Sunday, December 17, 2017

Small is Beautiful




Kata Pengantar

Judul Buku: Kecil itu Indah
Penulis: E. F. Schumacher, 1973.
Penerbit: LP3ES
Tebal: 301 halaman

Penulisan risensi buku “Small is Beautiful” (Kecil itu Indah) muncul dan termotivasi dari jalannya pembahasan Bedah Buku “From Global to Local” yang syarat materialis, ekonomi kapitalisme, membangun dan mempertahankan power (kekuatan) ekonomi pemodal yang seolah Sumber Daya Manusia baik dari tenaga kerja bawah (buruh), menengah (menejerial) dan atas (tenaga akhli) tidak berguna lagi karena diganti oleh robot dan 3D manufacturing dari “mass production”.

Lantas apa nilainya manusia sekarang ditinjau dari segi lapangan pekerjaan yang mereka butuhkan yang dengan itu mereka bisa hidup. Kebutuhan manusia hanya melulu materi, dimana lagi tempatnya kebutuhan spiritual yang juga manusia butuhkan – manusia juga sebagai makhluk ruhaniyyah.  Jasad dari tanah kembali ketanah dan ruh dari (diciptakan) oleh Divine (Ilahi, Yang Maha Kuasa) kembali ke Divine untuk mempertanggung jawabkan segala perbuatan dan keyakinannya.

Walaupun demikian sebagaimana kita hidup di alam dunia tentu memerlukan kebutuhan ekonomi (rezeki), maka bagaimana supaya hidup ekonomi dapat dinikmati oleh bukan hanya segelintir manusia atau segilintir bangsa saja tapi juga untuk seluruh manusia atau seluruh bangsa dengan cara “kemanusian yang adil dan beradab”. 

Untuk itu mari kita ikuti risensi buku yang bertema “Kecil itu Indah” karya E. F. Schumacher. □ AFM


Pendahuluan

S
 Siapa Dia? E (Ernst) F (Friedrich) "Fritz" Schumacher. Lahir di Bonn, Jerman, 19 Agustus 1911 – Meninggal di Switzerland, 4 September 1977. Pendidikan: University of Oxford adalah seorang ahli statistik dan ekonom Jerman yang paling dikenal karena proposalnya untuk teknologi berskala manusia, desentralisasi dan teknologi yang tepat guna. Beliau menjabat sebagai Penasihat Ekonomi Kepala Dewan Batubara Nasional Inggris selama dua dekade, dan mendirikan Kelompok Pengembangan Teknologi Menengah pada tahun 1966.

   Pada tahun 1995, buku 1973-nya Small Is Beautiful: Studi Ekonomi Seolah-olah Orang Dipetakan diberi peringkat oleh The Times Literary Supplement sebagai salah satu dari 100 buku paling berpengaruh yang diterbitkan sejak atau setelah Perang Dunia II. Pada tahun 1977 ia menerbitkan A Guide for the Perplexed – Sebuah Panduan bagi Yang Galau, sebagai kritik terhadap scientisme materialistis dan sebagai eksplorasi atas sifat dan pengorganisasian dari sistim pengetahuan.

   Ayah Schumacher adalah seorang profesor ekonomi politik. Schumacher muda belajar di Bonn dan Berlin, kemudian dari tahun 1930 di Inggris sebagai Rhodes Scholar di New College, Oxford, dan kemudian di Columbia University, New York City. Mendapatkan diploma di bidang ekonomi. Dia kemudian bekerja di bidang bisnis, bertani dan jurnalisme.


Pembahasan

Ideologi suatu bangsa turut serta mempengaruhi sistem ekonomi yang akan berlaku dalam wilayah kedaulatan. Begitu pula dengan Indonesia, yang saat ini menyatakan diri menganut sistem ekonomi pancasila. Terlepas dari filosofi yang terkandung didalamnya, suatu hal pasti bahwa setiap sistem ekonomi bertujuan untuk memberi kesejahteraan.

   Indonesia dalam kategori negara berkembang, telah menghadapi berbagai pilihan-pilihan untuk menentukan pembangunan infrastruktur yang tentunya merata serta pengembangan teknologi tepat guna. Sejak era Soeharto dengan Program Repelita hingga Pemerintahan era Reformasi, berbagai proyek telah digelintirkan untuk percepatan pembangunan demi tatanan ekonomi yang lebih baik.

   Dewasa ini disiplin ekonomi mengalami perkembangan. Ekonomi tadinya berupa filsafat pemikiran menjadi sebuah cabang keilmuan yang bersifat semi sains. Ilmu ekonomi telah sangat diperlukan dalam suatu negara yang berorientasi industri. Salah satu bentuk penerapannya adalah Pendapatan Nasional Bruto yang menggambarkan tingkat pertumbuhan dan hubungannya dengan tingkat keberhasilan pemerintah, inflasi dan tingkat pengangguran digambarkan secara kuantitatif.

   Pada tahun 1973, buku berjudul ‘Small is Beautiful’ sebuah gagasan tentang Ilmu Ekonomi Yang Mementingkan Rakyat Kecil dikeluarkan oleh ekonom E. F. Schumacher. Buku ini memuat begitu banyak kontra dengan sistem ekonomi yang dipopulerkan oleh Adam Smith beserta tokoh turunannya - John M. Keynes.

   Buku ‘Kecil Itu Indah’ berisi 4 bab pemikiran Schumacher. Secara garis besar Schumacher membahas tentang kearifan yang hilang akibat penerapan sistem ekonomi kapitalis; Eksplorasi sumber daya alam berlebihan akibat mengutamakan perkembangan teknologi secara cepat; Sistem pendidikan yang tak bersinggungan lagi dengan unsur metafisika. Manusia, alam dan teknologi adalah tiga unsur dalam dinamika berfikirnya dituangkan dalam buku ini. Beliau memandang adanya kekeliruan-kekeliruan yang kenyataannya telah berlangsung hingga beberapa generasi.

Pada awal ulasan buku ini, mengutip sepatah kata Schumacher dalam buku ‘Kecil Itu Indah’:

“Barangkali sia-sia mencari bukti sejarah bahwa si kaya selalu bersifat lebih damai daripada si melarat, tetapi dapat pula dikemukakan bahwa si kaya selalu merasa terancam oleh si miskin, bahwa keagresifan mereka berasal dari rasa takut.”

   Schumacher tidaklah sedang melontarkan kalimat sentimen kepada si kaya, inilah gambaran produk-produk pemikiran kapitalis dalam Dunia Modern, dimana antara modal dan produktivitas terselip ‘kerakusan’ - sifat tidak puas dan ingin menguasai lebih dan lebih lagi dalam diri pribadi masing-masing.

   Schumacher memaparkan tulisan dengan gaya argumentative. Dia membeberkan fakta-fakta bahwa eksplorasi berlebihan terhadap sumber daya alam terbatas, seperti bahan bakar fosil oleh pelaku industri telah membawa masalah besar bagi masyarakat dan lingkungan hidup. Jumlah bahan bakar fosil bumi yang semakin sedikit membuat suatu negara ingin mencari (baca: menguasai) sumber daya di belahan dunia lain, tentu saja berpeluang menciptakan masalah hubungan antara dua negara atau lebih.

   Schumacher membantah keyakinan para ahli ekonomi yang menyatakan bahwa ‘masalah produksi’ telah terpecahkan. Paradigma tersebut mengakibatkan meningkatnya konsumsi tanpa memperhatikan sumber daya yang ada. Keyakinan itu ada karena kita belum dapat membedakan modal dan pendapatan. Sumber daya alam jika dijadikan ‘pendapatan’, tentu saja ini membuat manusia seenaknya mengeksplorasi Sumber Daya Alam terbatas untuk dijadikan alat produksi. Andaikata sumber daya dianggap sebagai ‘modal’, maka akan timbul sikap hemat dan lebih hati-hati menggunakannya.

   Kekeliruan akan terlihat jika kita sadari bahwa  kita sedang berhadapan dengan modal, bukan dengan pendapatan, bahwa bahan bakar fosil misalnya tidak dibuat oleh manusia, dan tidak bisa dipulihkan kembali. Walaupun muncul penelitian tentang energi alternative yang dikembangkan oleh beberapa ahli, seperti tenaga nuklir,namun hal ini justru menimbulkan masalah baru. Tenaga nuklir masih beresiko tinggi dibanding manfaat yang dapat diberikan.

   Hingga pada keyakinan modern tentang apa itu ‘perdamaian dan kelestarian’ masih saja keliru. Sulit menaruh keyakinan kepada generasi sekarang untuk memahami dengan normatif tentang dua hal tersebut. Keyakinan modern umumnya berpendapat bahwa perdamaian adalah kemakmuran yang merata di seluruh dunia. Namun kenyataannya kemakmuran itu hanya dapat dicapai dengan dasar filsafat materialistik. Seperti pendapat Keynes:

Bahwa yang baik itu buruk dan yang buruk itu baik - karena yang buruk berguna dan yang baik tidak berguna. Sikap serakah, riba dan sikap hati-hati masih harus tetap menjadi dewa-dewa kita untuk jangka waktu yang cukup lama”.

Hal ini telah jelas mengesampingkan etika. Apakah dikatakan perdamaian dan kelestarian itu benar-tanpa etika?

   Schumacher menilai perdamaian itu tidak dapat didirikan di atas landasan kemakmuran merata. Kemakmuran seperti itu hanya bisa dicapai dengan memupuk nafsu-nafsu serakah dan iri hati. Kemakmuran suatu bangsa tidak serta merta dilihat dari angka Produk Nasional Kotor yang menutupinya. Ada hal buruk terjadi pada sekolompok masyarakat kecil umumnya tidak dapat dipaparkan oleh angka-angka tersebut. Buruknya pemikiran ekonomi Keynes dapat merusak tatanan hidup baik dari segi material dan non material.

   Menurut Schumacher harus ada perubahan arah bagi ilmu dan teknologi dengan memasukkan kearifan ke dalam strukturnya. Perdamaian dan Kelestarian itu ada karena kita kembali pada kearifan. Kearifan memungkinkan kita melihat betapa meruginya manusia yang mementingkan tujuan material tanpa memerhatikan tujuan spiritual. Sebagai contoh kehidupan ekonomi yang baik yang disebutnya  ‘ilmu ekonomi Buddha’ yang menjunjung tujuan spiritual – ketika itu ia menjadi penasehat ekonomi di Burma yang mayoritas penduduknya beragama Budddha, hidup selaras dengan alam, kesederhanaan tanpa kekerasan dalam setiap keputusan-keputusan dan tindakan ekonomi.

   Apa faktor yang melatari manusia hingga sejauh ini mengabaikan - baik disadari atau pun tidak disadari- kelestarian lingkungan? Menurut Schumacher ini ada dalam sistem pendidikan. Sistem pendidikan saat ini (era tahun 1970-an) mengabaikan kesadaran metafisik. Ilmu sains dan humanistic diajarkan tanpa memahami landas pikirannya, tanpa mengetahui arti dan kedudukan ilmu tersebut dalam alam pikiran manusia. ilmu dan teknis menghasilkan know-how (keterampilan) tetapi ini tidak berarti jika tanpa penyebaran nilai-nilai dalam pendidikan. Begitu pula dengan perkembangan ilmu ekonomi yang diajarkan tanpa pemahaman mengenai pandangan perihal sifat manusia. Hal ini yang menyebabkan timbulnya kerakusan dan sifat merusak alam demi memenuhi hasrat konsumsi.

   Selanjutnya schumacher memberi gagasan berupa solusi bahwa masalah sosial dan ekonomi menghendaki pengembangan teknologi madya. Teknologi madya adalah teknologi menengah bersifat sederhana dan  ramah lingkungan yang mampu dijalankan oleh kaum miskin. Selain itu, Desa-desa juga diberikan bantuan baik secara kualitatif dan kuantitatif.

   Di akhir buku Schumacher menuliskan bahwa hanya dengan landasan jenis kebijaksanaan yang berjiwa besar kita dapat mencapai justicia (keadilan) , fortitudo (ketabahan hati) dan temperatia, yang berarti mengetahui bahwa orang harus berhenti mengejar kepentingan pribadi (egosentris) jika sudah cukup. Keadilan berkaitan dengan kebenaran, ketabahan hati dengan kebaikan. Untuk melaksanakan hal itu kita tidak dapat mencari bimbingan dari ilmu dan teknologi, namun masih dapat ditemukan dalam ajaran-ajaran arif tradisional umat manusia.

   Sebagai suatu apresiasi penulis, buku ‘Small is Beautiful’ dalam terjemahan Indonesia ‘Kecil itu Indah’ karya E. F. Schumacher ini mengajak pembaca untuk merefleksi kembali hasil pemikiran-pemikiran sistem ekonomi kapitalis. Sangat sulit memang memasukkan nilai-nilai spiritual dalam lingkup ilmu ekonomi yang cenderung melihat variabel-variabel kuantitatif. Namun, kita tentu tidak melupakan ajaran-ajaran Islam - saat ini berkembang khazanah ilmunya di bidang ekonomi - menjadi pedoman hidup kita. Allah SWT telah mencukupkan dan menyediakan sumber daya untuk dikelola manusia. Tetapi satu hal, kita diperintahkan sebagai khalifah di muka bumi, untuk berbuat kebajikan terhadap sesama ciptaan, bukanlah untuk berbuat kerusakan.


Penutup

Tadinya - sebagai seorang pemuda, Schumacher adalah seorang yang berdedikasi kepada atheis. Namun karena penolakannya terhadap cara berfikir atau paham dari modernitas materialis, kapitalis, dan  agnostik, akhirnya  tertarik dan tumbuh menjadi percaya dengan (ajaran) agama yang baik bagi manusia.

   Setelah Perang Dunia II, E. F. Schumacher bekerja sebagai penasehat ekonomi Komisi Kontrol Inggris yang bertugas membangun kembali ekonomi Jerman. Dari tahun 1950 sampai 1970 ia menjadi Penasehat Ekonomi Kepala Badan Batubara Inggris, salah satu organisasi terbesar di dunia, dengan 800.000 karyawan. Perencanaan berpandangan jauh Schumacher (dia memperkirakan kenaikan OPEC dan masalah tenaga nuklir) membantu Inggris dalam pemulihan ekonominya.

   Pada tahun 1955, Schumacher pergi ke Burma sebagai konsultan ekonomi. Sementara di sana, dia mengembangkan prinsip-prinsip apa yang dia sebut "ekonomi Buddhis", berdasarkan keyakinan bahwa pekerjaan yang baik sangat penting untuk pengembangan manusia yang tepat dan bahwa "produksi dari sumber lokal untuk kebutuhan lokal adalah cara paling ekonomis dalam kehidupan ekonomi." Schumacher juga memperoleh wawasan yang membuatnya menjadi pelopor dari apa yang sekarang disebut "teknologi tepat guna": teknologi bumi dan user-friendly sesuai dengan skala kehidupan masyarakat.

   E. F. Schumacher kemudian menjadi penulis utama - bersama Leopold Kohr, John Papworth, Danilo Dolci, Paul Goodman, John Seymour, dan Satish Kumar dalam Jurnal Kebangkitan Inggris. Buku terlarisnya Small Is Beautiful: Economics As If People Mattered – Kecil itu Indah: (Pemecahan) Ekonomi menjadi berarti jika manusia dihadapi dalam suatu masalah (1973, diterbitkan oleh Hartley & Marks pada tahun 1999) telah mempengaruhi banyak pembaca untuk memeriksa kembali pilihan masyarakat dan pribadi mengenai tuntutan terus-menerus akan kehidupan modern. Dua buku lainnya adalah Good Work dan A Guide for the Bingley.

Dari buku E. F. Schumacher Small is Beautiful World Wisdom telah memasukkan "Epilog" dalam koleksinya dalam Science and the Myth of Progress – Sains dan Mitos Kemajuan.

   Akhir kata, kesederhanaan dan kearifan memang haruslah ada dalam setiap cara berfikir manusia dalam memenuhi hasrat pribadinya. Meskipun hanya perkembangan-perkembangan kecil yang kita lakukan, jauh lebih damai dan menenangkan jika kita merasakan ketentraman bersama - “Small is Beautiful”. □ AFM


Sumber:
Wikipedia
bantaitugas.wordpress.com
Dan sumber-sumber lainnya□□