna batiniah dari semua fakta fisik ini? Kita tidak bisa mundur ke masa lalu. Kita senantiasa maju menuju masa depan. Semakin cepat kita maju, semakin jauh jarak tempuh kita menuju masa depan. Kita tetap merasa muda pada saat orang malas merasa tua. Kita senantiasa berubah, berevolusi dengan kerangka waktu yang jauh lebih pendek dari evolusi alam. Tentunya, evolusi yang kita harapkan adalah evolusi menuju perbaikan kualitas dan kuantitas. Kualitas iman yang makin mantap, kualitas pribadi yang makin mapan, kualitas hidup yang makin sejahtera, dan kualitas keluarga yang makin bahagia. Kuantitas ilmu yang makin bertambah, kuantitas amal yang makin meningkat, kuantitas rizki yang makin bermanfaat, dan kuantitas pengikut yang mendoakannya. Ruang amal kita semestinya berekspansi, meluas, dan makin variatif. Persahabatan dan jaringan kerja selayaknya terus bertambah. Ruang gerak kreatif-inovatif seharusnya makin terbuka.

           Lalu apakah fisik jasmaniah dan batiniah kita dibiarkan berevolusi mengikuti alur perkembangan ruang dan waktu kita tanpa tuntunan? Semestinya tidak dibiarkan lepas tanpa kendali. Penyesatan dan pencemaran qalbu bisa mengubah sebagalanya keluar dari jalan yang diridhai-Nya. Taqarrub, pendekatan diri kepada-Nya adalah penuntunnya. Kebersihan jiwa yang ikhlas semestinya yang melandasi perjalanan ruang dan waktu kita. Ikhlas bermakna bersih dari segala pamrih selain dari mengharap ridha-Nya.


Penutup

Demikianlah bagaimana ilmuan astronomi yang menspesialisasikan dirinya meneliti (observasi), menganalisa, dan menyimpulkan yang dengan itu dapat mengenali segala aspek yang berkaitan dengan ilmu tersebut yang dikaitkan kefahamannya dalam kehidupan manusia.

Kemudian di publikasikan untuk kalangan astronom dan khalayak umum, awam, yang dengan itu dapat memahami alam semesta yang diciptakan-Nya. Bagi Muslim yang mengimani adanya Allah sebagai Tuhan Maha Pencipta, Maha Pemelihara, Pemilik Alam Semesta - Allahu Rabbul ‘Alamin, tidak menyia-nyiakan apa yang telah diketahui dari ahlinya tentang Alam Semesta ini.

Dengan itu semua dapat menambah kuat  keimanan dan ketaatan kepada-Nya. Mengamalkannya dengan baik ajaran Islam. Menjadi Manusia Pemakmur Bumi. Menjalankan prinsip-prinsip hidup keislaman seperti damai, adil dan mensejahterakan hidup sesama manusia. Allahu ‘alam bish-Shawab, Billahit Taufiq wal-Hidayah. AFM

Mengenal lebih dekat Prof. Dr. T. Djamaluddin:

Lulus dari ITB bidang Astronomi (1986) kemudian masuk LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) Bandung menjadi peneliti antariksa. Dan tahun 1988 – 1994 mendapat kesempatan tugas belajar program S2 dan S3 ke Jepang di Department of Astronomy, Kyoto University, dengan beasiswa Monbusho. Tesis master dan doktor berkaitan dengan materi antarbintang dan pembentukan bintang dan evolusi bintang muda. Namun aplikasi astronomi dalam bidang hisab dan rukyat terus ditekuninya.
Bekerja di LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) sebagai Kepala LAPAN dan Peneliti Utama IVe (Profesor Riset) Astronomi dan Astrofisika. Sebelumnya pernah menjadi Kepala Unit Komputer Induk LAPAN Bandung (Eselon IV), Kepala Bidang Matahari dan Antariksa (Eselon III), Kepala Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim (Eselon II) LAPAN, dan Deputi Sains, Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan (Eselon I).  Saat ini juga mengajar dan menjadi pembimbing di Program Magister dan Doktor Ilmu Falak di IAIN Walisongo Semarang.
Terkait dengan kegiatan penelitian, menjadi anggota Himpunan Astronomi Indonesia (HAI), International Astronomical Union (IAU), dan  National Committee di Committee on Space Research (COSPAR), serta anggota Badan Hisab Rukyat (BHR) Kementerian Agama RI dan BHR Daerah Provinsi Jawa Barat. Lebih dari 50 makalah ilmiah, lebih dari 100 tulisan populer, dan 5 buku tentang astronomi dan keislaman telah dipublikasikan.
Kegiatan internasional lainnya adalah mengikuti dalam bidang ilmu kedirgantaraan  di Australia, RR China, Honduras, Iran, Brazil, Jordan, Jepang, Amerika Serikat, Slovakia, Uni Emirat Arab,  India, Vietnam, Swiss, Thailand, Singapura, dan Austria. Dan dalam bidang keislaman mengikuti konferensi WAMY – World Assembly of Muslim Youth di Malaysia.


Sumber:
https://rumaysho.com/3314/keutamaan-ilmu-agama.html
http://afaisalmarzuki.blogspot.com/2015/10/penciptaan-alam-semesta-dalam-enam-masa.html
https://tdjamaluddin2.wordpress.com/2006/09/05/ruang-waktu/
https://tdjamaluddin.wordpress.com/1-t-djamaluddin-thomas-djamaluddin/□□□

Menguak Makna Alam Semesta Dimana Kita Hidup 1




Kata Pengantar

Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya di antara jalan menuju surga (sejahtera  hidup di dunia dan akhirat).

Sesungguhnya malaikat meletakkan sayapnya sebagai tanda ridha pada penuntut ilmu.

Sesungguhnya orang yang berilmu dimintai ampun oleh setiap penduduk langit dan bumi, sampaipun ikan yang berada dalam air.

[Al-Hadits]


S

eandainya kita mengetahui keutamaan ilmu, maka pasti akan semakin semangat untuk belajar Islam. Yaitu ayat-ayat Kauniyyah-Nya, seperti  ilmu yang terdapat di alam semesta - Kosmologi, Astronomi, Fisika, Ilmu Bumi, Ilmu Khewan, Ilmu Tumbuhan, Ilmu Manusia dengan segenap aspek dan cabang-cabangnya, dst.

Firman Allah Azza wa Jalla menyebutkan:

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat ayat-ayat (tanda-tanda, isyarat-isyarat, clues) bagi orang yang berakal (ulil albab, peneliti, ilmuwan)”. [QS Āli ‘Imrān 3:190]

Dilanjutkan ke ayat berikut 191, surat ke-3, surat Āli ‘Imrān:

“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi sambil berkata “Wahai Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia.”

Dan ayat-ayat Qauliyyah-Nya (Al-Quran dan Al-Hadist, dst.) sebagai buku petunjuk hidup manusia agar aman, damai, adil dan sejahtera di dunia dan akhirat.

Dengan dua ayat 190 dan 191 yang terdapat dalam surat Āli ‘Imrān, tahulah kita sekarang keutamaan mengenal Ilmu dan Tuhan Penciptanya semakin membuat seseorang dekat dengan Allah, diridhai malaikat dan penduduk langit, juga bumi tunduk, maka itu sudah menjadi keutamaan yang luar biasa dari ilmu yang didapatnya, ilmu yang dimengertinya dan selanjutnya mengamalkan “ilmu yang telah ada itu”.

Diriwayatkanlah oleh Aisyah ra(u) bahwa Rasulullah saw minta izin untuk beribadah pada suatu malam, kemudian bangunlah dan berwudu lalu shalat. Saat shalat beliau menangis karena merenungkan ayat yang dibacanya. Setelah shalat beliau duduk memuji Allah dan kembali menangis lagi hingga air matanya membasahi tanah.

Setelah Bilal datang untuk azan subuh dan melihat Nabi saw menangis ia bertanya, “Wahai Rasulullah, kenapa engkau menangis, padahal Allah swt telah mengampuni dosa-dosa engkau baik yang terdahulu maupun yang akan datang?” Nabi menjawab, “Apakah tidak boleh aku menjadi hamba yang bersyukur kepada Allah swt?” Bagaimana aku tidak menangis, pada malam ini Allah swt telah menurunkan ayat kepadaku. Kemudian beliau berkata, “alangkah ruginya dan celakanya orang-orang yang membaca ayat ini (QS 3:190-191) tetapi tidak merenungi kandungannya.”

Memikirkan terciptanya siang dan malam serta silih bergantinya secara teratur, menghasilkan perhitungan waktu bagi kehidupan manusia. Semua itu menjadi tanda kebesaran Allah swt bagi orang-orang yang berakal sehat (common sense). Selanjutnya mereka akan berkesimpulan bahwa tidak ada satu pun ciptaan Tuhan yang sia-sia, karena semua ciptaan-Nya adalah inspirasi bagi orang berakal.

Pada ayat 191 surat Āli ‘Imrān Allah swt menjelaskan ciri khas orang yang berakal, yaitu apabila memperhatikan sesuatu, selalu memperoleh manfaat dan terinspirasi oleh tanda-tanda besaran Allah swt di alam ini. Ia selalu ingat Allah swt dalam segala keadaan, baik waktu berdiri, duduk, maupun berbaring. Setiap waktunya diisi untuk memikirkan keajaiban-keajaiban yang terdapat dalam ciptaan-Nya yang menggambarkan kesempurnaan-Nya.

Penciptaan langit dan bumi serta pergantian siang dan malam benar-benar merupakan masalah yang sangat rumit dan kompleks, yang terus menerus menjadi lahan penelitian manusia, sejak awal lahirnya peradaban. Banyak ayat yang menantang manusia untuk meneliti alam raya ini, di antaranya adalah QS al-A’raf 7:54, Sungguh, Tuhanmu (adalah) Allah yang menciptakan langit dan dalam enam masa. Baca: Penciptaan Alam Semesta Dalam Enam Masa.

Rasulullah saw bersabda:

Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya di antara jalan menuju surga (kemakmuran hidup di dunia dan akhirat). Sesungguhnya malaikat meletakkan sayapnya sebagai tanda ridha pada penuntut ilmu. Sesungguhnya orang yang berilmu dimintai ampun oleh setiap penduduk langit dan bumi, sampaipun ikan yang berada dalam air. Sesungguhnya keutamaan orang yang berilmu dibanding ahli ibadah adalah seperti perbandingan bulan di malam badar dari bintang-bintang lainnya. Sesungguhnya ulama (orang yang berilmu) adalah pewaris para Nabi. Sesungguhnya Nabi tidaklah mewariskan dinar (uang emas) dan tidak pula dirham (uang perak).  Barangsiapa yang mewariskan ilmu, maka sungguh ia telah mendapatkan keberuntungan yang besar.” [HR Abu Daud n’ 3641. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih].

Dan sungguh sangat indah, hadits tersebut diatas, dan apa yang dikatakan Ibnul Qayyim, “Seandainya keutamaan ilmu hanyalah kedekatan pada Rabbul ‘Ālamīn (Rabb, Tuhan alam semesta), dikaitkan dengan para malaikat, berteman dengan penduduk langit, maka itu sudah mencukupi untuk menerangkan akan keutamaan ilmu. Apalagi kemuliaan dunia dan akhirat senentiasa meliputi orang yang berilmu dan dengan ilmulah syarat untuk mencapainya. [Miftah Dāris Sa’ādah, 1:104].

Nah dalam pembahasan tajuk “Menguak Makna Alam Semesta Dimana Kita Hidup” sumber utamanya diambil dari tulisan Prof. Dr. T. Djamaluddin, seorang ilmuan astronomi. Ilmunya, sebagai ayat Kauniyah di alam semesta, yang dikaitkan dengan ayat Qauliah (ayat Al-Quran dan Al-Hadits) yang bertalian dengan ilmu yang dibahasnya akan dipaparkan dalam bab-bab berikutnya.

Pembahasan dari tajuk ini terdiri dari beberapa bab sebagai berikut: Kata Pengantar, seperti telah diuraikan diatas; Dan berikutnya: Pendahuluan; Bahasa Universal Alam Semesta; Evolusi Alam Semesta; Evolusi Alam Semesta Dalam Prespektif Al-Quran; Ikhlas Bersama Ruang dan Waktu; Kesimpulan Ruang dan Waktu bagi Manusia; Penutup. Terlampir profil dan aktifitas dari Prof. Dr. T. Djamaluddin dimuat pula dalam blog ini. Mari ikuti bab berikut dan bab selanjutnya sampai Penutup.


Pendahuluan

S

ejarah ruang dan waktu tidak terlepas dari sejarah alam semesta. Ruang dan waktu terbentuk bersamaan dengan pembentukan alam semesta. Tidak ada ruang di luar alam semesta. Dan tidak ada waktu sebelum ada alam semesta. Namun, dalam kajian fisika definisi waktu telah disederhanakan, tidak tepat lagi dengan pemahamanan manusiawi. Kadang sulit difahami dengan nalar awam.

Dalam kehidupan sehari-hari, pengalaman manusiawi terbagi dalam dua kelompok: Pertama: Hal-hal yang objektif yang dapat dikenali dengan pancaindera, ada dan tersebar dalam ruang. Kedua: Hal-hal subjektif seperti: ide, pemikiran, kesadaran diri, emosi, dan sejenisnya, ada tersebar dalam waktu. Tidak dapat digambarkan dalam dunia “nyata”, tetapi dapat disadari adanya yang dapat diungkapan melalui waktu seperti: waktu masa lalu, sekarang, dan akan datang. Dalam fisika, waktu disederhanakan hanya apa yang tampak pada arloji (jam tangan, jam dinding, jam di cellphone) atau pengukur waktu lainnya misalnya, detak jantung, jumlah ayunan bandul, rotasi bumi, atau getaran atom.

Artikel ringkas ini sekilas mengulas sejarah alam semesta yang juga sejarah ruang dan waktu. Dimulai dengan bahasa universalnya guna memahami bagaimana alam bercerita tentang sejarah dirinya. Kemudian sekilas mengenal posisi kita, manusia, di alam semesta yang sebenarnya secara fisik, besar tubuh jasadnya (bukan ruhnya), tidak ada artinya dibandingkan dengan keluasan alam raya. Upaya memahami sejarah lahirnya alam semesta beserta evolusinya, diulas dengan hasil-hasil sains terbaru, diungkapkan secara ringkas mulai dari alam semesta secara keseluruhan sampai tata surya dan bumi. Juga diulas evolusi alam semesta dalam persepsi Al-Quran.

Walau tidak dibahas secara mendalam, ulasan tentang evolusi alam dimaksudkan juga untuk meluruskan antipati umat terhadap sains karena kontroversi yang bersumber dari analisis yang keliru. Evolusi - termasuk evolusi makhluk hidup, adalah keniscayaan di alam yang sering disalahartikan dan dirancukan banyak orang hingga banyak ditentang kaum agamawan yang tidak faham. Analisis sosiologis digunakan untuk membantah teori sains, suatu hal yang tidak tepat.

Terakhir, untuk memaknai penjelajahan intelektualitas berbasis sains tersebut, diulas sekilas makna ikhlas dari pemahaman sejarah ruang dan waktu.


Bahasa Universal Alam Semesta
         
Yang dimaksud dengan “Bahasa Universal” dari alam semesta, yaitu bahasa untuk memahami alam semesta, digunakan oleh para ahli atau ilmuan astronomi (astronom). Dalam astronomi, bahasa universal adalah cahaya atau lebih umumnya gelombang elektromagnetik (EM), termasuk sinar-X, sinar ultra violet, sinar infra merah, dan gelombang radio. Semua benda langit bercerita tentang dirinya dengan pancaran gelombang EM. Fisika dan matematika menjadi juru bahasanya.

           Objek yang sangat panas, seperti pada peristiwa tumbukan materi yang sangat kuat akibat tarikan Lubang Hitam (Black Hole), bercerita tentang dirinya
dengan pancaran sinar-X. Dengan fisika dapat ditafsirkan bahwa objek itu sangat panas dan dapat dikaji apa yang mungkin menyebabkannya. Objek-objek yang sangat dingin, seperti "embrio" bintang (protostar), bercerita banyak kepada astronom (ilmuan atau ahli astronomi) dengan pancaran sinar infra merah dan gelombang radio. Galaksi-galaksi yang sedang berlari menjauh memberikan pesan lewat spektrum cahayanya yang bergeser ke arah merah (red shift).

           Sayangnya, sebagian besar materi di alam semesta tak memancarkan gelombang EM tersebut.  Itulah yang dinamakan "dark matter" (materi gelap).
‘Materi gelap’ itu mencakup objek raksasa yang runtuh ke dalam intinya
(misalnya Black Hole atau Lubang Hitam yang menyerap semua cahaya), objek  seperti bintang  namun bermassa kecil hingga tak mampu memantik reaksi nuklir di dalamnya (yaitu objek katai coklat), atau partikel‑partikel subelementer.

Penemuan di penghujung abad 20 baru lalu bahkan lebih mengagetkan (karena tidak terduga sebelumnya) para pakar kosmologi sendiri: Ternyata hanya 4% isi alam semesta yang kita kenali materinya (materi barionik, terbuat dari proton dan netron). Selebihnya 23% ‘materi gelap’ (non-barionik) dan 73% berupa ‘energi gelap’ (dark energy, istilah baru dalam kosmologi modern).




           ‘Materi gelap’ ini ibarat orang bisu. Kita tak dapat mendengar kisah mereka tetapi kita yakin mereka ada dihadapan kita. Kita hanya bisa menangkap isyarat‑isyarat yang diberikannya. Isyarat‑isyarat tak langsung itulah yang ditangkap oleh para astrofisikawan untuk mendengar kisah "materi gelap." Isyarat-isyarat itu bisa berupa pancaran sinar‑X dari bintang yang berpasangan dengan Black Hole atau dari efek gravitasi pada objek di dekatnya.

           Sekedar contoh, inilah cara Black Hole bercerita bahwa dirinya ada. Pancaran sinar-X yang kuat bisa bercerita bahwa di sana ada obyek yang sangat panas. Dengan telaah fisika kemudian diketahui bahwa panas itu terjadi karena ada materi dari suatu bintang yang sedang disedot oleh benda yang kecil tapi bermassa sangat besar yang menjadi pasangannya. Materi yang jatuh pada bidang yang sempit di sekitar benda penyedot itulah menimbulkan panas yang sangat tinggi yang akhirnya memancarkan sinar-X. Dari isyarat-isyarat lainnya disimpulkan bahwa penyebab perpindahan materi itu adalah sebuah Black Hole yang sedang menyedot materi dari bintang pasangannya, seperti teramati pada posisi objek di Cygnus X-1.

           Kini di awal abad 21, ‘materi gelap’ makin gelap lagi. Observasi astronomi masih sulit mendeteksi keberadaannya, karena mulai bergeser ke pengertian yang lebih sempit sebagai materi non-barionik. Hanya fisika partikel yang kini diharapkan menjadi ‘juru bahasanya’ dari ungkapan-ungkapan abstrak matematis. Dari tiga jenis partikel anggota ‘materi gelap’, baru netrino yang sedikit dikenali. Selebihnya masih dianggap materi hipotetik: axion dan neutralino.  Billahit Taufiq wal-Hidayah. AFM