Pendahuluan
Sebelum hijrah. Para pengikut Nabi
Muhammad saw di Makkah jumlahnya masih sedikit. Tetapi Rasulullah saw tidak pernah menyerah dan berhenti berdakwah. Beliau yakin
bahwa Allah swt akan memenangkan
agama-Nya, sekalipun para pengingkar membencinya.
Pada saat-saat gelap dan
kemandekan dakwah di Makkah ini, muncullah fajar harapan yang mulai merekah
dari arah yang tidak disangka-sangka oleh seorang pun. Fajar itu menyingsing
dari arah Yatsrib (Madinah), cukup jauh dari Makkah, lk 500 km.
Yatsrib merupakan kota yang
mempunyai banyak hubungan dengan Rasulullah saw.
Paman-pamannya dari Bani Najjar berasal dari Yatsrib. Ayahnya Abdullah
dikuburkan di situ dan ibunya Aminah dikuburkan di sebuah desa yang berdekatan.
Beliau pernah pergi ke Yatsrib ketika masih kecil untuk mengunjungi kuburan
ayahnya.
Yatsrib adalah kota yang lebih
nyaman dibandingkan dengan Makkah, dengan iklim yang sedang dan naungan hijau
pepohonan yang rimbun. Penduduknya terdiri dari dua suku al-Aus dan al-Khazraj,
terdapat pula beberapa suku Yahudi. Yahudi yang minoritas, telah menciptakan salah pengertian
dan saling membenci antara dua suku tersebut, dengan maksud agar tetap aman dan
menjadi kekuatan yang dominan. Kedua suku tersebut, Al-Aus dan al-Khazraj hidup dalam keadaan saling berperang, berselisih dan
menyerang.
Bai’atul Aqabah Pertama. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, banyak penduduk Yatsrib datang
sebagai peziarah ke Makkah. Diantara para peziarah, terdapat enam orang yang
sangat terkesan oleh kepribadian dan kata-kata Rasulullah saw, mereka beranggapan bahwa Rasulullah saw mampu menolong mereka mengatasi berbagai masalah di Yatsrib.
Lima dari enam orang tersebut datang dengan membawa tujuh orang temannya
menemui Rasulullah saw.
Dua belas orang tersebut terdiri dari 10 orang suku Khazraj dan 2 orang
suku Aus, mereka mewakili sebagian besar pikiran-pikiran orang Yatsrib, dan
mereka mengatakan akan membuat perjanjian dengan Rasulullah saw untuk menerimanya sebagai Nabi dan
mematuhinya, serta menjauhkan diri dari perbuatan dosa. Mereka secara rahasia
bersumpah setia kepada Rasulullah saw,
isi
perjanjian kesetiaan tersebut adalah: Tidak akan mempersekutukan Allah; Tidak
akan mencuri; Tidak akan berzinah; Tidak akan membunuh anak-anak; Tidak akan
fitnah-menfitnah; Tidak akan mendurhakai Rasulullah saw.
Kemudian Rasulullah saw
mengutus seorang sahabatnya Mush’ab ibn Umair kepada mereka untuk mengajarkan
Al-Qur’an dan praktek-praktek Islam, serta mengajak orang-orang Yatsrib untuk
memeluk Islam, akan tetapi ia juga diharapkan memberikan informasi kepada Rasul
saw tentang situasi politik di
Yatsrib.
Bai’atul Aqabah Kedua. Beberapa tahun kemudian serombongan muslimin dari Yastrib
berjumlah 75 orang terdiri dari 73 laki-laki dan 2 orang perempuan, mereka
berkumpul di Aqabah menemui Rasulullah saw
dan melakukan sumpah di hadapan Rasulullah saw
yang di dampingi Pamannya Abbas bin Abdul Muthalib. Isinya antara lain mereka
berjanji akan membela dan melindungi Nabi Muhammad saw sebagai mana mereka melindungi istri dan anak-anak mereka. Acara ini di tutup dengan doa oleh Abbas bin Abdul Muthalib. Pada waktu
itu juga orang-orang Yastrib mengharapkan agar Rasulullah saw hijrah ke Yastrib. Mereka sangat bahagia dan akan membela
Rasulullah saw dan Islam apabila
beliau hijrah ke Yastrib. □
Sesungguhnya
orang-orang yang beriman, dan orang-orang yang berhijrah dan berjihad
(berjuang) di jalan Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmat Allah. Allah
Maha Pengampun (lagi) Maha Penyayang. [QS Al-Baqarah 2:218]
“Maka
orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada
jalan-Ku, yang berperang dan terbunuh, pasti Aku (Allah) hapuskan kesalahan
mereka, dan pasti Aku (Allah) masukkan mereka ke dalam surga-surga yang
sungainya mengalir di bawahnya, sebagai pahala dari Allah. Dan di sisi Allah
ada pahala yang baik.” [QS Ali ‘Imran 3:195]
H
|
ijrah
yang berarti perpindahan dari satu daerah ke daerah yang lain. Tujuannya agar
lebih maju dan berkembang, yang sebelumnya terhambat. Usaha ini sebagai salah
satu ibadah dengan nilai pahala yang tinggi, karena niat dan tujuannya ke depan
untuk mengembangkan dakwah Islamiyah. Banyak ayat al-Qur’an Allah swt menjelaskan kemuliaan ibadah ini dan
menjanjikan ganjaran yang berlipat ganda kepada mereka yang berhijrah. Sebab, selain
kesulitan yang dihadapi seorang muhajir (pelaku hijrah) baik kesulitan karena
meninggalkan negeri asal, kesulitan di daerah baru dan banyak hal lain, hijrah
juga dimaksudkan untuk menjaga dan memelihara agama dan risalah ilahi yang
terakhir, Islam.
Dan
siapa yang berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka akan mendapatkan di bumi
ini tempat hijrah yang luas dan (rezeki) yang banyak. Barang siapa yang keluar
dari rumahnya dengan maksud berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, kemudian
kematian menimpanya (sebelum sampai ketempat yang dituju), maka sungguh,
pahalanya telah ditetapkan di sisi Allah. Dan Allah Maha Pengampun (lagi) Maha
Penyayang. [QS An-Nisā’ 4:100]
Asbabun
Nuzul ayat 100 penggal terakhir dari surat An-Nisā’ ini di ceritakan Ibnu Abbas, ayat ini
diturunkan berkenaan dengan (semangat berhijrah) Dharmah bin Jundub (walaupun) yang sudah sangat tua. Ia
berniat (dengan teguhnya) keluar dari rumahnya untuk berhijrah mencari keridhaan Allah dan
Rasul-Nya. Ia pun berpesan kepada keluarganya. “Bantulah aku keluar dari negeri
kaum musyrik ini dan antar aku kepada Rasulullah, keluarganya menyanggupi,
namun sebelum sampai dihadapan Rasulullah saw,
ia wafat di tengah perjalanan. [HR Ibnu Abi Hatim]
Ali Menggantikan Tidur Rasulullah saw
Quraisy Musyrikin Makkah berencana
membunuh Muhammad saw, karena
dikuatirkan ia akan hijrah ke Madinah. Sebelumnya, berangsur-angsur pengikut
Rasul saw telah hijrah. Ketika
itu kaum Muslimin sudah tak ada lagi yang tinggal, kecuali sebagian kecil.
Ketika perintah dari Allah swt datang
supaya beliau hijrah, Beliau saw
meminta Abu Bakar ra supaya menemaninya
dalam hijrahnya itu. Sebelum itu Abu Bakar memang sudah menyiapkan dua ekor
untanya yang diserahkan pemeliharaannya kepada Abdullah bin Uraiqiz sampai
nanti tiba waktunya diperlukan, diambil lagi.
Pada malam sebelum mulai hijrah itu
pula Muhammad saw membisikkan kepada
Ali bin Abi Talib ra supaya memakai
mantelnya yang hijau dari Hadzramaut dan supaya berbaring di tempat tidurnya.
Dimintanya supaya sepeninggalnya nanti ia tinggal dulu di Makkah menyelesaikan
barang-barang amanat orang yang dititipkan kepadanya. Demikianlah, ketika
pemuda-pemuda Quraisy mengintip ke tempat tidur Nabi Muhammad saw, mereka melihat sesosok tubuh di
tempat tidur itu dan mengira bahwa Nabi saw
masih tidur.
Di Dalam Gua Tsur
Dalam perjalanan hijrah, tentunya selalu diintai dan dikejar. Sementara yang hijrah perlu juga beristirahat dan menyembunyikan diri dari kejaran. Perjalannya panjang, lk 500 km, bergurun pasir, di siang hari panas terik bukan main. Rasullah saw dan Abu Bakar ra sempat tinggal di dalam gua Tsur yang berjarak 3 km dari Makkah selama 3 hari, pada hari Jum’at, Sabtu, dan Ahad. Selama itu, mereka berdua mendapat bantuan dari beberapa orang yang dipercaya untuk memberikan informasi, makanan maupun unta tunggangan.
Abdullah bin Abu Bakar ra mendatangi gua pada malam hari dan
menyampaikan berita perihal berbagai rencana dan kegiatan orang-orang musyrikin
Quraish Makkah kepada mereka berdua. Sebelum fajar ia sudah kembali ke Makkah
sehingga seolah-olah ia selalu berada di Makkah.
Amar bin Fuhairah menggiring
domba-domba gembalaannya ke dalam gua pada malam hari sehingga Rasulullah saw dan Abu Bakar ra bisa minum susu domba hingga cukup kenyang. Setelah itu Amar
menggiring kembali domba-dombanya ke Makkah sebelum fajar selang beberapa waktu
setelah Abdullah bin Abu Bakar kembali ke Makkah, dengan demikian jejak kaki
Abdullah terhapus oleh jejak domba-domba itu.
Abdullah bin Ariqat Laitsi, seorang musyrik
Makkah yang dapat dipercaya dan bekerja sebagai pemandu yang diupah oleh Abu
Bakar ra datang ke gua ini, setelah
hari ke-tiga, membawa dua ekor unta.
Pada waktu itu Abu Bakar ra menawarkan satu dari unta itu kepada Nabi saw sebagai hadiah. Namun Beliau saw memaksa membeli unta itu. Abu Bakar ra pun akhirnya bersedia menerima pembayaran sebesar empat ratus dirham untuk unta itu. Unta inilah yang kemudian dikenal sebagai Unta Rasulullah saw yang dinamai Quswa.
Dengan dipandu oleh Abdullah bin
Ariqat, mereka berdua memulai perjalanan menuju Madinah. Amar juga menyertai
perjalanan mereka.
Suraqa Pemburu Nabi saw
Ketika itu Quraisy Musyrikin Makkah
mengadakan sayembara, barangsiapa bisa menyerahkan Muhammad saw akan diberi hadiah seratus ekor
unta. Mereka sangat giat mencari Rasulullah saw.
Ketika terdengar kabar bahwa ada rombongan tiga orang sedang dalam perjalanan,
mereka yakin itu adalah Muhammad saw dan
beberapa orang sahabatnya. Suraqa bin Malik bin Ju’syum, salah seorang dari
Quraisy, juga ingin memperoleh hadiah seratus ekor unta. Tetapi ia ingin
memperoleh hadiah seorang diri saja. Ia mengelabui orang-orang dengan
mengatakan bahwa itu bukan Muhammad saw.
Tetapi setelah itu ia segera pulang ke rumahnya. Dipacunya kudanya ke arah yang
disebutkan tadi seorang diri.
Demikian bersemangatnya Suraqa mengejar
Nabi Muhammad saw hingga kudanya dua
kali tersungkur ketika hendak mencapai Nabi saw.
Tetapi melihat bahwa ia sudah hampir mendekati kedua orang itu, ia tetap memacu
kudanya karena rasanya Muhammad saw sudah
di tangan. Akan tetapi kuda itu tersungkur sekali lagi dengan keras sekali,
sehingga penunggangnya terpelanting dari punggung binatang itu dan jatuh
terhuyung-huyung dengan senjatanya. Suraqa merasa itu suatu alamat buruk jika
ia bersikeras mengejar sasarannya itu. Sampai di situ ia berhenti dan hanya
memanggil-manggil:
“Saya Suraqa bin Ju’syum! Tunggulah, saya mau bicara. Saya tidak akan melakukan sesuatu yang akan merugikan tuan-tuan.” Setelah kedua orang itu berhenti melihat kepadanya, dimintanya kepada Muhammad saw supaya menulis sepucuk surat kepadanya sebagai bukti bagi kedua belah pihak. Dengan permintaan Nabi saw, Abu Bakr ra lalu menulis surat itu di atas tulang atau tembikar yang lalu dilemparkannya kepada Suraqa. Setelah diambilnya oleh Suraqa surat itu ia kembali pulang. Sekarang bila ada orang mau mengejar Nabi saw, maka dikaburkan olehnya, sesudah tadinya ia sendiri yang mengejarnya.
Kisah Perjalan Hijrah Selanjutnya
Selama tujuh hari terus-menerus Rasulullah
saw dan sahabat berjalan, mengaso di
bawah panas membara musim kemarau dan berjalan lagi sepanjang malam mengarungi
lautan padang pasir dengan perasaan kuatir. Hanya karena adanya iman kepada Allah
swt membuat hati dan perasaan mereka
terasa lebih aman. Ketika sudah memasuki daerah kabilah Banu Sahm dan datang
pula Buraida kepala kabilah itu menyambut mereka, barulah perasaan kuatir dalam
hatinya mulai hilang. Jarak mereka dengan Madinah kini sudah dekat.
Masyarakat Madinah
Tersebarnya Islam di Madinah dan
keberanian kaum Muslimin di kota itu sebelum hijrah Nabi saw ke tempat tersebut sama sekali di luar dugaan kaum Muslimin Makkah.
Beberapa pemuda Muslimin bahkan berani mempermainkan berhala-berhala kaum
musyrik di sana. Seseorang yang bernama ‘Amr bin’l-Jamuh mempunyai sebuah
patung berhala terbuat dari kayu yang
dinamainya Manat, diletakkan di daerah lingkungannya seperti biasa dilakukan
oleh kaum bangsawan. ‘Amr ini adalah seorang pemimpin Banu Salima dan dari
kalangan bangsawan mereka pula. Sesudah pemuda-pemuda golongannya itu masuk
Islam malam-malam mereka mendatangi berhala itu lalu di bawanya dan
ditangkupkan kepalanya ke dalam sebuah lubang yang oleh penduduk Madinah biasa
dipakai tempat buang air.
Bila pagi-pagi berhala itu tidak ada
‘Amr mencarinya sampai diketemukan lagi, kemudian dicucinya dan dibersihkan
lalu diletakkannya kembali di tempat semula, sambil ia menuduh-nuduh dan
mengancam. Tetapi pemuda-pemuda itu mengulangi lagi perbuatannya mempermainkan
Manat patung kepunyaan ‘Amr itu, dan dia pun setiap hari mencuci dan
membersihkannya. Setelah ia merasa kesal karenanya, diambilnya pedangnya dan
digantungkannya pada berhala itu seraya ia berkata: “Kalau kau memang berguna,
bertahanlah, dan ini pedang bersama kau.” Tetapi keesokan harinya ia sudah
kehilangan lagi, dan baru diketemukannya kembali dalam sebuah sumur tercampur
dengan bangkai anjing. Pedangnya sudah tak ada lagi.
Sesudah kemudian ia diajak bicara oleh beberapa orang pemuka-pemuka masyarakatnya dan sesudah melihat dengan mata kepala sendiri betapa sesatnya hidup dalam syirik dan paganisma itu, yang hakekatnya akan mencampakkan jiwa manusia ke dalam jurang yang tak patut lagi bagi seorang manusia, ia pun masuk Islam.
Mesjid Quba'
Ketika Rasulullah saw dan sahabat sampai di Quba’ yang berjarak 3 km dari Yatsrib
(Madinah), mereka tinggal empat hari ia di sana dan membangun mesjid Quba’. Di
tempat ini Ali bin Abi-Talib ra
menyusul, setelah mengembalikan barang-barang amanah yang dititipkan kepada Rasulullah
saw kepada pemilik-pemiliknya di Makkah.
Ali ra menempuh perjalanannya ke
Madinah dengan berjalan kaki. Malam hari ia berjalan, siangnya bersembunyi.
Perjuangan yang sangat meletihkan itu ditanggungnya selama dua minggu penuh,
yaitu untuk menyusul saudara-saudaranya seagama. [Bersambung]□
Bersambung ke: Dampak HijrahRasul saw dan Pengikutnya 2