Pendahuluan [1]
B
|
agi yang mengikuti isu pemikiran Islam, sudah
bukan rahasia bahwa diskursus pemikiran Islam semakin ramai dengan adanya
kajian-kajian yang dilakukan orang Barat terhadap keislaman. Inilah yang
dinamakan orientalisme. Kajian orientalisme ini biasanya menawarkan “metode
baru” dalam studi Islam yang dianggap “membongkar kekakuan” dalam tradisi
intelektual Islam dari masa lampau. Dikembangkanlah kajian Islam dengan wawasan
pluralisme agama versi John Hick/W.C. Smith, penggunaan hermeneutika sebagai
tafsir Al-Qur’an, serta “inovasi-inovasi” lainnya.
Beragam “inovasi” tersebut diimpor dari Barat ke
Indonesia lewat orang-orang yang biasa disebut “cendekiawan Muslim” yang
rata-rata lulusan Universitas di Amerika, Kanada, dsb. “Cendekiawan Muslim”
tersebut kemudian menyebarkan idenya lewat berbagai sarana seperti koran,
televisi, jurnal ilmiah, dan berbagai sarana lainnya. Namun demikian, tidak
banyak yang sadar tentang bahaya pemikiran impor tersebut. Kita terlanjur silau
dan bersikap tidak kritis terhadap segala sesuatu yang baru dan berasal dari
Barat (everything new and everything
western).
Lewat bukunya, Dr. Syamsuddin Arif menghimpun
artikel-artikel yang sudah ditulisnya di berbagai kesempatan untuk
memperlihatkan kita serba-serbi diskursus pemikiran Islam yang ada dari dulu
hingga sekarang. Penulisnya yang merupakan alumni S3 ISTAC Malaysia sekaligus
Johann Wolfgang Goethe Universitat Frankfurt Jerman membuat buku ini semakin
istimewa, karena menawarkan cara pandang yang kritis terhadap Barat meskipun
pernah berkuliah di sana.
Kumpulan artikel pada buku ini terdiri dari
empat bagian. Pada bagian pertama, pembaca akan disuguhi dengan serba-serbi
orientalis beserta kajiannya terhadap keislaman baik dari segi motivasi,
metodologi, publikasi, hingga ke miskonsepsi yang ditawarkan dari kesimpulan
para orientalis tersebut.
Pada bagian kedua, tantangan ideologi global
seperti sekularisme, liberalisme, pluralisme agama, dan feminisme serta
tanggapan Islam terhadap isu tersebut disuguhkan. Dua bagian ini membuat
pembaca seakan melakukan safari pemikiran Islam sekaligus Barat dalam waktu
yang singkat.
Setelah melakukan pemanasan berupa safari
pemikiran pada bagian pertama dan kedua, barulah pada bagian ketiga dan keempat
pembaca disuguhkan artikel yang lebih bersifat akademis. Pada bagian tiga,
pembaca akan diajak mengikuti wacana-wacana mutakhir pemikiran Islam seperti
hermeneutika dan misinterpretasi ayat-ayat yang diklaim sebagai dasar
pluralisme agama dalam Islam.
Pembaca akan melihat kritik-kritik yang lebih
mendasar terkait isu-isu keislaman mutakhir. Barulah, bagian terakhir artikel
ini membahas beberapa contoh khazanah intelektual Islam seperti pemikiran Ibn
Arabi dan Ibn Sina, gerakan sufisme, sains di dunia Islam, dan sebagainya.
Terakhir, pada bagian penutup disajikan wawancara dengan beliau mengenai studi
Islam di Barat.
Ulasan
dan Kritik [2]
P
|
enulis buku Orientalis & Diabolisme
Pemikiran ini mengkritik para orientalis yang ‘senang’ mempertanyakan
otentisitas Al-Qur’an. Penulis misalnya menyatakan, “Orientalis, semacam
Jeffery, Wansbrough, bertolak dari asumsi yang keliru, menganggap al-Qur’an
sebagai ‘dokumen tertulis’ atau teks, bukan sebagai ‘hafalan yang dibaca’ atau
recitatio.
Dengan asumsi yang keliru ini (yakni,
memperlakukan Al-Qur’an sebagai karya tulis; taking “The Qur’an as Text”)
mereka lantas mau menerapkan metode-metode filologi yang lazim digunakan dalam
penelitian Bible, seperti historical criticism, source criticism, form
criticism, dan textual criticism.
Akibatnya, mereka menganggap Al-Qur’an
sebagai karya sejarah (historical product), sekedar rekaman situasi dan
refleksi budaya Arab abad ke-7 dan 8 Masehi.” Sebelumnya beliau menjelaskan
bahwa Al-Qur’an pada dasarnya bukanlah ‘tulisan’ (rasm atau writing) tetapi
merupakan ‘bacaan’ (qira’ah atau recitation) dalam arti ucapan dan
sebutan. Proses pewahyuan Al-Qur’an maupun cara penyampaian, pengajaran dan
periwayatannya dilakukan melalui lisan dan hafalan, bukan tulisan. Sejak zaman
dahulu, yang dimaksud dengan ‘membaca’ Al-Qur’an adalah ‘membaca dari ingatan’
(qara’a ‘an zhahri qalbin atau to recite from memory). Tulisan hanya
merupakan penunjang.
Buku Orientalis & Diabolisme
Pemikiran ini menyajikan pembahasan yang sistematis. Pertama diuraikan gambaran
umum tentang bagaimana posisi orientalis terhadap kajian keislaman, mencakup
Al-Quran, hadits Nabi saw, teologi
Islam, serta sufisme.
Pembahasan berikutnya mencakup
tantangan ideologi global, khususnya Indonesia, seperti liberalisme, pluralisme
agama, sekuralisme, feminisme dan isu gender, legitimasi fatwa MUI, rasisme,
dan tirani di balik seni. Wacana keislaman mutakhir juga dijelaskan secara
gamblang di bab selanjutnya, menjelaskan "senjata" kaum orientalis
dalam menghancurkan Islam dan pada bab terakhir, penulis meluruskan statement
negatif tentang sebagian ulama seperti Ibnu Arabi dan Ibnu Sina, juga
memberikan amunisi bagi pembaca untuk mempertahankan kesehatan logika.
Dengan penguasaannya terhadap berbagai
bahasa seperti Arab, Inggris, Greek, Latin, Jerman, Prancis, Hebrew dan Syriac
serta pengalaman studi Ph.D. ke-2 beliau di Orientalisches Seminar, Johann
Wolfgang Goethe Universitat Frankfurt, Jerman, maka keilmiahan dan obyektifitas
buku ini tak perlu diragukan lagi.
“Suatu karya yang tidak dapat lahir kecuali dari seseorang yang memiliki framework yang jelas. Pendekatannya mengesankan seperti anti-Barat dan antikemapanan, padahal ini adalah upaya riil untuk berubah dan mengubah diri dari kondisi yang selama ini terhegemoni oleh framework dan worldview orientalis dan Barat.” □ AFM
Sumber Penulisan:
[1] https://jurisarrozy.wordpress.com/category/budaya-membaca/
[2]http://hanyamenjualbuku.blogspot.com/2015/04/orientalisme-diabolisme-pemikiran.html□□