Wednesday, May 3, 2017

Kecermelangan Syeikh Ahmad Khatib AlMinangkabawi




KECEMERLANGAN
SYEIKH AHMAD KHATIB AL-MINANGKABAUI


KATA PENGANTAR

A
yah Ahmad adalah Abdul Lathif, anak adik Tuanku Laras di Kota Gadang, di akhir abad ke-19. Ibunya Limbak Urai binti Tuanku Nan Rancak, berasal dari Empat Angkat, pusat kaum Paderi 50 tahun sebelum itu. Ahmad masuk ke Sekolah Umum (Kweek School) disebut juga Sekolah Raja yang baru didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda. Sebelumnya belajar agama Islam dan membaca Al-Qur’an dari Ayahnya. Setamat dari sekolah umum Ahmad melanjutkan pelajarannya ke negeri Makkah. Ahmad, kemudian dikenal dengan nama Ahmad Khatib.

Sesampai di Makkah berkat kesungguhan hatinya mempelajari agama, apalagi dasar-dasar ilmu umum telah ada pula karena bersekolah di Sekolah Umum, dia telah menjadi salah seorang Ulama yang mempunyai riwayat dan cita-cita luar biasa. Ilmunya mendapat penghargaan tinggi, sampai dia mendapat jabatan imam dan khatib mazhab Syafi'i di dalam Masjidil Haram, termasuk orang-orang yang sangat terkemuka di negeri Makkah, turut duduk di dalam majelis Syarif-syarif. Murid-murid pun datanglah berduyun-duyun dari penjuru Nusantara dan Malaka


Murid-Murid Syekh  Ahmad Khatib

Di antara murid-murid Syekh Ahmad Khatib dari Sumatera Barat ialah Syekh Muhammad Jamil Jambek, Almarhum Dr. Abdul Karim Amrullah, Almarhum Dr. Abdullah Ahmad. Almarhum Syekh Jamil Jaho, Almarhum Syekh Muhammad Zein Simabur, Almarhum Syekh Muhammad Zein Lantai Batu, Almarhum Syekh Thaib Sungayang.

Murid-murid Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabaui dari Nusantara dan diluar Nusantara ialah Almarhum Syekh Abbas Padang Jepang, Almarhum Syekh Abdul Lathif Panambatan, Almarhum Syekh Hasan Ma'sum Mufti Kerajaan Deli. Almarhum Syekh Muhammad Nur Mufti Kerajaan Langkat. Di Mandahiling Syekh Abdul Qadir Al Mandili. Di Malaya Almarhum Syekh Thahir Jalaluddin dan Almarhum Syekh Abdullah Shalih bekas Mufti kerajaan Johor. Di Jawa: Kiyai H. Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah di Yogyakarta dan Kiyahi H. Adnan di Solo.


PENDAHULUAN


P
ada masa pra kemerdekaan banyak ulama besar Indonesia sebelumnya menuntut ilmu di Makkah selepas menunaikan ibadah haji. Proses pelaksanaannya bukan dalam bentuk kuliah formal, namun belajar bersama para guru besar imam Masjidil Haram seperti layaknya mengaji.

Dalam perkembangan menuntut ilmu di Makkah, kecerdasan calon ulama Nusantara diakui oleh ulama Makkah bahkan ada beberapa yang dinobatkan sebagai imam Masjid Al-Haram, demikian pula halnya yang dialami langsung oleh Syeikh Ahmad Khatib Al Minangkabawi. Nama asli putra Minang yang pernah menjadi imam Masjid Al-Haram ini adalah Ahmad Khatib bin Abdul Latif Al-Minangkabawi, ia merupakan tokoh kelahiran Koto Tuo, Balai Gurah, Ampek Angkek Candung, Agam, Sumatera Barat.


Nasab

Beliau bernama lengkap Al-‘Allamah Asy Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah bin ‘Abdul Lathif bin ‘Abdurrahman bin ‘Abdullah bin ‘Abdul ‘Aziz Al Khathib Al Minangkabawi Al Jawi Al Makkiy Asy Syafi’i Al Atsari rahimahullah.

Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah Al Khatib berasal dari Koto Tuo, Kenagarian Balai Gurah, Kecamatan Ampek Angkek Candung, Kabupaten Agam, Propinsi Sumatera Barat. Ahmad Khatib lahir pada hari Senin 6 Dzul Hijjah 1276 H (26 Mei 1860 M). Ibunya bernama Limbak Urai binti Tuanku Nan Rancak. Ayahnya bernama 'Abdul Lathif yang berasal dari Koto Gadang. ‘Abdullah, kakek Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah atau buyut menurut riwayat lain, adalah seorang ulama kenamaan. Oleh masyarakat Koto Gadang, ‘Abdullah ditunjuk sebagai imam dan khathib. Sejak itulah gelar Khatib Nagari melekat dibelakang namanya dan berlanjut ke keturunannya di kemudian hari.


Awal Perjalanan Pendidilannya Ke Makkah

Ketika masih di kampung Ahmad Khatib kecil sempat mengenyam pendidikan formal, yaitu pendidikan dasar dan berlanjut ke Sekolah Raja atau Kweek School dan tamat tahun 1871. Selain belajar pada lembaga pendidikan formal yang dikelola Belanda, Ahmad kecil juga mempelajari mabadi’ (dasar-dasar) ilmu agama dari Syaikh ‘Abdul Lathif yang merupakan ayah kandungnya sendiri. Dari sang ayah pula, Ahmad kecil menghafal Al-Qur’an dan berhasil menghafalkan beberapa juz.

Pada tahun 1287 H, Ahmad kecil, umur 10, diajak oleh sang ayah, ‘Abdul Lathif, ke Tanah Suci Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Setelah rangkaian ibadah haji selesai ditunaikan, ‘Abdullah kembali ke Sumatera Barat sementara Ahmad tetap tinggal di Makkah untuk menyelesaikan hafalan Al-Qur’annya. Ia menuntut pula ilmu dari para ulama-ulama Makkah terutama yang mengajar di Masjid Al-Haram.

Di antara guru-guru Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah di Makkah adalah Sayyid ‘Umar bin Muhammad bin Mahmud Syatha Al Makki Asy Syafi’i (1259-1330 H), Sayyid ‘Utsman bin Muhammad Syatha Al Makki Asy Syafi’i (1263-1295 H), Sayyid Bakri bin Muhammad Zainul ‘Abidin Syatha Ad Dimyathi Al Makki Asy Syafi’i (1266-1310 H) - penulis I’anatuth Thalibin.

Dalam Ensiklopedi Ulama Nusantara dan Cahaya dan Perajut Persatuan mencatat beberapa ulama lain sebagai guru Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah yaitu, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan (wafat 1304 H) –mufti Madzhab Syafi’i di Makkah, Yahya Al Qalyubi Muhammad Shalih Al Kurdi.


Ketekunan Belajar dan Kecermelangannya

Mengenai bagaimana semangat Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah dalam thalabul ‘ilmi, mari dengarkan penuturan seorang ulama yang sezaman dengannya, yaitu Syaikh ‘Umar ‘Abdul Jabbar Rahimahullah dalam Siyar wa Tarajim halaman 38-39, “…Ia adalah santri teladan dalam semangat, kesungguhan, dan ketekunan dalam menuntut ilmu serta bermudzakarah malam dan siang dalam pelbagai disiplin ilmu. Karena semangat dan ketekunannya dalam muthala’ah dalam ilmu pasti seperti matematika (ilmu hitung), aljabar, perbandingan, tehnik (handasah), haiyat, pembagian waris, ilmu miqat, dan zij, ia dapat menulis buku dalam disiplin ilmu-ilmu itu tanpa mempelajarinya dari guru (baca: otodidak – belajar sendiri).”

Selain mempelajari ilmu Islam, Ahmad juga gemar mempelajari ilmu-ilmu keduniaan (ilmu kauniyyah) yang mendudkung ilmu dīnnya seperti ilmu pasti untuk membantu menghitung waris dan juga bahasa Inggris sampai betul-betul kokoh.


Minat dan Ilmu-Ilmu Yang Di Pelajarinya

Ahmad Khatib mendalam ilmu umumnya, selain dikenal cerdas dalam memahami ilmu agama. Ahmad juga dikenal sebagai ulama yang menguasai, sejarah, aljabar, ilmu falak, ilmu hitung, dan ilmu ukur (geometri). Dalam ilmu fikih, ia mendalami fikih mazhab Syafi’i, bahkan beliau dijuluki sebagai tiang tengah dari mazhab Syafi’i dalam dunia Islam pada permulaan abad ke-20.

Perhatiannya terhadap hukum waris juga sangat tinggi, kepakarannya dalam mawarits (hukum waris) telah membawa pembaharuan adat Minang dalam hukum waris adat yang bertentangan dengan Islam.  Martin van Bruinessen mengatakan, karena sikap reformis inilah akhirnya al-Minangkabawi semakin terkenal.  Salah satu kritik Syeikh Ahmad Khatib yang cukup keras termaktub di dalam kitabnya Irsyadul Hajara fi Raddhi ‘alan Nashara.  Pada kitab ini, ia menolak doktrin trinitas Kristen yang dipandangnya sebagai konsep Tuhan yang ambigu.

Ahmad Khatib pun dikenal sebagai ulama yang rasional, namun menurutnya Islam itu tidak mungkin memusuhi kebudayaan.  Menurutnya dalam Islam menjunjung nilai persamaan, kebangsaan, hasrat untuk maju dan rasionalisme. Pendapatnya ini menjadi keunggulan tersendiri dari Syekh Ahmad Khatib dalam memberikan pelajaran kepada muridnya. Ia juga merupakan ulama yang menolak sikap sikap fanatik buta (taqlid).

Pemahaman dan pendalaman dari Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi ini, kemudian dilanjutkan oleh gerakan pembaruan di Minangkabau, melalui tabligh, diskusi, dan muzakarah ulama dan zu’ama (para pemimpin), penerbitan brosur dan surat-kabar pergerakan, pendirian sekolah-sekolah seperti madrasah-madrasah Sumatera Thawalib.


Pengangkatan Ahmad Khatib Menjadi Imam Masjid Al-Haram

Semasa lajang, Ahmad Khatib merupakan sosok yang rajin belajar dan suka membaca, ia kerap mengunjungi toko buku milik Muhammad Shalih Al-Kurdi yang terletak di dekat Masjid Al-Haram. Kala itu Ahmad Khatib sering membeli kitab di toko buku ini, namun manakala ia tidak memiliki uang, ia tetap berkunjung saja dan membaca buku hingga selesai. Kebiasaannya seperti ini dipandang oleh Al-Kurdi sebagai bentuk kecintaan terhadap ilmu, sehingga hal tersebut menarik perhatian khusus Al-Kurdi terhadap Ahmad Khatib.

Karena Al-Kurdi tertarik atas perangai serta keuletan Ahmad Khatib dalam menuntut ilmu, maka muncullah keinginan Al-Kurdi untuk mengangkat Ahmad Khatib menjadi menantunya. Al-Kurdi hendak menjodohkan Ahmad Khatib dengan putrinya yang bernama Khadijah. Awalnya penawaran Al-Kurdi sempat ditolak oleh Ahmad Khatib karena ia merasa belum siap untuk menikah, sebab saat itu Ahmad belum memiliki penghasilan tetap sementara ia masih dalam tahap menuntut ilmu.

Namun setelah Al-Kurdi menyatakan akan menanggung semua biaya pernikahan hingga biaya hidup setelah menikah, lantas Ahmad pun memunuhi permintaan Al-Kurdi untuk menikah dengan putrinya. Dari pernikahan tersebut Ahmad Khatib dan Khadijah dikaruniai seorang putra yang diberi nama Abdul Karim. Namun pernikahan dengan Khadijah tidak berlangsung lama, karena istrinya meninggal dunia.

Pada akhirnya Al-Kurdi pun menjodohkan Ahmad untuk kedua kalinya dengan adik Khadijah yang bernama Fatimah, dari pernikahan tersebut lahirlah dua orang putra yakni, Abdul Malik dan Abdul Hamid Al-Khatib.

Setelah menikah Ahmad Khatib diangkat menjadi imam di Masjid Al-Haram, terdapat dua versi mengenai kronologi pengangkatan Ahmad menjadi imam di Masjid Al-Haram. Menurut Umar Abdul Jabbar dalam Siyar wa Tarajim disebutkan bahwa pengangkatan Ahmad menjadi imam sekaligus khatib di Masjid Al-Haram merupakan permintaan Shalih Al-Kurdi kepada salah seorang imam Masjid Al-Haram bernama Syarif ‘Aunur Rafiq. Sedangkan menurut Buya Hamka dalam tulisannya yang berjudul Ayahku, beliau mengungkapkan bahwa dalam suatu shalat berjama’ah yang diimami langsung Syarif ‘Aunur Rafiq terdapat kesalahan dalam bacaan ayat Al-Qur’an. Lantas seketika itu pula Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah pun membetulkan bacaan sang imam. Usai shalat, Syarif bertanya pada jemaah mengenai sosok yang membenarkan bacaannya, saat itu diketahuilah bahwa yang melakukan hal tersebut adalah Ahmad Khatib maka diangkatklah Ahmad menjadi imam di Masjid Al-Haram untuk mazhab Syafi’i.

Meski terjadi perbedaan pendapat mengenai pengangkatan Ahmad Khatib menjadi imam di Masjid Al-Haram, namun tidak dapat dipungkiri bahwa kapasitas keilmuan beliau dapat dikatakan mumpuni untuk menjadi seorang imam. Hal ini terlihat bahwa selain mengimami shalat di Masjid Al-Haram, beliau juga mengajar fikih, ilmu hisab (berhitung), ilmu falak (astronomi), faraidh (ilmu waris) dan lainnya. Bahkan keilmuan beliau tidak dapat diragukan lagi, sehingga banyak ulama besar Nusantara yang belajar padanya seperti  KH. Ahmad Dahlan, KH. Hasyim Asy’ari, Syaikh Sulaiman Ar-Rasuli, Syaikh Jamil Jaho, Syaikh ‘Abbas Qadhli, Syaikh Musthafa Purba Baru, Syaikh Hasan Ma’shum Medan Deli dan banyak lagi ulama Nusantara lainnya.

Ahmad Khatib ketika itu sebagai ulama non Arab yang bermukim di Mekkah mendapat perhatian tersendiri dari Muhammad Sa’id Babsil seorang ulama Arab dan Mufti Mazhab Syafi’i yang juga guru di Masjid Al-Haram. Ia merasa tidak suka dengan pencapaian Ahmad Khatib di negeri Arab. Pasalnya, Ahmad merupakan pria non-Arab yang memperoleh tempat mengajar di pusat pengajaran kota Makkah. Namun karena Ahmad Khatib telah mendapat izin langsung dari Imam Besar Masjid Al-Haram Syarif ‘Aunur Rafiq, maka Babsil pun segan padanya.

Sejatinya Islam pertama kali tidak turun di Nusantara, namun hal yang tak dapat dilupakan bahwa, banyak ulama terkenal dari berbagai disiplin ilmu khususnya tentang keislaman, justru didominasi oleh bangsa non-Arab (a’jam). Seperti yang banyak diketahui, Imam AlBukhari yang merupakan periwayat hadits yang kredibilitasnya dan kualitasnya tidak diragukan lagi, namun ternyata ia bukanlah ulama yang berasal dari bangsa Arab.

Sama halnya dengan Sibawaih yang merupakan pakar ilmu nahwu (kaidah bahasa Arab). Sejatinya ia merupakan pria kelahiran Persia yang merupakan bangsa non-Arab, namun ia adalah seorang ahli yang diakui dalam bidang kaidah bahasa Arab. Hal ini tidak terlepas dari minat bangsa a’jam (non Arab) terhadap ilmu pengetahuan jauh lebih besar pada masa perkembangan peradaban Islam di abad pertengahan. Sementara bangsa Arab disibukkan dengan politik pemerintahan, itulah sebabnya beberapa ulama a’jam lebih menguasai ilmu pengetahuan umum termasuk ilmu keislaman dibanding dengan bangsa Arab.

Kondisi seperti ini, juga membuka ruang bagi putra terbaik bangsa yang pernah mengharumkan Tanah Air. Tidak hanya Ahmad Khatib yang merupakan Putra Minang, Syeikh Al-Bantani yang merupakan putra Banten juga pernah menjadi guru besar di Tanah Suci, bahkan beliau dinobatkan sebagai bapak kitab kuning disebabkan banyaknya kitab yang ditulisnya menjadi referensi dan dipelajari baik di pesantren tanah air maupun di Makkah.


KEPAKARAN ILMU AHMAD KHATIB

P
erhatiannya terhadap hukum waris juga sangat tinggi, kepakarannya dalam mawarits (hukum waris) telah membawa pembaharuan adat Minang yang bertentangan dengan Islam. Martin van Bruinessen mengatakan, karena sikap reformis inilah akhirnya al-Minangkabawi semakin terkenal. Salah satu kritik Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah yang cukup keras termaktub di dalam kitabnya Irsyadul Hajara fi Raddhi 'alan Nashara. Di dalam kitab ini, ia menolak doktrin trinitas Kristen yang dipandangnya sebagai konsep Tuhan yang ambigu.

Selain masalah teologi, dia juga pakar dalam ilmu falak. Hingga saat ini, ilmu falak digunakan untuk menentukan awal bulan Ramadhan dan Syawal, perjalanan matahari termasuk perkiraan waktu shalat, gerhana bulan dan matahari, serta kedudukan bintang-bintang tsabitah dan sayyarah, galaksi dan lainnya.

Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah juga pakar dalam geometri dan trigonometri yang berfungsi untuk memprediksi dan menentukan arah kiblat, serta berfungsi untuk mengetahui rotasi bumi dan membuat kompas yang berguna saat berlayar. Kajian dalam bidang geometri ini tertuang dalam karyanya yang bertajuk Raudat al-Hussab dan Alam al-Hussa.


BUKU-BUKU KARYA TULIS AHMAD KHATIB

K
arya-karya tulis Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu karya-karya yang berbahasa Arab dan karya-karya yang berbahasa Melayu dengan tulisan Arab. Kebanyakan karya-karya itu mengangkat tema-tema kekinian terutama menjelaskan kemurnian Islam dan merobohkan kekeliruan tarekat, bid’ah, takhayul, khurafat, dan adat-adat yang bersebrangan dengan Al-Qur’an dan Al-Sunnah (baca as-sunnah).


Karya Tulis Bahasa Arab

Karya-karya Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah Al-Minangkabawi dalam bahasa  ’Arab:

 1. Hasyiyah An Nafahat ‘ala Syarhil Waraqat lil Mahalli
 2. Al-Jawahirun Naqiyyah fil A’malil Jaibiyyah
 3. Ad-Da’il Masmu’ ‘ala Man Yuwarritsul Ikhwah wa Auladil Akhwan Ma’a Wujudil  Ushul wal Furu’
 4. Raudhatul Hussab
 5. Mu’inul Jaiz fi Tahqiq Ma’nal Jaiz
 6. As-Suyuf wal Khanajir ‘ala Riqab Man Yad’u lil Kafir
 7. Al-Qaulul Mufid ‘ala Mathla’is Sa’id
 8. An-Natijah Al-Mardhiyyah fi Tahqiqis Sanah Asy-Syamsiyyah wal Qamariyyah
 9. Ad-Durratul Bahiyyah fi Kaifiyah Zakati Adz-Dzurratil Habasyiyyah
10. Fathul Khabir fi Basmalatit Tafsir
11. Al-‘Umad fi Man’il Qashr fi Masafah Jiddah
12. Kasyfur Ran fi Hukmi Wadh’il Yad Ma’a Tathawuliz Zaman
13. Hallul ‘Uqdah fi Tashhihil ‘Umdah
14. Izhhar Zaghalil Kadzibin fi Tasyabbuhihim bish-Shadiqin
15. Kasyful ‘Ain fi Istiqlal Kulli Man Qawal Jabhah wal ‘Ain
16. As-Saifu Al Battar fi Mahq Kalimati Ba’dhil Aghrar
17. Al-Mawa’izh Al-Hasanah Liman Yarghab minal ‘Amal Ahsanah
18. Raf’ul Ilbas ‘an Hukmil Anwat Al Muta’amil Biha Bainan Nas
19. Iqna’un Nufus bi Ilhaqil Anwat bi ‘Amalatil Fulus
20.Tanbihul Ghafil bi Suluk Thariqatil Awail fima Yata’allaq bi Thariqah An-Naqsyabandiyyah
21. Al-Qaulul Mushaddaq bi Ilhaqil Walad bil-Muthlaq
22. Tanbihul Anam fir Radd ‘ala Risalah Kaffil ‘Awwam, sebuah kitab bantahan untuk risalah Kafful ‘Awwam fi Khaudh fi Syirkatil Islam karya Ustadz Muhammad Hasyim bin Asy’ari yang melarang kaum muslimin untuk nimbrung di Sarekat Islam (SI)
23. Hasyiyah Fathul Jawwad dalam 5 jilid
24. Fatawa Al-Khathib ‘ala Ma Warada ‘Alaih minal Asilah
25. Al-Qaulul Hashif fi Tarjamah Ahmad Khathib bin ‘Abdil Lathif


Karya-karya Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah Al-Minangkabawi dalam dalam bahasa  Melayu dengan tulisan Arab adalah:

 1. Mu’allimul Hussab fi ‘Ilmil Hisab
 2. Ar-Riyadh Al-Wardiyyah fi Ushulit Tauhid wa Al-Fiqh Asy-Syafi’i
 3. Al-Manhajul Masyru’ fil Mawarits
 4. Dhaus Siraj Pada Menyatakan Cerita Isra’ dan Mi’raj
 5. Shulhul Jama’atain fi Jawaz Ta’addudil Jumu’atain
 6. Al-Jawahir Al Faridah fil Ajwibah Al Mufidah
 7. Fathul Mubin Liman Salaka Thariqil Washilin
 8. Al-Aqwal Al Wadhihat fi Hukm Man ‘Alaih Qadhaish Shalawat
 9. Husnud Difa’ fin Nahy ‘anil Ibtida’
10. Ash Sharim Al Mufri li Wasawis Kulli Kadzib Muftari
11. Maslakur Raghibin fi Thariqah Sayyidil Mursalin
12. Izhhar Zughalil Kadzibin
13. Al-Ayat Al Bayyinat fi Raf’il Khurafat
14. Al-Jawi fin Nahw
15. Sulamun Nahw
16. Al-Khuthathul Mardhiyyah fi Hukm Talaffuzh bin Niyyah
17. Asy Syumus Al-Lami’ah fir Rad ‘ala Ahlil Maratib As Sab’ah
18. Sallul Hussam li Qath’i Thuruf Tanbihil Anam
19. Al-Bahjah fil A’malil Jaibiyyah
20. Irsyadul Hayara fi Izalah Syubahin Nashara
21. Fatawa Al-Khathib dalam versi bahasa Melayu


PENUTUP

S
yaikh Khatib yang jadi imam besar pertama di Masjid Al-Haram asal Minangkabau ini akhirnya menghembuskan nafas terakhir (wafat) di Makkah hari Senin 8 Jumadil Awal 1334 H bertepatan dengan tanggal 13 Maret 1916 M dalam usia 56 tahun.

Meski demikian namanya masih terngiang terutama di kalangan santri dan penerus mazhab Syafi’i. Kita sebagai bangsa Indonesia turut bangga dengan nama besar beliau. Apalagi beliau masih fasih berbahasa Minang meski lama di Makkah. Luar biasa, salut!


Peran para Ulama Didikan Ahmad Khatib

Di tahun 1911 Syekh Abdullah Ahmad mengeluarkan surat kabar Al-Munir dan Al-Akbar. Dalam tahun 1912 beliau mendirikan sekolah Adabiyah di Padang.  Tahun 1916 Zainuddin Labai mendirikan sekolah agama di Padang Panjang.

Tahun 1918 Syekh Abdul Karim Amrullah mendirikan Sumatera Thawalib. Tahun 1925 Syekh Abdul Karim Amrullah membawa gerakan Muhammadiyah dari Jawa. Tahun 1926 Tahun 1928 Belanda mencoba memasukkan ‘Guru Ordonansi’ (Guru  didikan Hindia Belanda dengan membawa konsep ajarannya terpisah dengan ajaran agama, tidak ada ajaran agama di sekolah), tetapi tidak berhasil, karena keteguhan hati para Ulama menolaknya, terutama Syekh Abdul Karim Amrullah.

Namun demikian, tak salah kiranya jika disebutkan lagi disini beberapa murid yang meonjol, baik secara keilmuan maupun dakwah yang mereka lancarakan, diantaranya adalah:

Syaikh al-Karim bin Amrullah rahimahullah, ayah Buya Hamka. Seorang ulama kharismatik yang memiliki pengaruh besar di ranah minang dan indonesia. Diantara karya tulisnya adalah al- Qaulush shalih yang membicarakan tentang nabi terakhir dan membantah paham adanya nabi baru setelah nabi Muhammad terutama pengikut Mirza Ghulam Ahmad Qadiyani.

Namun demikian, tidak salah kiranya jika disebutkan lagi disini beberapa murid yang menonjol, baik secara keilmuan maupun dakwah yang mereka lancarakan, diantaranya adalah:

  1. Muhammad Darwis alias KH. Ahmad Dahlan bin Abu Bakar bin Sulaiman rahimahullah- pendiri Jamiyyah Muhammadiyah.
  2. Muhammad Hasyim Bin asy’ari Tebuireng Jombang rahimahullah, salah satu pendiri Jamiyyah Nahdlatul Ulama.
  3. Ustadz Abdul Halim Majalengka rahimahullah- pendiri Jamiyyah Ianatul Mutaallimin yang bekerja sama dengan Jamiyyah Khairiyah dan al-Irsyad.
  4. Syaikh Abdurrahman Shiddiq bin Muhammad Afif al-Banjari rahimahullah- mufti kerajaan Indragiri.
  5. Muhammad Thaib Umar, dsb.

Demikianlah, dari keteguhan dalam menuntut ilmu dan kecermelangan dari Mufti Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, Ulama Indonesia yang jadi Guru dan Imam Besar Masjid Al-Haram dan karya-karya tulisnya. Kiranya beliau adalah seorang yang langka kita temui di abad ke-21 ini, khususnya di Nusantara. Siapakah selanjutnya pewaris keteguhan dan kemampuan serta kecermelangan ulama (scholar) dalam menuntut ilmu dan berkarya seperti beliau ini? Billahit Taufiq wal-Hidayah. □ AFM



Sumber Penulisan:
http://www.gomuslim.co.id/read/tokoh/2016/08/30/1342/syeikh-ahmad-khatib-al-minangkabawi-ulama-nusantara-yang-jadi-imam-dan-guru-di-masjidil-haram.html
https://www.kabarin.co/kisah-perjalan-hidup-syaikh-ahmad-khatib-al-minangkabawi-imam-besar-masjidil-haram/
https://id.wikipedia.org/wiki/Ahmad_Khatib_Al-Minangkabawi
https://tebuireng.online/syaikh-ahmad-khatib-al-minangkabawi-guru-para-ulama-indonesia/ □□