Thursday, October 6, 2016

Dampak Hijrah Rasul saw dan Pengikutnya 2





Sampai di Madinah



A
khirnya Rasulullah saw bersama Abu Bakar ra selamat sampai Quba’ yang terletak diluar Yatsrib (Madinah). Tinggal selama beberapa hari dan sempat mendirikan Masjid Quba’ bersama-sama dengan penduduk setempat. Hari terakhir adalah hari Jum’at sore, sebelumnya Muhammad saw telah menyelesaikan Ibadah Jum’at bersama penduduk Quba’ yang tidak berjauhan dengan Madinah (3 km). Di tempat itulah, ke dalam mesjid, kaum Muslimin datang, masing-masing berusaha ingin melihat serta mendekatinya. Mereka ingin memuaskan hati terhadap orang yang selama ini belum pernah mereka lihat, hati yang sudah penuh cinta dan rangkuman iman akan risalahnya, dan yang selalu namanya disebut pada setiap kali dalam bacaan shalat.

Setiba Rasulullah saw di Madinah orang-orang terkemuka di Madinah menawarkan diri supaya ia tinggal pada mereka, namun Rasulullah saw mengatakan tergantung dari unta beliau bernama Quswa berhenti dimana. Ternyata unta berhenti dan duduk di lahan terbuka di dekat rumah Abu Ayyub Ansari ra. Maka Beliau saw pun menetap di tempat itu sampai selesainya pendirian Masjid Nabawi dan sebuah tempat berteduh untuk Beliau saw di samping Masjid. Seluruh sahabat bersama-sama Nabi saw juga secara langsung turun tangan dalam pembangunan Masjid Nabawi, sebagaimana juga sebelumnya mereka melakukan bersama-sama dalam pembangunan Masjid Quba’.

Beberapa hari kemudian, istri Nabi saw, Saudah ra, dua putri beliau Fatimah ra and Ummu Kulsum ra, Usamah bin Zaid ra, ‘Aisyah ra dan Ummu Aiman ra juga menyusul hijrah ke Madinah dibawah kawalan Abdullah bin Abu Bakar ra. Adapun putri beliau seorang lagi, Zainab ra, baru diijinkan hijrah ke Madinah setelah terjadi peperangan Badar.

Di Madinah, Rasulullah saw memanjatkan doa (yang artinya) sebagai berikut:

“Wahai Allah! Jadikanlah kami mencintai Madinah sebagaimana kami mencintai Makkah, atau bahkan lebih dari itu. Kami mohon, jadikanlah iklimnya menyehatkan bagi kami. Tambahkanlah keberkahan didalam takaran (shaq dan mud) kami, dan pindahkanlah panasnya Madinah hingga ke Juhfah.” Allah swt mengabulkan do'a beliau dan beliau pun menetap di Madinah karena begitu cintanya beliau terhadap kota ini. (HR Bukhari).


Arti dan Pentingnya Hijrah

Hijrah Rasulullah saw dan pengikutnya dari Makkah ke Madinah telah membawa akibat-akibat yang lebih jauh yaitu:

Pertama: Dari peristiwa ini, terjadi perubahan sosial. Islam sebagai sebuah kelompok didalam masyarakat telah berkembang menjadi sebuah kesatuan Ummat Islam yang lebih besar dari sebelumnya. Dalam Islam tidak ada diskriminasi atas dasar warna kulit, kesukuan, kepercayaan, kaya atau pun miskin. Semua warga Madinah kedudukannya dalam pemerintahan Madinah setara (egaliter).

Kedua: Menurut para ahli sejarah Muslim, Rasulullah saw tiba di Quba‘ (berada di luar Yatrib atau nama barunya Madinah) pada tanggal 16 Juli 632 yang mana berada dalam bulan Muharram, dari sinilah dimulainya perhitungan kalender Hijriyah.

Ketiga: Di Madinah inilah diletakkan cikal bakal dasar-dasar acuan  khilafah (pemerintahan) menurut (ajaran) Islam dalam bernegara (bersosial-kemasyarakatan). Peristiwa bersejarah yang diikat berupa perjanjian-perjanjian (berdasarkan hukum) yang dibuat bersama dengan kelompok Yahudi, Anshar, Muhajirin, masyarakat Badui dan beberapa suku yang lain untuk berdamai dan berkewajiban membela Madina dari serangan luar. Ini tertuang dalam ‘Piagam (Konstitusi) Madinah’ menjadi panduan bagi generasi-generasi yang kemudian dalam konsep ta’aruf.

Keempat: Diantara sekian banyak sahabat Nabi saw, beliau memilih Abu Bakar ra sebagai teman dalam perjalanan hijrah. Hal ini di abadikan di dalam Al-Qur’an, Surah At-Taubah ayat 40. Ini merupakan penghargaan paling utama bagi Abu Bakar ra yaitu mereka berdua bersembunyi di dalam Gua Tsur. Rasul saw dalam keadaan gundah dari kejadian sebelumnya dari percobaan pembunuhannya yang gagal. Setelah itu terusir dari Makkah, tempat kelahiran dan tinggal selama 52 tahun dan baru memulai hijrah ke Madinah. Keadaan psikologis Rasul saw seperti itu terbaca oleh Abu Bakar ra. Ia berusaha menenangkannya dengan berkata “Lā tahzan innallāha ma’anā” artinya: “Jangan Engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” Maka Allah menurunkan ketenangan kepadanya (Muhammad) dan membantu dengan bala tentara (malaikat-malaikat) yang tidak terlihat olehmu. Diluar gua  sudah tiba kelompok Musyrikin Makkah yang ingin menangkap dan membunuhnya.  Pimpinan mereka bahkan hendak masuk ke gua yang dijadikan tempat persembunyian Nabi saw dan Abu Bakar ra, namun tak jadi. Mereka melihat banyak sarang laba-laba di mulut gua. Selain itu, banyak pula burung liar di sana. Inilah bentuk perlindungan Allah itu, sehingga mereka mengira tak mungkin ada orang di dalam gua tersebut.  Dengan itu luput dari tangkapan kaum musyrikin Makkah tapi tak terlihat oleh mereka.

Begitu pula dengan Khulafa Ar-Rayidin lainnya (Umar bin Khattab ra, inisiator penyusunan kalender Hijriyah; Utsman bin Affan ra, pengusul bulan pertama dari Tahun Hijriyah adalah Muharram; Dan Ali bin Abi Thalib ra, pengusul nama penanggalan Islam dengan nama Kalender atau Almanak Hijriyah (nama yang diambil dari semangat dan daya juang serta tujuan berhijrah).


Dampak Dari Hijrah ke Peradaban Islam Menjadi Peradaban Dunia

Sekian lamanya Islam melakukan penyebaran ajarannya, hingga lebih dari 14 abad lamanya.  Tentunya dari masa perjuangan tersebut telah menorehkan banyak hasil yang dapat dirasakan oleh dunia saat ini walaupun sudah tidak terlihat lagi adanya kekuasaan Islam yang mutlak. Karena Islam dalam ekspansinya, tidak hanya dapat keuntungan materi saja, tapi lebih dari itu dakwah, pergaulan sosial yang ditandai keadilan, harmonisasi hubungan baik antara sesama agama samawi dalam landasan ‘tidak ada paksaan dalam memasuki agama Islam’ dari daerah yang dikuasai. Malah ikut membangun dan memajukan peradaban yang ada dan tetap toleran terhadap budaya lokal yang ada.

Para tokoh Islam klasik yang telah membangun peradaban di masa itu, dan tidak dilakukan oleh orang-orang Barat pada masa kegelapannya, adalah dengan mempelajari peradaban Yunani Kuno, serta mengembangkan buah pemikirannya untuk menemukan sesuatu yang baru dari segi filsafat dan ilmu pengetahuan. Seorang pemikir orientalis Barat Gustave Lebon, dan telah diterjemahkan oleh Samsul Munir Amin, mengatakan bahwa “(orang Arab-lah) yang menyebabkan kita mempunyai peradaban, karena mereka adalah imam kita selama enam abad”. [1]

Peradaban Islam telah memberi kontribusi besar dalam berbagai bidang khususnya bagi dunia Barat yang saat ini diyakini sebagai pusat peradaban dunia. Kontribusi besar tersebut antara lain:

(1). Sepanjang abad ke-12 dan sebagian abad ke-13, karya-karya kaum Muslim dalam bidang filsafat, sains, dan sebagainya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, khususnya dari Spanyol. Penerjemahan ini sungguh telah memperkaya kurikulum pendidikan dunia Barat.

(2). Kaum muslimin telah memberi sumbangan eksperimental mengenai metode dan teori sains ke dunia Barat.

(3). Sistem notasi dan desimal Arab (Arabic number) dalam waktu yang sama telah dikenalkan ke dunia Barat yang sebelumnya menggunakan angka Romawi. [2] Angka (huruf) Romawi tidak praktis. Untuk menulis angka 'seribu sembilan ratus empat puluh delapan' dituliskan ilmuan Muslim menggunakan dengan 4 digit angka, yaitu 1848. Sementara orang Barat menggunakan angka Romawi memerlukan 11 digit huruf seperti MDCCCXLVIII.  Ilmu dan teknologi tidak akan maju dan berkembang seperti sekarang ini  apabila masih tetap menggunakan angka Romawi yang ruwet serta sama sekali tidak praktis.

(4). Karya-karya dalam bentuk terjemahan, khususnya karya Ibnu Sina (Avicenna) dalam bidang kedokteran, digunakan sebagai teks di lembaga pendidikan tinggi sampai pertengahan abad ke-17.

(5). Para ilmuwan Muslim dengan berbagai karyanya telah merangsang kebangkitan Eropa, memperkaya dengan kebudayaan Yunani Kuno dan Romawi Kuno serta literatur klasik yang pada gilirannya melahirkan Renaisance.

(6). Lembaga-lembaga pendidikan Islam yang telah didirikan jauh sebelum Eropa bangkit dalam bentuk ratusan madrasah adalah pendahulu universitas yang ada di Eropa.

(7). Para ilmuwan muslim berhasil melestarikan pemikiran dan tradisi ilmiah Yunani-Romawi (Greco Helenistic) sewaktu Eropa dalam kegelapan.

(8). Sarjana-sarjana Eropa belajar di berbagai lembaga pendidikan tinggi Islam dan mentransfer ilmu pengetahuan ke dunia Barat.

(9). Para ilmuwan Muslim telah menyumbangkan pengetahuan tentang rumah sakit, sanitasi, dan makanan kepada Eropa. [3] Pada kondisi-kondisi tersebut, terutama pada abad ke-11 dan ke-12, walaupun tradisi Islam yang diboyong ke Barat masih belum terjadi pemisahan yang jelas antara ilmu-ilmu yang ada dan ketika itu ilmu kalam, filsafat, tasawuf, ilmu alam, matematika, dan ilmu kedokteran masih bercampur. Akan tetapi Islam telah mampu mendamaikan akal dengan iman dan filsafat dengan agama. Sedangkan bangsa Barat pada masa itu masih terdapat stereotipe yang memisahkan antara akal dan iman serta filsafat dan agama. Hal ini juga terjadi pada ilmu pengetahuan dan ilmu alam, yang mana Islam telah berjasa menyatukan akal dengan alam, menetapkan kemandirian akal, menetapkan keberadaan hukum alam yang pasti, dan keserasian Tuhan dengan alam.

Hingga akhirnya filsafat skolastik Barat mencapai puncaknya yang telah didukung oleh adanya pilar Islam dengan dibangunnya akademi-akademi di Eropa yang diadopsi dari gaya akademi di kawasan Timur. Hal ini merupakan evolusi dari illuminisme biara ke kegiatan pemikiran yang dialihkan kesekolahan dan akademi. Dan kurikulum yang diajarkan adalah filsafat lama, dan ilmu-ilmu Islam terutama Averoisme Paris. Pada saat yang sama terjadi perubahan kecenderungan pemikiran dari kesenian dan kasusatraan ke gramatika dan logika, dari retorika ke filsafat dan pemikiran, dan dari paganisme kesusastraan Latin ke penyucian Tuhan sebagai pemikiran Islam.

Demikianlah sumbangan besar Islam atas peradaban dunia Barat, yang selanjutnya jusru dijadikan sebagai pusat peradaban dunia pada saat ini. Hal ini dikarenakan koeksistensian dunia Barat dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologinya. Bahkan karya-karya besar para ilmuwan Muslim tersebut hingga kini masih dapat kita temukan di perpustakaan-perpustakaan internasional, khususnya di Amerika, yang secara profesional dan rapi telah menyimpannya. [4] Sehingga para umat Muslim di masa kini, yang ingin mempelajari lebih banyak tentang khasanah Islam tersebut, harus pergi ke negara Barat agar dapat meminta kembali “permata” yang sementara ini telah mereka pinjam.


Penutup dan Kesimpulan

Perjalanan dakwah Rasulullah saw di Makkah dalam menyiarkan agama (ajaran) Islam dilalui dengan proses yang begitu panjang dan berliku. Tantangan dan perlawanan dari kaum musyrikin Quraish Makkah yang menyembah serta mengagungkan berhala nenek moyang mereka tidak dapat dihindari. Cacian  makian, sikap permusuhan, intimidasi dan siksaan yang dilakukan kaum musyrikin seakan menjadi menu harian bagi Rasululllah saw dan pengikutnya. Namun ketika itu di hadapi secarap pacifis (sikap tidak melawan), karena belum ada perintah dari Allah swt untuk melawan (perang)

Kerasnya perlawanan kaum musyrikin Makkah memaksa Rasulullah saw dan pengikutnya berencana untuk menyelamatkan diri kaumnya yang sudah memeluk Islam agar terhindar dari bahaya lebih parah lagi, maka perlu mencari tempat lebih aman dan kondusif untuk membangun komuniti Islam dan dapat diterima sebagai bagian dari komuniti yang akan menerimanya. Dengan itu dakwah Islam akan berjalan dengan baik.

Ternyata rencana Rasulullah saw hijrah ke Madinah mendapat sambutan hangat dari pimpinan dan penduduk Madinah yang ketika itu masih bernama Yatsrib. Dalam pertemuan Bai’atul Aqabah Kedua dengan serombongan muslimin dari Yastrib di Aqabah, mereka melakukan sumpah di hadapan Rasulullah saw yang di dampingi pamannya Abbas bin Abdul Muthalib. Hasil Pertemuan Aqabah Kedua antara lain mereka berjanji akan membela dan melindungi Nabi Muhammad saw. Pada waktu itu juga orang-orang Yastrib mengharapkan agar Rasulullah saw hijrah ke Yastrib.

Sewaktu di Madinah inilah strategi dakwah Rasulullah saw lebih agresif dan besar. Madinah, sebagai Negara (yang berazazkan ajaran) Islam pertama menjadi nadi pergerakan dakwah Islam ke seluruh pelosok bumi sekitarnya yang lebih luas lagi sampai diluar batas jazirah Arabia. Tapak yang disediakan oleh Rasulullah saw begitu kukuh sehingga menjadi tauladan kepada pemerintahan Islam hingga kini sebagai acuannya. Strategi yang bersumberkan kepada dua perundangan utama yaitu al-Qur’an dan al-Hadits menjadi intipati kekuatan perancangan Islam dalam menegakkan kalimah Tauhid.

Sukses hijrah Nabi Muhammad saw ditandai, antara lain, keberhasilannya mencerdaskan masyarakat Muslim yang bodoh menjadi umat yang cerdas, menyejahterakan sosial ekonomi umat dan masyarakat dengan asas keadilan dan pemerataan, serta penegakan nilai etik-moral dan norma hukum yang tegas dan dijalankan secara konsekwen. Pendeknya, Nabi Muhammad saw berhasil membangun kesalehan ritual yang paralel dengan kesejahteraan material, ketaatan individual yang seiring dengan kepatuhan sosial, dan terwujudnya kesejahteraan duniawiyah-temporal yang seimbang dengan keberkahan ukhrawiyah yang kekal.

Sebuah fakta sejarah kemudian membuktikan bahwa proses penyebaran Islam dengan dakwah jauh lebih cepat dan berkembang pada periode Madinah ini dibandingkan periode Makkah. Selain itu juga di Madinah, Rasulullah saw dan Umat Islam berhasil membangun tata peradaban baru, tata pemerintahan, tata ekonomi dan sosial yang demikian pesat perkembangannya. Dengan itu penulis buku 100 Tokoh Yang Mempengaruhi Dunia, Michael H. Hart, mengatakan: “Pilihan saya Muhammad memimpin daftar orang-orang paling berpengaruh di dunia mungkin mengejutkan pembaca dan dapat dipertanyakan oleh orang lain, tapi dialah satu-satunya manusia dalam sejarah yang sangat berhasil baik dalam tingkat religious (agama) maupun seculer (dunia).”

Demikianlah proses dan dampaknya yang dimulai dari hijrahnya Rasul dan pengikutnya menjadi catatan tinta emas sejarah Islam mulai dari Madinah sampai Bashrah (Iraq). Kemudian memuncak dari India (Mughal) sampai China (Uighur), Mesir sampai Maroko (Afrika Utara), Al-Andalus Spanyol sampai Turki Utsmaniyah (Ottoman Empire), dari negeri-negeri Balkan sampai Bukhara (Uzbekistan). Bahkan Asia Tenggara yaitu dari Negeri Champa sampai Nusantara (Indonesia) yang jejak-jejaknya masih terlihat sampai sekarang. Wallahu A’lam bish-Shawab, Billahit Taufiq wal-Hidayah. AFM




Catatan Kaki:
[1] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, editor: Lihiati, Ed.1, cet.1 (Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 32.
[2] Rom Landau, Batu Sendi Peradaban Barat yang diletakkan oleh Sarjana-sarjana Islam, Terjemahan H M Bachrun, PT Penerbit dan Balai Buku Ichtiar, Jakarta.
[3] Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam Atas Dunia Intelektual Barata, Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam, terj. Joko S. Kahhar dan Supriyanto Abdullah, cet. 2, (Surabaya: Risalah Gusti, 2003) hlm. 85.
[4] Abdurrahman Mas’ud, Islam dan Peradaban (sebagai pengantar), dalam  Samsul Munir Amin, hlm. x.


Sumber:
http://afaisalmarzuki.blogspot.com/2016/08/islam-dan-peradaban-dunia.html
http://www.dream.co.id/jejak/kisah-hijrah-nabi-muhammad-151013g/keajaiban-gua-tsur-4jz.html
http://rasulteladan.blogspot.co.id/2015/11/kisah-hijrah-nabi-muhammad-saw-dan-para.html
http://sejarahperadabanislam77.blogspot.com/2013/05/dakwah-dan-hijrah-rasulullah-ke-madinah_1.html
http://www.intipsejarah.com/2014/09/sejarah-kisah-hijrah-nabi-muhammad-saw.html
http://bedahbuku-faisal.blogspot.com/2016/10/sejarah-penetapan-penanggalan-hijriah.html
http://afaisalmarzuki.blogspot.com/2014/05/rasul-tokoh-yang-mempengaruhi-dunia.html
Terjemahan Al-Qur’an diambbilkan dari ALFATIH Al-Qur’an Tafsir Per Kata Di Sarikan Dari Tafsir Ibnu Katsir, Pustaka ALFATIH□□□