Sampai
di Madinah
A
|
khirnya
Rasulullah saw bersama Abu Bakar ra selamat sampai Quba’ yang terletak
diluar Yatsrib (Madinah). Tinggal selama beberapa hari dan sempat mendirikan
Masjid Quba’ bersama-sama dengan penduduk setempat. Hari terakhir adalah hari
Jum’at sore, sebelumnya Muhammad saw telah
menyelesaikan Ibadah Jum’at bersama penduduk Quba’ yang tidak berjauhan dengan
Madinah (3 km). Di tempat itulah, ke dalam mesjid, kaum Muslimin datang,
masing-masing berusaha ingin melihat serta mendekatinya. Mereka ingin memuaskan
hati terhadap orang yang selama ini belum pernah mereka lihat, hati yang sudah
penuh cinta dan rangkuman iman akan risalahnya, dan yang selalu namanya disebut
pada setiap kali dalam bacaan shalat.
Setiba Rasulullah saw di Madinah orang-orang terkemuka di Madinah menawarkan diri
supaya ia tinggal pada mereka, namun Rasulullah saw mengatakan tergantung dari unta
beliau bernama Quswa berhenti dimana. Ternyata unta berhenti dan duduk di lahan
terbuka di dekat rumah Abu Ayyub Ansari ra.
Maka Beliau saw pun menetap di tempat
itu sampai selesainya pendirian Masjid Nabawi dan sebuah tempat berteduh
untuk Beliau saw di samping Masjid.
Seluruh sahabat bersama-sama Nabi saw
juga secara langsung turun tangan dalam pembangunan Masjid Nabawi, sebagaimana
juga sebelumnya mereka melakukan bersama-sama dalam pembangunan Masjid Quba’.
Beberapa hari kemudian, istri Nabi saw, Saudah ra, dua putri beliau Fatimah ra
and Ummu Kulsum ra, Usamah bin Zaid ra,
‘Aisyah ra dan Ummu Aiman ra juga menyusul hijrah ke Madinah
dibawah kawalan Abdullah bin Abu Bakar ra.
Adapun putri beliau seorang lagi, Zainab ra,
baru diijinkan hijrah ke Madinah setelah terjadi peperangan Badar.
Di
Madinah, Rasulullah saw memanjatkan
doa (yang artinya) sebagai berikut:
“Wahai
Allah! Jadikanlah kami mencintai Madinah sebagaimana kami mencintai Makkah,
atau bahkan lebih dari itu. Kami mohon, jadikanlah iklimnya menyehatkan bagi
kami. Tambahkanlah keberkahan didalam takaran (shaq dan mud) kami, dan
pindahkanlah panasnya Madinah hingga ke Juhfah.” Allah swt mengabulkan do'a beliau dan beliau pun menetap di Madinah karena
begitu cintanya beliau terhadap kota ini. (HR Bukhari).
Arti
dan Pentingnya Hijrah
Hijrah Rasulullah saw dan pengikutnya dari Makkah ke Madinah telah membawa akibat-akibat yang
lebih jauh yaitu:
Pertama: Dari peristiwa ini, terjadi
perubahan sosial. Islam sebagai sebuah kelompok didalam masyarakat telah
berkembang menjadi sebuah kesatuan Ummat Islam yang lebih besar dari
sebelumnya. Dalam Islam tidak ada diskriminasi atas dasar warna kulit, kesukuan,
kepercayaan, kaya atau pun miskin. Semua warga Madinah kedudukannya dalam
pemerintahan Madinah setara (egaliter).
Kedua: Menurut para ahli sejarah
Muslim, Rasulullah saw tiba di Quba‘ (berada
di luar Yatrib atau nama barunya Madinah) pada tanggal 16 Juli 632 yang mana
berada dalam bulan Muharram, dari sinilah dimulainya perhitungan kalender
Hijriyah.
Ketiga: Di Madinah inilah diletakkan cikal
bakal dasar-dasar acuan khilafah
(pemerintahan) menurut (ajaran) Islam dalam bernegara (bersosial-kemasyarakatan).
Peristiwa bersejarah yang diikat berupa perjanjian-perjanjian (berdasarkan hukum)
yang dibuat bersama dengan kelompok Yahudi, Anshar, Muhajirin, masyarakat Badui
dan beberapa suku yang lain untuk berdamai dan berkewajiban membela Madina dari
serangan luar. Ini tertuang dalam ‘Piagam (Konstitusi) Madinah’ menjadi panduan
bagi generasi-generasi yang kemudian dalam konsep ta’aruf.
Keempat:
Diantara sekian banyak sahabat Nabi saw,
beliau memilih Abu Bakar ra sebagai
teman dalam perjalanan hijrah. Hal ini di abadikan di dalam Al-Qur’an, Surah
At-Taubah ayat 40. Ini merupakan penghargaan paling utama bagi Abu Bakar ra yaitu mereka berdua bersembunyi di
dalam Gua Tsur. Rasul saw dalam keadaan gundah dari kejadian sebelumnya dari
percobaan pembunuhannya yang gagal. Setelah itu terusir dari Makkah, tempat
kelahiran dan tinggal selama 52 tahun dan baru memulai hijrah ke Madinah.
Keadaan psikologis Rasul saw seperti
itu terbaca oleh Abu Bakar ra. Ia
berusaha menenangkannya dengan berkata “Lā
tahzan innallāha ma’anā” artinya: “Jangan Engkau bersedih,
sesungguhnya Allah bersama kita.” Maka Allah menurunkan ketenangan kepadanya
(Muhammad) dan membantu dengan bala tentara (malaikat-malaikat) yang tidak
terlihat olehmu. Diluar gua sudah tiba kelompok
Musyrikin Makkah yang ingin menangkap dan membunuhnya. Pimpinan mereka bahkan hendak masuk ke gua
yang dijadikan tempat persembunyian Nabi saw
dan Abu Bakar ra, namun tak jadi. Mereka
melihat banyak sarang laba-laba di mulut gua. Selain itu, banyak pula burung
liar di sana. Inilah bentuk perlindungan Allah itu, sehingga mereka mengira tak
mungkin ada orang di dalam gua tersebut. Dengan itu luput dari tangkapan kaum musyrikin
Makkah tapi tak terlihat oleh mereka.
Begitu pula dengan Khulafa Ar-Rayidin
lainnya (Umar bin Khattab ra, inisiator penyusunan kalender Hijriyah;
Utsman bin Affan ra, pengusul bulan
pertama dari Tahun Hijriyah adalah Muharram; Dan Ali bin Abi Thalib ra, pengusul nama penanggalan Islam
dengan nama Kalender atau Almanak Hijriyah (nama yang diambil dari semangat dan
daya juang serta tujuan berhijrah).
Dampak Dari Hijrah ke Peradaban Islam Menjadi
Peradaban Dunia
Sekian
lamanya Islam melakukan penyebaran ajarannya, hingga lebih dari 14 abad
lamanya. Tentunya dari masa perjuangan tersebut telah menorehkan banyak
hasil yang dapat dirasakan oleh dunia saat ini walaupun sudah tidak terlihat
lagi adanya kekuasaan Islam yang mutlak. Karena Islam dalam ekspansinya, tidak
hanya dapat keuntungan materi saja, tapi lebih dari itu dakwah, pergaulan
sosial yang ditandai keadilan, harmonisasi hubungan baik antara sesama agama
samawi dalam landasan ‘tidak ada paksaan dalam memasuki agama Islam’ dari
daerah yang dikuasai. Malah ikut membangun dan memajukan peradaban yang ada dan
tetap toleran terhadap budaya lokal yang ada.
Para
tokoh Islam klasik yang telah membangun peradaban di masa itu, dan tidak
dilakukan oleh orang-orang Barat pada masa kegelapannya, adalah dengan
mempelajari peradaban Yunani Kuno, serta mengembangkan buah pemikirannya untuk
menemukan sesuatu yang baru dari segi filsafat dan ilmu pengetahuan. Seorang
pemikir orientalis Barat Gustave Lebon, dan telah diterjemahkan oleh Samsul
Munir Amin, mengatakan bahwa “(orang Arab-lah) yang menyebabkan kita mempunyai
peradaban, karena mereka adalah imam kita selama enam abad”. [1]
Peradaban Islam telah memberi kontribusi besar dalam berbagai bidang khususnya
bagi dunia Barat yang saat ini diyakini sebagai pusat peradaban dunia.
Kontribusi besar tersebut antara lain:
(1). Sepanjang abad ke-12
dan sebagian abad ke-13, karya-karya kaum Muslim dalam bidang filsafat, sains,
dan sebagainya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, khususnya dari
Spanyol. Penerjemahan ini sungguh telah memperkaya kurikulum pendidikan dunia
Barat.
(2). Kaum muslimin telah
memberi sumbangan eksperimental mengenai metode dan teori sains ke dunia Barat.
(3).
Sistem notasi dan desimal Arab (Arabic number) dalam waktu yang sama
telah dikenalkan ke dunia Barat yang sebelumnya menggunakan angka Romawi. [2]
Angka (huruf) Romawi tidak praktis. Untuk menulis angka 'seribu sembilan ratus
empat puluh delapan' dituliskan ilmuan Muslim menggunakan dengan 4 digit angka,
yaitu 1848. Sementara orang Barat menggunakan angka Romawi memerlukan 11 digit huruf seperti MDCCCXLVIII. Ilmu dan teknologi tidak akan maju dan
berkembang seperti sekarang ini apabila
masih tetap menggunakan angka Romawi yang ruwet serta sama sekali tidak praktis.
(4). Karya-karya dalam
bentuk terjemahan, khususnya karya Ibnu Sina (Avicenna) dalam bidang
kedokteran, digunakan sebagai teks di lembaga pendidikan tinggi sampai
pertengahan abad ke-17.
(5). Para ilmuwan
Muslim dengan berbagai karyanya telah merangsang kebangkitan Eropa, memperkaya
dengan kebudayaan Yunani Kuno dan Romawi Kuno serta literatur klasik yang pada
gilirannya melahirkan Renaisance.
(6). Lembaga-lembaga
pendidikan Islam yang telah didirikan jauh sebelum Eropa bangkit dalam bentuk
ratusan madrasah adalah pendahulu universitas yang ada di Eropa.
(7). Para ilmuwan
muslim berhasil melestarikan pemikiran dan tradisi ilmiah Yunani-Romawi (Greco
Helenistic) sewaktu Eropa dalam kegelapan.
(8). Sarjana-sarjana
Eropa belajar di berbagai lembaga pendidikan tinggi Islam dan mentransfer ilmu
pengetahuan ke dunia Barat.
(9). Para ilmuwan
Muslim telah menyumbangkan pengetahuan tentang rumah sakit, sanitasi, dan
makanan kepada Eropa. [3] Pada kondisi-kondisi tersebut, terutama pada abad
ke-11 dan ke-12, walaupun tradisi Islam yang diboyong ke Barat masih belum
terjadi pemisahan yang jelas antara ilmu-ilmu yang ada dan ketika itu ilmu
kalam, filsafat, tasawuf, ilmu alam, matematika, dan ilmu kedokteran masih
bercampur. Akan tetapi Islam telah mampu mendamaikan akal dengan iman dan
filsafat dengan agama. Sedangkan bangsa Barat pada masa itu masih terdapat
stereotipe yang memisahkan antara
akal dan iman serta filsafat dan agama. Hal ini juga terjadi pada ilmu
pengetahuan dan ilmu alam, yang mana Islam telah berjasa menyatukan akal dengan
alam, menetapkan kemandirian akal, menetapkan keberadaan hukum alam yang pasti,
dan keserasian Tuhan dengan alam.
Hingga
akhirnya filsafat skolastik Barat mencapai puncaknya yang telah didukung oleh
adanya pilar Islam dengan dibangunnya akademi-akademi di Eropa yang diadopsi dari
gaya akademi di kawasan Timur. Hal ini merupakan evolusi dari illuminisme biara
ke kegiatan pemikiran yang dialihkan kesekolahan dan akademi. Dan kurikulum
yang diajarkan adalah filsafat lama, dan ilmu-ilmu Islam terutama Averoisme
Paris. Pada saat yang sama terjadi perubahan kecenderungan pemikiran dari
kesenian dan kasusatraan ke gramatika dan logika, dari retorika ke filsafat dan
pemikiran, dan dari paganisme kesusastraan Latin ke penyucian Tuhan sebagai
pemikiran Islam.
Demikianlah
sumbangan besar Islam atas peradaban dunia Barat, yang selanjutnya jusru
dijadikan sebagai pusat peradaban dunia pada saat ini. Hal ini dikarenakan koeksistensian
dunia Barat dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologinya. Bahkan
karya-karya besar para ilmuwan Muslim tersebut hingga kini masih dapat kita
temukan di perpustakaan-perpustakaan internasional, khususnya di Amerika, yang
secara profesional dan rapi telah menyimpannya. [4] Sehingga para umat Muslim
di masa kini, yang ingin mempelajari lebih banyak tentang khasanah Islam
tersebut, harus pergi ke negara Barat agar dapat meminta kembali “permata” yang
sementara ini telah mereka pinjam.
Penutup dan Kesimpulan
Perjalanan
dakwah Rasulullah saw di Makkah dalam
menyiarkan agama (ajaran) Islam dilalui dengan proses yang begitu panjang dan
berliku. Tantangan dan perlawanan dari kaum musyrikin Quraish Makkah yang
menyembah serta mengagungkan berhala nenek moyang mereka tidak dapat dihindari.
Cacian makian, sikap permusuhan, intimidasi
dan siksaan yang dilakukan kaum musyrikin seakan menjadi menu harian bagi
Rasululllah saw dan pengikutnya.
Namun ketika itu di hadapi secarap pacifis
(sikap tidak melawan), karena belum ada perintah dari Allah swt untuk melawan
(perang)
Kerasnya
perlawanan kaum musyrikin Makkah memaksa Rasulullah saw dan pengikutnya berencana untuk menyelamatkan diri kaumnya yang
sudah memeluk Islam agar terhindar dari bahaya lebih parah lagi, maka perlu mencari
tempat lebih aman dan kondusif untuk membangun komuniti Islam dan dapat
diterima sebagai bagian dari komuniti yang akan menerimanya. Dengan itu dakwah
Islam akan berjalan dengan baik.
Ternyata
rencana Rasulullah saw hijrah ke
Madinah mendapat sambutan hangat dari pimpinan dan penduduk Madinah yang ketika
itu masih bernama Yatsrib. Dalam pertemuan Bai’atul Aqabah Kedua dengan serombongan muslimin dari Yastrib di Aqabah, mereka
melakukan sumpah di hadapan Rasulullah saw
yang di dampingi pamannya Abbas bin Abdul Muthalib. Hasil Pertemuan Aqabah Kedua antara lain mereka
berjanji akan membela dan melindungi Nabi Muhammad saw. Pada waktu itu juga orang-orang Yastrib
mengharapkan agar Rasulullah saw hijrah
ke Yastrib.
Sewaktu di
Madinah inilah strategi dakwah Rasulullah saw
lebih agresif dan besar. Madinah, sebagai Negara (yang berazazkan ajaran) Islam
pertama menjadi nadi pergerakan dakwah Islam ke seluruh pelosok bumi sekitarnya
yang lebih luas lagi sampai diluar batas jazirah Arabia. Tapak yang disediakan
oleh Rasulullah saw begitu kukuh
sehingga menjadi tauladan kepada pemerintahan Islam hingga kini sebagai
acuannya. Strategi yang bersumberkan kepada dua perundangan utama yaitu al-Qur’an
dan al-Hadits menjadi intipati kekuatan perancangan Islam dalam menegakkan
kalimah Tauhid.
Sukses
hijrah Nabi Muhammad saw ditandai,
antara lain, keberhasilannya mencerdaskan masyarakat Muslim yang bodoh menjadi
umat yang cerdas, menyejahterakan sosial ekonomi umat dan masyarakat dengan
asas keadilan dan pemerataan, serta penegakan nilai etik-moral dan norma hukum
yang tegas dan dijalankan secara konsekwen. Pendeknya, Nabi Muhammad saw berhasil membangun kesalehan ritual
yang paralel dengan kesejahteraan material, ketaatan individual yang seiring
dengan kepatuhan sosial, dan terwujudnya kesejahteraan duniawiyah-temporal yang
seimbang dengan keberkahan ukhrawiyah yang kekal.
Sebuah fakta sejarah kemudian membuktikan
bahwa proses penyebaran Islam dengan dakwah jauh lebih cepat dan berkembang
pada periode Madinah ini dibandingkan periode Makkah. Selain itu juga di
Madinah, Rasulullah saw dan Umat
Islam berhasil membangun tata peradaban baru, tata pemerintahan, tata ekonomi
dan sosial yang demikian pesat perkembangannya. Dengan itu penulis buku 100
Tokoh Yang Mempengaruhi Dunia, Michael
H. Hart, mengatakan: “Pilihan
saya Muhammad memimpin daftar orang-orang paling berpengaruh di dunia mungkin
mengejutkan pembaca dan dapat dipertanyakan oleh orang lain, tapi dialah satu-satunya
manusia dalam sejarah yang sangat berhasil baik dalam tingkat religious (agama)
maupun seculer (dunia).”
Demikianlah
proses dan dampaknya yang dimulai dari hijrahnya Rasul dan pengikutnya menjadi
catatan tinta emas sejarah Islam mulai dari Madinah sampai Bashrah (Iraq). Kemudian memuncak dari India (Mughal) sampai
China (Uighur), Mesir sampai Maroko (Afrika Utara), Al-Andalus Spanyol sampai
Turki Utsmaniyah (Ottoman Empire), dari negeri-negeri Balkan sampai Bukhara
(Uzbekistan). Bahkan Asia Tenggara yaitu dari Negeri Champa sampai Nusantara
(Indonesia) yang jejak-jejaknya masih terlihat sampai sekarang. Wallahu A’lam bish-Shawab, Billahit Taufiq wal-Hidayah. □ AFM
Kembali
ke: Dampak Hijrah Rasul saw dan Pengikutnya 1
Catatan
Kaki:
[1] Samsul
Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, editor: Lihiati, Ed.1, cet.1
(Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 32.
[2] Rom Landau, Batu Sendi Peradaban Barat yang diletakkan
oleh Sarjana-sarjana Islam, Terjemahan H M Bachrun, PT Penerbit dan Balai Buku
Ichtiar, Jakarta.
[3]
Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam Atas Dunia Intelektual Barata, Deskripsi
Analisis Abad Keemasan Islam, terj. Joko S. Kahhar dan Supriyanto Abdullah,
cet. 2, (Surabaya: Risalah Gusti, 2003) hlm. 85.
[4]
Abdurrahman Mas’ud, Islam dan Peradaban (sebagai pengantar), dalam Samsul
Munir Amin, hlm. x.
Sumber:
http://afaisalmarzuki.blogspot.com/2016/08/islam-dan-peradaban-dunia.html
http://www.dream.co.id/jejak/kisah-hijrah-nabi-muhammad-151013g/keajaiban-gua-tsur-4jz.html
http://rasulteladan.blogspot.co.id/2015/11/kisah-hijrah-nabi-muhammad-saw-dan-para.html
http://sejarahperadabanislam77.blogspot.com/2013/05/dakwah-dan-hijrah-rasulullah-ke-madinah_1.html
http://www.intipsejarah.com/2014/09/sejarah-kisah-hijrah-nabi-muhammad-saw.html
http://bedahbuku-faisal.blogspot.com/2016/10/sejarah-penetapan-penanggalan-hijriah.html
http://afaisalmarzuki.blogspot.com/2014/05/rasul-tokoh-yang-mempengaruhi-dunia.html
Terjemahan Al-Qur’an diambbilkan dari ALFATIH
Al-Qur’an Tafsir Per Kata Di Sarikan Dari Tafsir Ibnu Katsir, Pustaka ALFATIH□□□