Wednesday, January 10, 2018

Anies Ditekan, Anies Melawan





Pengantar

Seorang pemimpin, bukan cari pencitraan, tapi sibuk membuktikan bahwa memang ia bekerja - sesuai dengan amanah dan moral serta integritas yang mumpuni.


M
Manajemen adalah seni menyelesaikan pekerjaan melalui petugas sesuai dengan organisasi yang ada. Jadi seorang Kepala Pemerintahan Daerah adalah sebagai manajer yang bertugas mengatur dan mengarahkan staf dan organisasinya untuk mencapai tujuan (kesejahteraan rakyat).

   Adminiatrasi Pemerintahan bertugas menjalankan perangkat manajemen yang ada seperti perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal.

   Karena proses mendapatkan jabatan kepala (dan wakilnya) pemerintah  melalui proses politik, sering kali mendapat kritik dan tekanan baik dari stake holder (rakyat) atau para politisi yang lain. Dari politisi ini biasanya lemparan kritikan dari yang kalah dalam pemilihan dan tekanan dari atasan dengan berbagai motif.

   Untuk itu blog ini menayangkan tulisan dari pengamat politik, dalam hal ini mengamati kerja dan kinerja Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, mari ikuti tulisannya. □ AFM





ANIES DITEKAN, ANIES MELAWAN
Oleh: Tony Rosyid


D
Dimanapun negara, pasti berat bila berseberangan dengan penguasa dan taipan. Berani dikit, posisi bisa dilengserkan. Apalagi kalau salah kelola anggaran, atau main perempuan. Tak jarang ada yang dibiarkan jadi "sandra" atau malah "tahanan". Kadang-kadang tanpa proses persidangan. Alasannya, makar dan negara terancam. "Klise". Apalagi kalau bawa-bawa istilah anti Pancasila dan anti Kebhinekaan, makin sempurnalah sebuah tuduhan.

   Ketua-ketua partai dan para pimpinan daerah seringkali tak luput dari bidikan. Sikap represif ini ada sejak zaman Orla, Orba, dan sampai sekarang secara turun temurun diwariskan. Hanya beda kadar dan ukuran. Ada yang sembunyi-sembunyi dengan beragam kemasan, ada pula yang terang-terangan. Malah ada yang cenderung dipertontonkan.

Apakah tindakan represif ini juga dirasakan Gubernur dan Wagub DKI, Anies Rasyid Baswedan dan Sandiaga Shalahudin Uno?

   Kabar yang banyak beredar, Anies juga sering jadi target dan pernah ditekan. Anies takut? Semula memang banyak pihak meragukan. Anies dianggap tak punya ketegasan, apalagi berada di bawah ancaman. Lelaki yang dibesarkan di Jogja dengan tata krama dan sopan santun ala Jawa ini tak punya wajah garang. Dibanding gubernur sebelumnya, tentu kalah seram. Vokal suaranya tak lantang. Lebih nampak sebagai pemikir yang mengumbar senyuman.

   Setelah Anies tutup Alexis, masyarakat mulai bimbang: punya nyali juga rupanya. Tidak disangka, sikap pendiam rupanya menghanyutkan. Sampai disini Anies mulai melakukan pembuktian. Orang belum yakin sepenuhnya. Publik pun menunjukkan, di luar Alexis, ada Alexis-Alexis lain yang harus diburu dan dibekukan. Publik berharap Anies-Sandi bisa membuktikannya lagi. Jika tidak, maka publik akan bilang: itu cuma pencitraan.

   Memang, sebagian orang masih bilang: itu pencitraan. Terutama mereka yang belum bisa "move on" dari kekalahan. Ini biasa, wajar dan harus dimaklumi. Dalam politik ada luka. Tidak setiap luka bisa cepat untuk disembuhkan. Apalagi, setiap orang juga berbeda dalam membuat ukuran kepercayaan. Mereka mesti dirangkul dan diberi pengertian.

   Ditengah keraguan sebagian orang, Anies kembali membuat kejutaan. Kali ini, giliran lahan R.S. Sumber Waras. BPK mencatat, transaksi pembelian lahan ini terbukti merugikan. Negara kehilangan 191,33 milyar. Lumayan besar. Sempat Ahok dan sejumlah orang dipanggil KPK. Habis itu, kasus seolah dilupakan. Jejaknya lenyap dari berita media. Publik sempat curiga: ada kekuatan yang sedang mengendalikan. BPK tidak mungkin salah.

KPK berdalih: tak ada niat jahat di kasus ini. Publik makin curiga. Bagaimana tidak ada niat jahat, sementara pembayaran dilakukan secara cash. Ratusan milyar cash? Aneh! Ada suatu keganjilan. Gegara kasus ini, Kredibiltas KPK mulai dipertanyakan. Masyarakat bilang: KPK masuk perangkap permainan.

   Untuk efektifitas pencegahan dan pemberantasan korupsi, Anies membentuk KPK sendiri, KPK DKI. Hanya mirip fungsi dengan KPK yang sudah ada, tapi beda wewenang. Bersama KPK DKI yang baru ini, Anies minta Wagub menuntaskan kasus jual beli lahan Sumber Waras. Harus tetap diusut dan dituntaskan. Bambang Widjajanto, mantan wakil ketua KPK, dan Ogoeseno, bekas wakapolri ini bersama timnya mendapat tugas untuk mendampingi. Dengan melibatkan tim hukum ini, Anies nampak punya keseriusan dalam menangani permasalah korupsi di DKI.

Pihak Sumber Waras diberi dua pilihan: kembalikan 191,33 milyar ke negara, atau jual beli dibatalkan. Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) sebagai penjual lahan berdalih: tak ada dasar untuk mengembalikan. Jika demikian, opsinya adalah pembatalan.

   Veronica Tan, istri Ahok yang diduga terlibat, keburu mau diceraikan. Adakah hubungannya? Ahli hukum Djoko Edy Abdurrahman, wasek LPBH PBNU sudah mulai mengkait-kaitkan. Tulisannya yang viral di medsos (jika benar) berupaya membuat logika kausalitasnya. Sangat "tidak etis" dibicarakan jika memang tidak ada kaitan. Tapi, posisi Veronika Tan adalah ketua Yayasan Kanker Indonesia Wilayah DKI saat itu. Oleh KPK dianggap ikut terlibat dalam proses jual beli lahan R.S Sumber Waras. Faktor ini yang mendorong orang lalu mengkait-kaitkan.

   Kasus Sumber Waras sedang dalam proses untuk diselesaikan, Anies lagi-lagi membuat kebijakan mengagetkan: Hak Guna Bangunan (HGB) pulau reklamasi dibatalkan. Semua surat pengajuan ke BPN ditarik kembali. Segala bentuk pembangunan dan kegiatan apapun harus dihentikan. Apa dasarnya? Prosedur penerbitan HGB telah menabrak banyak aturan. Perda belum jadi, HGB sudah diterbitkan. Khususnya pulau D, HGB terbit sehari setelah pengukuran. Pulau seluas 483,6 ha diukur tanggal 23 agustus 2017, tanggal 24 sudah diterbitkan. Ini sungguh keterlaluan.

   Pembatalan HGB berlaku untuk semua pulau B, C, D dan G. Publik tak menyangka Anies berani melakukan itu. Gila! Dengan begitu Anies mesti siap-siap berhadapan dengan sejumlah taipan, termasuk Aguan.

   Di mata publik, keberanian ini memberi kredit poin kepada gubernur dan wagub baru ini. Pasalnya, nyali ini dibuktikan berani berhadapan dengan taipan yang selama ini dicurigai menjadi bohir dibalik kekuasaan. Saat LBP dikonfirmasi media, ia menjawab: itu hak gubernur Jakarta. Luhut tak segarang sebelumnya.

Dirunut dari sejarah awalnya, reklamasi adalah proyek lama. Pergub pertama dibuat oleh gubernur Jokowi. Lalu dimulai pembangunan saat Ahok jadi gubernur menggantikan Jokowi. Banyak protes, tapi tak digubris. Tangan-tangan kekuasaan diduga "back up" di belakang.

   Saat Rizal Ramli diangkat jadi menko maritim, moratorium dibuat. Kesimpulannya: banyak masalah dan berdampak besar jika reklamasi diteruskan. Tak lama kemudian, sang menteri dipecat dan diganti Luhut Binsar Panjaitan. Lalu, moratorium dibatalkan. Dengan bersemangat menko maritim yang baru ini bilang: reklamasi dilanjutkan.

Beberapa hari sebelum Anies-Sandi dilantik, rancangan perda reklamasi sudah diajukan ke DPRD. Saat itu, Djarot Saiful Hidayat gubernurnya. Salah seorang menteri pun kabarnya memanggil Sandiaga Uno dan memberi ancaman. Sang menteri akan mencari-cari kesalahan jika Sandi berani hentikan reklamasi. Sandi gentar? Rupanya tidak.

Belum sempat perda reklamasi itu disahkan, Anies-Sandi buru-buru menghentikan. Keputusan diambil tak lama setelah pelantikan. Ancaman diabaikan. Sang menteri tak berkutik dan diam. Memang, proses ini cukup dramatis dan menegangkan.

   Sampai disini, rasanya tidak bijak jika ada yang masih menyebut pencitraan. Beda pembuktian dengan pencitraan. Pencitraan itu cirinya: Pertama, ada kesan dibuat-buat dan penuh kepura-puraan. Yang terlihat berbeda dari yang sebenarnya. Tak sama antara panggung depan dengan panggung belakang. Berita media jauh beda dengan kenyataan.

Kedua, ujung-ujungnya tidak ada pembuktian. Karena itu bukan program, tapi branding dan jualan. Hanya sekedar untuk iklan dan magnet mendatangkan pujian. Rakyat mesti peka: mana janji, mana bukti. Ini bisa jadi alat ukur melihat pemimpin dan penguasa.

Ketiga, biasanya berkaitan dengan hal-hal kecil, remeh temeh, dan sederhana. Blusukan, cara berpakaian, tampil sederhana untuk iklan kebersahajaan. Atau sekedar marah-marah dan gebrak meja. Semua hal tak penting yang kira-kira bisa jadi magnet perhatian. Itu namanya pencitraan.

Banyak orang tertipu dan jadi korban pemimpin yang hanya sibuk membuat pencitraan. Di media bilang A, di lapangan melakukan B. Saatnya rakyat mesti dicerdaskan. Rasio dan bukti mesti diutamakan. Anies-Sandi punya tugas untuk itu.

Pembatalan reklamasi adalah keputusan berisiko, apalagi sampai adu nyali lawan taipan, bahkan kekuasaan. Hanya "orang gila" yang melakukan ini untuk bermain-main dengan pencitraan.

Rupanya, Anies memang tidak bisa diancam. Semakin ia ditekan, semakin ia melawan. Begitu pula dengan Sandi. Beginilah mestinya keberanian seorang pemimpin, bukan cari pencitraan, tapi sibuk membuktikan. Soal ini, Anies bisa jadi inspirasi dan panutan. [Jakarta, 10/1/2018]


Penutup

   Demikianlah apa yang diuraikan oleh Tony Rosyid seorang Pengamat Politik - Direktur Graha Insan Cendikia dan Ketua FASS Jabodetabek. Dari penulisannya itu tampak sekali nilai Good Government yang patut ditegakkan jika Indonesia benar-benar ingin maju dan kuat sebagaimana yang dicita-cita para syuhada dalam merintis, memperjuangkan, sampai NKRI ini terwujud.

   Mari kita pelihara NKRI dengan pemimpin yang sebenar-benar bekerja untuk mensejahterakan rakyat, bukan pemimpin pencitraan pencari keuntungan pribadi. Hal inilah yang diuraikan diatas oleh pengamat politik Tony Rosyid - penulis tajuk diatas.

   Hanya dengan paradigma semacam itulah NKRI benar-benar dapat eksis sebagai negara yang berdaulat dan tegak diatas kaki sendiri yang tidak dapat diotak-atik oleh "negara luar" yang (ingin) telah menjarah kekayaan negara katulistiwa ini (tentunya) melalui (dan bekerja sama) "pencari keuntungan pribadi" dalam negeri, baca juga --klik---> Bangsa Yang Suram. Ever Onward, Never Retreat. Billahit Taufiq wal-Hidayah. □ AFM



Sumber:
https://www.facebook.com/groups/1769077526725541/permalink/1784383018528325/□