Friday, September 16, 2016

Menguak Makna Alam Semesta Dimana Kita Hidup 1




Kata Pengantar

Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya di antara jalan menuju surga (sejahtera  hidup di dunia dan akhirat).

Sesungguhnya malaikat meletakkan sayapnya sebagai tanda ridha pada penuntut ilmu.

Sesungguhnya orang yang berilmu dimintai ampun oleh setiap penduduk langit dan bumi, sampaipun ikan yang berada dalam air.

[Al-Hadits]


S

eandainya kita mengetahui keutamaan ilmu, maka pasti akan semakin semangat untuk belajar Islam. Yaitu ayat-ayat Kauniyyah-Nya, seperti  ilmu yang terdapat di alam semesta - Kosmologi, Astronomi, Fisika, Ilmu Bumi, Ilmu Khewan, Ilmu Tumbuhan, Ilmu Manusia dengan segenap aspek dan cabang-cabangnya, dst.

Firman Allah Azza wa Jalla menyebutkan:

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat ayat-ayat (tanda-tanda, isyarat-isyarat, clues) bagi orang yang berakal (ulil albab, peneliti, ilmuwan)”. [QS Āli ‘Imrān 3:190]

Dilanjutkan ke ayat berikut 191, surat ke-3, surat Āli ‘Imrān:

“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi sambil berkata “Wahai Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia.”

Dan ayat-ayat Qauliyyah-Nya (Al-Quran dan Al-Hadist, dst.) sebagai buku petunjuk hidup manusia agar aman, damai, adil dan sejahtera di dunia dan akhirat.

Dengan dua ayat 190 dan 191 yang terdapat dalam surat Āli ‘Imrān, tahulah kita sekarang keutamaan mengenal Ilmu dan Tuhan Penciptanya semakin membuat seseorang dekat dengan Allah, diridhai malaikat dan penduduk langit, juga bumi tunduk, maka itu sudah menjadi keutamaan yang luar biasa dari ilmu yang didapatnya, ilmu yang dimengertinya dan selanjutnya mengamalkan “ilmu yang telah ada itu”.

Diriwayatkanlah oleh Aisyah ra(u) bahwa Rasulullah saw minta izin untuk beribadah pada suatu malam, kemudian bangunlah dan berwudu lalu shalat. Saat shalat beliau menangis karena merenungkan ayat yang dibacanya. Setelah shalat beliau duduk memuji Allah dan kembali menangis lagi hingga air matanya membasahi tanah.

Setelah Bilal datang untuk azan subuh dan melihat Nabi saw menangis ia bertanya, “Wahai Rasulullah, kenapa engkau menangis, padahal Allah swt telah mengampuni dosa-dosa engkau baik yang terdahulu maupun yang akan datang?” Nabi menjawab, “Apakah tidak boleh aku menjadi hamba yang bersyukur kepada Allah swt?” Bagaimana aku tidak menangis, pada malam ini Allah swt telah menurunkan ayat kepadaku. Kemudian beliau berkata, “alangkah ruginya dan celakanya orang-orang yang membaca ayat ini (QS 3:190-191) tetapi tidak merenungi kandungannya.”

Memikirkan terciptanya siang dan malam serta silih bergantinya secara teratur, menghasilkan perhitungan waktu bagi kehidupan manusia. Semua itu menjadi tanda kebesaran Allah swt bagi orang-orang yang berakal sehat (common sense). Selanjutnya mereka akan berkesimpulan bahwa tidak ada satu pun ciptaan Tuhan yang sia-sia, karena semua ciptaan-Nya adalah inspirasi bagi orang berakal.

Pada ayat 191 surat Āli ‘Imrān Allah swt menjelaskan ciri khas orang yang berakal, yaitu apabila memperhatikan sesuatu, selalu memperoleh manfaat dan terinspirasi oleh tanda-tanda besaran Allah swt di alam ini. Ia selalu ingat Allah swt dalam segala keadaan, baik waktu berdiri, duduk, maupun berbaring. Setiap waktunya diisi untuk memikirkan keajaiban-keajaiban yang terdapat dalam ciptaan-Nya yang menggambarkan kesempurnaan-Nya.

Penciptaan langit dan bumi serta pergantian siang dan malam benar-benar merupakan masalah yang sangat rumit dan kompleks, yang terus menerus menjadi lahan penelitian manusia, sejak awal lahirnya peradaban. Banyak ayat yang menantang manusia untuk meneliti alam raya ini, di antaranya adalah QS al-A’raf 7:54, Sungguh, Tuhanmu (adalah) Allah yang menciptakan langit dan dalam enam masa. Baca: Penciptaan Alam Semesta Dalam Enam Masa.

Rasulullah saw bersabda:

Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya di antara jalan menuju surga (kemakmuran hidup di dunia dan akhirat). Sesungguhnya malaikat meletakkan sayapnya sebagai tanda ridha pada penuntut ilmu. Sesungguhnya orang yang berilmu dimintai ampun oleh setiap penduduk langit dan bumi, sampaipun ikan yang berada dalam air. Sesungguhnya keutamaan orang yang berilmu dibanding ahli ibadah adalah seperti perbandingan bulan di malam badar dari bintang-bintang lainnya. Sesungguhnya ulama (orang yang berilmu) adalah pewaris para Nabi. Sesungguhnya Nabi tidaklah mewariskan dinar (uang emas) dan tidak pula dirham (uang perak).  Barangsiapa yang mewariskan ilmu, maka sungguh ia telah mendapatkan keberuntungan yang besar.” [HR Abu Daud n’ 3641. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih].

Dan sungguh sangat indah, hadits tersebut diatas, dan apa yang dikatakan Ibnul Qayyim, “Seandainya keutamaan ilmu hanyalah kedekatan pada Rabbul ‘Ālamīn (Rabb, Tuhan alam semesta), dikaitkan dengan para malaikat, berteman dengan penduduk langit, maka itu sudah mencukupi untuk menerangkan akan keutamaan ilmu. Apalagi kemuliaan dunia dan akhirat senentiasa meliputi orang yang berilmu dan dengan ilmulah syarat untuk mencapainya. [Miftah Dāris Sa’ādah, 1:104].

Nah dalam pembahasan tajuk “Menguak Makna Alam Semesta Dimana Kita Hidup” sumber utamanya diambil dari tulisan Prof. Dr. T. Djamaluddin, seorang ilmuan astronomi. Ilmunya, sebagai ayat Kauniyah di alam semesta, yang dikaitkan dengan ayat Qauliah (ayat Al-Quran dan Al-Hadits) yang bertalian dengan ilmu yang dibahasnya akan dipaparkan dalam bab-bab berikutnya.

Pembahasan dari tajuk ini terdiri dari beberapa bab sebagai berikut: Kata Pengantar, seperti telah diuraikan diatas; Dan berikutnya: Pendahuluan; Bahasa Universal Alam Semesta; Evolusi Alam Semesta; Evolusi Alam Semesta Dalam Prespektif Al-Quran; Ikhlas Bersama Ruang dan Waktu; Kesimpulan Ruang dan Waktu bagi Manusia; Penutup. Terlampir profil dan aktifitas dari Prof. Dr. T. Djamaluddin dimuat pula dalam blog ini. Mari ikuti bab berikut dan bab selanjutnya sampai Penutup.


Pendahuluan

S

ejarah ruang dan waktu tidak terlepas dari sejarah alam semesta. Ruang dan waktu terbentuk bersamaan dengan pembentukan alam semesta. Tidak ada ruang di luar alam semesta. Dan tidak ada waktu sebelum ada alam semesta. Namun, dalam kajian fisika definisi waktu telah disederhanakan, tidak tepat lagi dengan pemahamanan manusiawi. Kadang sulit difahami dengan nalar awam.

Dalam kehidupan sehari-hari, pengalaman manusiawi terbagi dalam dua kelompok: Pertama: Hal-hal yang objektif yang dapat dikenali dengan pancaindera, ada dan tersebar dalam ruang. Kedua: Hal-hal subjektif seperti: ide, pemikiran, kesadaran diri, emosi, dan sejenisnya, ada tersebar dalam waktu. Tidak dapat digambarkan dalam dunia “nyata”, tetapi dapat disadari adanya yang dapat diungkapan melalui waktu seperti: waktu masa lalu, sekarang, dan akan datang. Dalam fisika, waktu disederhanakan hanya apa yang tampak pada arloji (jam tangan, jam dinding, jam di cellphone) atau pengukur waktu lainnya misalnya, detak jantung, jumlah ayunan bandul, rotasi bumi, atau getaran atom.

Artikel ringkas ini sekilas mengulas sejarah alam semesta yang juga sejarah ruang dan waktu. Dimulai dengan bahasa universalnya guna memahami bagaimana alam bercerita tentang sejarah dirinya. Kemudian sekilas mengenal posisi kita, manusia, di alam semesta yang sebenarnya secara fisik, besar tubuh jasadnya (bukan ruhnya), tidak ada artinya dibandingkan dengan keluasan alam raya. Upaya memahami sejarah lahirnya alam semesta beserta evolusinya, diulas dengan hasil-hasil sains terbaru, diungkapkan secara ringkas mulai dari alam semesta secara keseluruhan sampai tata surya dan bumi. Juga diulas evolusi alam semesta dalam persepsi Al-Quran.

Walau tidak dibahas secara mendalam, ulasan tentang evolusi alam dimaksudkan juga untuk meluruskan antipati umat terhadap sains karena kontroversi yang bersumber dari analisis yang keliru. Evolusi - termasuk evolusi makhluk hidup, adalah keniscayaan di alam yang sering disalahartikan dan dirancukan banyak orang hingga banyak ditentang kaum agamawan yang tidak faham. Analisis sosiologis digunakan untuk membantah teori sains, suatu hal yang tidak tepat.

Terakhir, untuk memaknai penjelajahan intelektualitas berbasis sains tersebut, diulas sekilas makna ikhlas dari pemahaman sejarah ruang dan waktu.


Bahasa Universal Alam Semesta
         
Yang dimaksud dengan “Bahasa Universal” dari alam semesta, yaitu bahasa untuk memahami alam semesta, digunakan oleh para ahli atau ilmuan astronomi (astronom). Dalam astronomi, bahasa universal adalah cahaya atau lebih umumnya gelombang elektromagnetik (EM), termasuk sinar-X, sinar ultra violet, sinar infra merah, dan gelombang radio. Semua benda langit bercerita tentang dirinya dengan pancaran gelombang EM. Fisika dan matematika menjadi juru bahasanya.

           Objek yang sangat panas, seperti pada peristiwa tumbukan materi yang sangat kuat akibat tarikan Lubang Hitam (Black Hole), bercerita tentang dirinya
dengan pancaran sinar-X. Dengan fisika dapat ditafsirkan bahwa objek itu sangat panas dan dapat dikaji apa yang mungkin menyebabkannya. Objek-objek yang sangat dingin, seperti "embrio" bintang (protostar), bercerita banyak kepada astronom (ilmuan atau ahli astronomi) dengan pancaran sinar infra merah dan gelombang radio. Galaksi-galaksi yang sedang berlari menjauh memberikan pesan lewat spektrum cahayanya yang bergeser ke arah merah (red shift).

           Sayangnya, sebagian besar materi di alam semesta tak memancarkan gelombang EM tersebut.  Itulah yang dinamakan "dark matter" (materi gelap).
‘Materi gelap’ itu mencakup objek raksasa yang runtuh ke dalam intinya
(misalnya Black Hole atau Lubang Hitam yang menyerap semua cahaya), objek  seperti bintang  namun bermassa kecil hingga tak mampu memantik reaksi nuklir di dalamnya (yaitu objek katai coklat), atau partikel‑partikel subelementer.

Penemuan di penghujung abad 20 baru lalu bahkan lebih mengagetkan (karena tidak terduga sebelumnya) para pakar kosmologi sendiri: Ternyata hanya 4% isi alam semesta yang kita kenali materinya (materi barionik, terbuat dari proton dan netron). Selebihnya 23% ‘materi gelap’ (non-barionik) dan 73% berupa ‘energi gelap’ (dark energy, istilah baru dalam kosmologi modern).




           ‘Materi gelap’ ini ibarat orang bisu. Kita tak dapat mendengar kisah mereka tetapi kita yakin mereka ada dihadapan kita. Kita hanya bisa menangkap isyarat‑isyarat yang diberikannya. Isyarat‑isyarat tak langsung itulah yang ditangkap oleh para astrofisikawan untuk mendengar kisah "materi gelap." Isyarat-isyarat itu bisa berupa pancaran sinar‑X dari bintang yang berpasangan dengan Black Hole atau dari efek gravitasi pada objek di dekatnya.

           Sekedar contoh, inilah cara Black Hole bercerita bahwa dirinya ada. Pancaran sinar-X yang kuat bisa bercerita bahwa di sana ada obyek yang sangat panas. Dengan telaah fisika kemudian diketahui bahwa panas itu terjadi karena ada materi dari suatu bintang yang sedang disedot oleh benda yang kecil tapi bermassa sangat besar yang menjadi pasangannya. Materi yang jatuh pada bidang yang sempit di sekitar benda penyedot itulah menimbulkan panas yang sangat tinggi yang akhirnya memancarkan sinar-X. Dari isyarat-isyarat lainnya disimpulkan bahwa penyebab perpindahan materi itu adalah sebuah Black Hole yang sedang menyedot materi dari bintang pasangannya, seperti teramati pada posisi objek di Cygnus X-1.

           Kini di awal abad 21, ‘materi gelap’ makin gelap lagi. Observasi astronomi masih sulit mendeteksi keberadaannya, karena mulai bergeser ke pengertian yang lebih sempit sebagai materi non-barionik. Hanya fisika partikel yang kini diharapkan menjadi ‘juru bahasanya’ dari ungkapan-ungkapan abstrak matematis. Dari tiga jenis partikel anggota ‘materi gelap’, baru netrino yang sedikit dikenali. Selebihnya masih dianggap materi hipotetik: axion dan neutralino.  Billahit Taufiq wal-Hidayah. AFM