KECEMERLANGAN
SYEIKH AHMAD KHATIB AL-MINANGKABAUI
KATA
PENGANTAR
A
|
yah Ahmad adalah Abdul Lathif, anak adik Tuanku
Laras di Kota Gadang, di akhir abad ke-19. Ibunya Limbak Urai binti Tuanku Nan
Rancak, berasal dari Empat Angkat, pusat kaum Paderi 50 tahun sebelum itu.
Ahmad masuk ke Sekolah Umum (Kweek School)
disebut juga Sekolah Raja yang baru didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda. Sebelumnya
belajar agama Islam dan membaca Al-Qur’an dari Ayahnya. Setamat dari sekolah
umum Ahmad melanjutkan pelajarannya ke negeri Makkah. Ahmad, kemudian dikenal
dengan nama Ahmad Khatib.
Sesampai di Makkah berkat kesungguhan hatinya
mempelajari agama, apalagi dasar-dasar ilmu umum telah ada pula karena
bersekolah di Sekolah Umum, dia telah menjadi salah seorang Ulama yang
mempunyai riwayat dan cita-cita luar biasa. Ilmunya mendapat penghargaan
tinggi, sampai dia mendapat jabatan imam dan khatib mazhab Syafi'i di dalam
Masjidil Haram, termasuk orang-orang yang sangat terkemuka di negeri Makkah,
turut duduk di dalam majelis Syarif-syarif. Murid-murid pun datanglah
berduyun-duyun dari penjuru Nusantara dan Malaka
Murid-Murid
Syekh Ahmad Khatib
Di antara murid-murid Syekh Ahmad Khatib dari
Sumatera Barat ialah Syekh Muhammad Jamil Jambek, Almarhum Dr. Abdul Karim
Amrullah, Almarhum Dr. Abdullah Ahmad. Almarhum Syekh Jamil Jaho, Almarhum
Syekh Muhammad Zein Simabur, Almarhum Syekh Muhammad Zein Lantai Batu, Almarhum
Syekh Thaib Sungayang.
Murid-murid Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabaui dari
Nusantara dan diluar Nusantara ialah Almarhum Syekh Abbas Padang Jepang,
Almarhum Syekh Abdul Lathif Panambatan, Almarhum Syekh Hasan Ma'sum Mufti
Kerajaan Deli. Almarhum Syekh Muhammad Nur Mufti Kerajaan Langkat. Di
Mandahiling Syekh Abdul Qadir Al Mandili. Di Malaya Almarhum Syekh Thahir
Jalaluddin dan Almarhum Syekh Abdullah Shalih bekas Mufti kerajaan Johor. Di
Jawa: Kiyai H. Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah di Yogyakarta dan Kiyahi H.
Adnan di Solo.
PENDAHULUAN
P
|
ada masa pra kemerdekaan banyak ulama besar
Indonesia sebelumnya menuntut ilmu di Makkah selepas menunaikan ibadah haji.
Proses pelaksanaannya bukan dalam bentuk kuliah formal, namun belajar bersama para
guru besar imam Masjidil Haram seperti layaknya mengaji.
Dalam perkembangan menuntut ilmu di Makkah,
kecerdasan calon ulama Nusantara diakui oleh ulama Makkah bahkan ada beberapa
yang dinobatkan sebagai imam Masjid Al-Haram, demikian pula halnya yang dialami
langsung oleh Syeikh Ahmad Khatib Al Minangkabawi. Nama asli putra Minang yang
pernah menjadi imam Masjid Al-Haram ini adalah Ahmad Khatib bin Abdul Latif
Al-Minangkabawi, ia merupakan tokoh kelahiran Koto Tuo, Balai Gurah, Ampek
Angkek Candung, Agam, Sumatera Barat.
Nasab
Beliau bernama lengkap Al-‘Allamah Asy Syaikhul
Ahmad Khatib Rahimahullah bin ‘Abdul Lathif bin ‘Abdurrahman bin ‘Abdullah bin
‘Abdul ‘Aziz Al Khathib Al Minangkabawi Al Jawi Al Makkiy Asy Syafi’i Al Atsari
rahimahullah.
Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah Al Khatib
berasal dari Koto Tuo, Kenagarian Balai Gurah, Kecamatan Ampek Angkek Candung,
Kabupaten Agam, Propinsi Sumatera Barat. Ahmad Khatib lahir pada hari Senin 6
Dzul Hijjah 1276 H (26 Mei 1860 M). Ibunya bernama Limbak Urai binti Tuanku Nan
Rancak. Ayahnya bernama 'Abdul Lathif yang berasal dari Koto Gadang. ‘Abdullah,
kakek Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah atau buyut menurut riwayat lain,
adalah seorang ulama kenamaan. Oleh masyarakat Koto Gadang, ‘Abdullah ditunjuk
sebagai imam dan khathib. Sejak itulah gelar Khatib Nagari melekat dibelakang
namanya dan berlanjut ke keturunannya di kemudian hari.
Awal
Perjalanan Pendidilannya Ke Makkah
Ketika masih di kampung Ahmad Khatib kecil
sempat mengenyam pendidikan formal, yaitu pendidikan dasar dan berlanjut ke
Sekolah Raja atau Kweek School dan
tamat tahun 1871. Selain belajar pada lembaga pendidikan formal yang dikelola
Belanda, Ahmad kecil juga mempelajari mabadi’ (dasar-dasar) ilmu agama
dari Syaikh ‘Abdul Lathif yang merupakan ayah kandungnya sendiri. Dari sang
ayah pula, Ahmad kecil menghafal Al-Qur’an dan berhasil menghafalkan beberapa
juz.
Pada tahun 1287 H, Ahmad kecil, umur 10, diajak
oleh sang ayah, ‘Abdul Lathif, ke Tanah Suci Makkah untuk menunaikan ibadah
haji. Setelah rangkaian ibadah haji selesai ditunaikan, ‘Abdullah kembali ke
Sumatera Barat sementara Ahmad tetap tinggal di Makkah untuk menyelesaikan
hafalan Al-Qur’annya. Ia menuntut pula ilmu dari para ulama-ulama Makkah
terutama yang mengajar di Masjid Al-Haram.
Di antara guru-guru Syaikhul Ahmad Khatib
Rahimahullah di Makkah adalah Sayyid ‘Umar bin Muhammad bin Mahmud Syatha Al
Makki Asy Syafi’i (1259-1330 H), Sayyid ‘Utsman bin Muhammad Syatha Al Makki
Asy Syafi’i (1263-1295 H), Sayyid Bakri bin Muhammad Zainul ‘Abidin Syatha Ad
Dimyathi Al Makki Asy Syafi’i (1266-1310 H) - penulis I’anatuth Thalibin.
Dalam Ensiklopedi Ulama Nusantara dan Cahaya dan
Perajut Persatuan mencatat beberapa ulama lain sebagai guru Syaikhul Ahmad
Khatib Rahimahullah yaitu, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan (wafat 1304 H) –mufti
Madzhab Syafi’i di Makkah, Yahya Al Qalyubi Muhammad Shalih Al Kurdi.
Ketekunan
Belajar dan Kecermelangannya
Mengenai bagaimana semangat Syaikhul Ahmad
Khatib Rahimahullah dalam thalabul ‘ilmi, mari dengarkan penuturan
seorang ulama yang sezaman dengannya, yaitu Syaikh ‘Umar ‘Abdul Jabbar Rahimahullah
dalam Siyar wa Tarajim halaman 38-39, “…Ia adalah santri teladan dalam
semangat, kesungguhan, dan ketekunan dalam menuntut ilmu serta bermudzakarah
malam dan siang dalam pelbagai disiplin ilmu. Karena semangat dan ketekunannya
dalam muthala’ah dalam ilmu pasti seperti matematika (ilmu hitung),
aljabar, perbandingan, tehnik (handasah), haiyat, pembagian
waris, ilmu miqat, dan zij, ia dapat menulis buku dalam disiplin ilmu-ilmu itu
tanpa mempelajarinya dari guru (baca: otodidak – belajar sendiri).”
Selain mempelajari ilmu Islam, Ahmad juga gemar
mempelajari ilmu-ilmu keduniaan (ilmu kauniyyah) yang mendudkung ilmu dīnnya seperti ilmu pasti untuk membantu
menghitung waris dan juga bahasa Inggris sampai betul-betul kokoh.
Minat dan Ilmu-Ilmu Yang Di Pelajarinya
Ahmad Khatib mendalam ilmu umumnya, selain
dikenal cerdas dalam memahami ilmu agama. Ahmad juga dikenal sebagai ulama yang
menguasai, sejarah, aljabar, ilmu falak, ilmu hitung, dan ilmu ukur (geometri).
Dalam ilmu fikih, ia mendalami fikih mazhab Syafi’i, bahkan beliau dijuluki
sebagai tiang tengah dari mazhab Syafi’i dalam dunia Islam pada permulaan abad
ke-20.
Perhatiannya terhadap hukum waris juga sangat
tinggi, kepakarannya dalam mawarits (hukum waris) telah membawa
pembaharuan adat Minang dalam hukum waris adat yang bertentangan dengan
Islam. Martin van Bruinessen mengatakan, karena sikap reformis inilah
akhirnya al-Minangkabawi semakin terkenal. Salah satu kritik Syeikh Ahmad
Khatib yang cukup keras termaktub di dalam kitabnya Irsyadul Hajara fi
Raddhi ‘alan Nashara. Pada kitab ini, ia menolak doktrin trinitas
Kristen yang dipandangnya sebagai konsep Tuhan yang ambigu.
Ahmad Khatib pun dikenal sebagai ulama yang
rasional, namun menurutnya Islam itu tidak mungkin memusuhi kebudayaan.
Menurutnya dalam Islam menjunjung nilai persamaan, kebangsaan, hasrat untuk
maju dan rasionalisme. Pendapatnya ini menjadi keunggulan tersendiri dari
Syekh Ahmad Khatib dalam memberikan pelajaran kepada muridnya. Ia juga
merupakan ulama yang menolak sikap sikap fanatik buta (taqlid).
Pemahaman dan pendalaman dari Syekh Ahmad Khatib
Al-Minangkabawi ini, kemudian dilanjutkan oleh gerakan pembaruan di Minangkabau,
melalui tabligh, diskusi, dan muzakarah ulama dan zu’ama (para
pemimpin), penerbitan brosur dan surat-kabar pergerakan, pendirian
sekolah-sekolah seperti madrasah-madrasah Sumatera Thawalib.
Pengangkatan Ahmad Khatib Menjadi Imam Masjid Al-Haram
Semasa lajang, Ahmad Khatib merupakan sosok yang
rajin belajar dan suka membaca, ia kerap mengunjungi toko buku milik Muhammad
Shalih Al-Kurdi yang terletak di dekat Masjid Al-Haram. Kala itu Ahmad Khatib
sering membeli kitab di toko buku ini, namun manakala ia tidak memiliki uang,
ia tetap berkunjung saja dan membaca buku hingga selesai. Kebiasaannya seperti
ini dipandang oleh Al-Kurdi sebagai bentuk kecintaan terhadap ilmu, sehingga
hal tersebut menarik perhatian khusus Al-Kurdi terhadap Ahmad Khatib.
Karena Al-Kurdi tertarik atas perangai serta
keuletan Ahmad Khatib dalam menuntut ilmu, maka muncullah keinginan Al-Kurdi
untuk mengangkat Ahmad Khatib menjadi menantunya. Al-Kurdi hendak menjodohkan
Ahmad Khatib dengan putrinya yang bernama Khadijah. Awalnya penawaran Al-Kurdi
sempat ditolak oleh Ahmad Khatib karena ia merasa belum siap untuk menikah,
sebab saat itu Ahmad belum memiliki penghasilan tetap sementara ia masih dalam
tahap menuntut ilmu.
Namun setelah Al-Kurdi menyatakan akan menanggung
semua biaya pernikahan hingga biaya hidup setelah menikah, lantas Ahmad pun
memunuhi permintaan Al-Kurdi untuk menikah dengan putrinya. Dari pernikahan
tersebut Ahmad Khatib dan Khadijah dikaruniai seorang putra yang diberi nama
Abdul Karim. Namun pernikahan dengan Khadijah tidak berlangsung lama, karena istrinya
meninggal dunia.
Pada akhirnya Al-Kurdi pun menjodohkan Ahmad
untuk kedua kalinya dengan adik Khadijah yang bernama Fatimah, dari pernikahan
tersebut lahirlah dua orang putra yakni, Abdul Malik dan Abdul Hamid Al-Khatib.
Setelah menikah Ahmad Khatib diangkat menjadi
imam di Masjid Al-Haram, terdapat dua versi mengenai kronologi pengangkatan
Ahmad menjadi imam di Masjid Al-Haram. Menurut Umar Abdul Jabbar dalam Siyar
wa Tarajim disebutkan bahwa pengangkatan Ahmad menjadi imam sekaligus
khatib di Masjid Al-Haram merupakan permintaan Shalih Al-Kurdi kepada salah
seorang imam Masjid Al-Haram bernama Syarif ‘Aunur Rafiq. Sedangkan menurut
Buya Hamka dalam tulisannya yang berjudul Ayahku, beliau mengungkapkan
bahwa dalam suatu shalat berjama’ah yang diimami langsung Syarif ‘Aunur Rafiq
terdapat kesalahan dalam bacaan ayat Al-Qur’an. Lantas seketika itu
pula Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah pun membetulkan bacaan sang imam.
Usai shalat, Syarif bertanya pada jemaah mengenai sosok yang membenarkan
bacaannya, saat itu diketahuilah bahwa yang melakukan hal tersebut adalah Ahmad
Khatib maka diangkatklah Ahmad menjadi imam di Masjid Al-Haram untuk mazhab
Syafi’i.
Meski terjadi perbedaan pendapat mengenai pengangkatan
Ahmad Khatib menjadi imam di Masjid Al-Haram, namun tidak dapat dipungkiri
bahwa kapasitas keilmuan beliau dapat dikatakan mumpuni untuk menjadi seorang
imam. Hal ini terlihat bahwa selain mengimami shalat di Masjid Al-Haram, beliau
juga mengajar fikih, ilmu hisab (berhitung), ilmu falak
(astronomi), faraidh (ilmu waris) dan lainnya. Bahkan keilmuan beliau
tidak dapat diragukan lagi, sehingga banyak ulama besar Nusantara yang belajar
padanya seperti KH. Ahmad Dahlan, KH. Hasyim Asy’ari, Syaikh Sulaiman
Ar-Rasuli, Syaikh Jamil Jaho, Syaikh ‘Abbas Qadhli, Syaikh Musthafa Purba Baru,
Syaikh Hasan Ma’shum Medan Deli dan banyak lagi ulama Nusantara lainnya.
Ahmad Khatib ketika itu sebagai ulama non Arab
yang bermukim di Mekkah mendapat perhatian tersendiri dari Muhammad Sa’id
Babsil seorang ulama Arab dan Mufti Mazhab Syafi’i yang juga guru di Masjid
Al-Haram. Ia merasa tidak suka dengan pencapaian Ahmad Khatib di negeri Arab.
Pasalnya, Ahmad merupakan pria non-Arab yang memperoleh tempat mengajar di
pusat pengajaran kota Makkah. Namun karena Ahmad Khatib telah mendapat izin
langsung dari Imam Besar Masjid Al-Haram Syarif ‘Aunur Rafiq, maka Babsil pun
segan padanya.
Sejatinya Islam pertama kali tidak turun di
Nusantara, namun hal yang tak dapat dilupakan bahwa, banyak ulama terkenal dari
berbagai disiplin ilmu khususnya tentang keislaman, justru didominasi oleh
bangsa non-Arab (a’jam). Seperti yang banyak diketahui, Imam AlBukhari
yang merupakan periwayat hadits yang kredibilitasnya dan kualitasnya tidak
diragukan lagi, namun ternyata ia bukanlah ulama yang berasal dari bangsa Arab.
Sama halnya dengan Sibawaih yang merupakan pakar
ilmu nahwu (kaidah bahasa Arab). Sejatinya ia merupakan pria kelahiran
Persia yang merupakan bangsa non-Arab, namun ia adalah seorang ahli yang diakui
dalam bidang kaidah bahasa Arab. Hal ini tidak terlepas dari minat bangsa a’jam (non Arab) terhadap ilmu pengetahuan
jauh lebih besar pada masa perkembangan peradaban Islam di abad pertengahan.
Sementara bangsa Arab disibukkan dengan politik pemerintahan, itulah sebabnya
beberapa ulama a’jam lebih menguasai ilmu pengetahuan umum termasuk ilmu
keislaman dibanding dengan bangsa Arab.
Kondisi seperti ini, juga membuka ruang bagi
putra terbaik bangsa yang pernah mengharumkan Tanah Air. Tidak hanya Ahmad
Khatib yang merupakan Putra Minang, Syeikh Al-Bantani yang merupakan putra
Banten juga pernah menjadi guru besar di Tanah Suci, bahkan beliau dinobatkan
sebagai bapak kitab kuning disebabkan banyaknya kitab yang ditulisnya menjadi
referensi dan dipelajari baik di pesantren tanah air maupun di Makkah.
KEPAKARAN ILMU AHMAD KHATIB
P
|
erhatiannya terhadap hukum waris juga sangat
tinggi, kepakarannya dalam mawarits (hukum waris) telah membawa pembaharuan
adat Minang yang bertentangan dengan Islam. Martin van Bruinessen mengatakan,
karena sikap reformis inilah akhirnya al-Minangkabawi semakin terkenal. Salah
satu kritik Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah yang cukup keras termaktub di
dalam kitabnya Irsyadul Hajara fi Raddhi 'alan Nashara. Di dalam kitab
ini, ia menolak doktrin trinitas Kristen yang dipandangnya sebagai konsep Tuhan
yang ambigu.
Selain masalah teologi, dia juga pakar dalam
ilmu falak. Hingga saat ini, ilmu falak digunakan untuk menentukan awal bulan
Ramadhan dan Syawal, perjalanan matahari termasuk perkiraan waktu shalat,
gerhana bulan dan matahari, serta kedudukan bintang-bintang tsabitah dan
sayyarah, galaksi dan lainnya.
Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah juga pakar
dalam geometri dan trigonometri yang berfungsi untuk memprediksi dan menentukan
arah kiblat, serta berfungsi untuk mengetahui rotasi bumi dan membuat kompas
yang berguna saat berlayar. Kajian dalam bidang geometri ini tertuang dalam
karyanya yang bertajuk Raudat al-Hussab dan Alam al-Hussa.
BUKU-BUKU KARYA TULIS AHMAD KHATIB
K
|
arya-karya tulis Syaikhul Ahmad Khatib
Rahimahullah dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu karya-karya yang berbahasa
Arab dan karya-karya yang berbahasa Melayu dengan tulisan Arab. Kebanyakan
karya-karya itu mengangkat tema-tema kekinian terutama menjelaskan kemurnian
Islam dan merobohkan kekeliruan tarekat, bid’ah, takhayul, khurafat, dan
adat-adat yang bersebrangan dengan Al-Qur’an dan Al-Sunnah (baca as-sunnah).
Karya Tulis Bahasa Arab
Karya-karya Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah
Al-Minangkabawi dalam bahasa ’Arab:
1. Hasyiyah An Nafahat ‘ala Syarhil Waraqat
lil Mahalli
2. Al-Jawahirun Naqiyyah fil A’malil Jaibiyyah
3. Ad-Da’il Masmu’ ‘ala Man Yuwarritsul
Ikhwah wa Auladil Akhwan Ma’a Wujudil Ushul wal Furu’
4. Raudhatul Hussab
5. Mu’inul Jaiz fi Tahqiq Ma’nal Jaiz
6. As-Suyuf wal Khanajir ‘ala Riqab Man
Yad’u lil Kafir
7. Al-Qaulul Mufid ‘ala Mathla’is Sa’id
8. An-Natijah Al-Mardhiyyah fi Tahqiqis
Sanah Asy-Syamsiyyah wal Qamariyyah
9. Ad-Durratul Bahiyyah fi Kaifiyah
Zakati Adz-Dzurratil Habasyiyyah
10. Fathul
Khabir fi Basmalatit Tafsir
11. Al-‘Umad
fi Man’il Qashr fi Masafah Jiddah
12. Kasyfur
Ran fi Hukmi Wadh’il Yad Ma’a Tathawuliz Zaman
13. Hallul
‘Uqdah fi Tashhihil ‘Umdah
14. Izhhar
Zaghalil Kadzibin fi Tasyabbuhihim bish-Shadiqin
15. Kasyful
‘Ain fi Istiqlal Kulli Man Qawal Jabhah wal ‘Ain
16. As-Saifu
Al Battar fi Mahq Kalimati Ba’dhil Aghrar
17. Al-Mawa’izh
Al-Hasanah Liman Yarghab minal ‘Amal Ahsanah
18. Raf’ul
Ilbas ‘an Hukmil Anwat Al Muta’amil Biha Bainan Nas
19. Iqna’un
Nufus bi Ilhaqil Anwat bi ‘Amalatil Fulus
20.Tanbihul
Ghafil bi Suluk Thariqatil Awail fima Yata’allaq bi Thariqah An-Naqsyabandiyyah
21. Al-Qaulul
Mushaddaq bi Ilhaqil Walad bil-Muthlaq
22. Tanbihul
Anam fir Radd ‘ala Risalah Kaffil ‘Awwam, sebuah kitab bantahan untuk risalah
Kafful ‘Awwam fi Khaudh fi Syirkatil Islam karya Ustadz Muhammad Hasyim bin
Asy’ari yang melarang kaum muslimin untuk nimbrung di Sarekat Islam (SI)
23. Hasyiyah
Fathul Jawwad dalam 5 jilid
24. Fatawa
Al-Khathib ‘ala Ma Warada ‘Alaih minal Asilah
25. Al-Qaulul
Hashif fi Tarjamah Ahmad Khathib bin ‘Abdil Lathif
Karya-karya Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah
Al-Minangkabawi dalam dalam bahasa Melayu dengan tulisan Arab adalah:
1. Mu’allimul Hussab fi ‘Ilmil Hisab
2. Ar-Riyadh Al-Wardiyyah fi Ushulit
Tauhid wa Al-Fiqh Asy-Syafi’i
3. Al-Manhajul Masyru’ fil Mawarits
4. Dhaus Siraj Pada Menyatakan Cerita
Isra’ dan Mi’raj
5. Shulhul Jama’atain fi Jawaz Ta’addudil
Jumu’atain
6. Al-Jawahir Al Faridah fil Ajwibah Al
Mufidah
7. Fathul Mubin Liman Salaka Thariqil
Washilin
8. Al-Aqwal Al Wadhihat fi Hukm Man
‘Alaih Qadhaish Shalawat
9. Husnud Difa’ fin Nahy ‘anil Ibtida’
10. Ash
Sharim Al Mufri li Wasawis Kulli Kadzib Muftari
11. Maslakur
Raghibin fi Thariqah Sayyidil Mursalin
12. Izhhar
Zughalil Kadzibin
13. Al-Ayat
Al Bayyinat fi Raf’il Khurafat
14. Al-Jawi
fin Nahw
15. Sulamun
Nahw
16. Al-Khuthathul
Mardhiyyah fi Hukm Talaffuzh bin Niyyah
17. Asy
Syumus Al-Lami’ah fir Rad ‘ala Ahlil Maratib As Sab’ah
18. Sallul
Hussam li Qath’i Thuruf Tanbihil Anam
19. Al-Bahjah
fil A’malil Jaibiyyah
20. Irsyadul
Hayara fi Izalah Syubahin Nashara
21. Fatawa
Al-Khathib dalam versi bahasa Melayu
PENUTUP
S
|
yaikh Khatib yang jadi imam besar pertama di
Masjid Al-Haram asal Minangkabau ini akhirnya menghembuskan nafas terakhir
(wafat) di Makkah hari Senin 8 Jumadil Awal 1334 H bertepatan dengan tanggal 13
Maret 1916 M dalam usia 56 tahun.
Meski demikian namanya masih terngiang terutama
di kalangan santri dan penerus mazhab Syafi’i. Kita sebagai bangsa
Indonesia turut bangga dengan nama besar beliau. Apalagi beliau masih
fasih berbahasa Minang meski lama di Makkah. Luar biasa, salut!
Peran para Ulama Didikan Ahmad Khatib
Di tahun 1911 Syekh Abdullah Ahmad mengeluarkan
surat kabar Al-Munir dan Al-Akbar. Dalam tahun 1912 beliau mendirikan sekolah
Adabiyah di Padang. Tahun 1916 Zainuddin Labai mendirikan sekolah agama
di Padang Panjang.
Tahun 1918 Syekh Abdul Karim Amrullah mendirikan
Sumatera Thawalib. Tahun 1925 Syekh Abdul Karim Amrullah membawa gerakan
Muhammadiyah dari Jawa. Tahun 1926 Tahun 1928 Belanda mencoba memasukkan ‘Guru
Ordonansi’ (Guru didikan Hindia Belanda
dengan membawa konsep ajarannya terpisah dengan ajaran agama, tidak ada ajaran
agama di sekolah), tetapi tidak berhasil, karena keteguhan hati para Ulama
menolaknya, terutama Syekh Abdul Karim Amrullah.
Namun demikian, tak salah kiranya jika
disebutkan lagi disini beberapa murid yang meonjol, baik secara keilmuan maupun
dakwah yang mereka lancarakan, diantaranya adalah:
Syaikh al-Karim bin Amrullah
rahimahullah, ayah Buya Hamka. Seorang ulama kharismatik yang memiliki pengaruh
besar di ranah minang dan indonesia. Diantara karya tulisnya adalah al-
Qaulush shalih yang membicarakan tentang nabi terakhir dan membantah paham
adanya nabi baru setelah nabi Muhammad terutama pengikut Mirza Ghulam Ahmad
Qadiyani.
Namun demikian, tidak salah kiranya jika
disebutkan lagi disini beberapa murid yang menonjol, baik secara keilmuan
maupun dakwah yang mereka lancarakan, diantaranya adalah:
- Muhammad Darwis alias KH. Ahmad Dahlan bin Abu Bakar bin Sulaiman rahimahullah- pendiri Jamiyyah Muhammadiyah.
- Muhammad Hasyim Bin asy’ari Tebuireng Jombang rahimahullah, salah satu pendiri Jamiyyah Nahdlatul Ulama.
- Ustadz Abdul Halim Majalengka rahimahullah- pendiri Jamiyyah Ianatul Mutaallimin yang bekerja sama dengan Jamiyyah Khairiyah dan al-Irsyad.
- Syaikh Abdurrahman Shiddiq bin Muhammad Afif al-Banjari rahimahullah- mufti kerajaan Indragiri.
- Muhammad Thaib Umar, dsb.
Demikianlah, dari keteguhan dalam menuntut ilmu
dan kecermelangan dari Mufti Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, Ulama
Indonesia yang jadi Guru dan Imam Besar Masjid Al-Haram dan karya-karya
tulisnya. Kiranya beliau adalah seorang yang langka kita temui di abad ke-21
ini, khususnya di Nusantara. Siapakah selanjutnya pewaris keteguhan dan
kemampuan serta kecermelangan ulama (scholar) dalam menuntut ilmu dan
berkarya seperti beliau ini? Billahit Taufiq wal-Hidayah. □ AFM
Sumber Penulisan:
http://www.gomuslim.co.id/read/tokoh/2016/08/30/1342/syeikh-ahmad-khatib-al-minangkabawi-ulama-nusantara-yang-jadi-imam-dan-guru-di-masjidil-haram.html
https://www.kabarin.co/kisah-perjalan-hidup-syaikh-ahmad-khatib-al-minangkabawi-imam-besar-masjidil-haram/
https://id.wikipedia.org/wiki/Ahmad_Khatib_Al-Minangkabawi
https://tebuireng.online/syaikh-ahmad-khatib-al-minangkabawi-guru-para-ulama-indonesia/
□□