Wednesday, January 24, 2018

Sistim Pemilihan Umum





Dari akun Saafroedin Bahar January 22, 2018 menuliskan, bahwa:

Secara pribadi saya merasa bahwa akar sistemik dari gonjang ganjing politik di Indonesia ini ada dua:

1) Sistem pemilu proporsional, yang menyatukan seluruh suara ke tingkat nasional;

2) Sistem manajemen kepartaian yang bersifat oligarkik, sangat bergantung kepada putusan seorang ketua umum. Bagaimana cara jalan keluarnya?

Menurut pendapat saya (sebaiknya):

1) Ubah sistem pemilu proporsional menjadi sistem pemilu distrik, seperti disarankan oleh Seminar TNI-AD tahun 1966;

2) Jadikan desa - yang jumlahnya 80.000 - sebagai daerah pemilihan alamiah;

3) Pemilihan Kepala Daerah dan Pemilihan Presiden dilakukan oleh DPRD/DPR/MPR secara bertingkat. Rasanya sistem alternatif yang sederhana ini akan meniadakan seluruh kelemahan sistem politik yang ada sekarang.


D
Demikianlah beliau mengaharapkan pemilu menjadi adil dan terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Kemudian calon pemimpin berkualitas benar-benar tersaring dengan baik karena politik oligarkik dan juga politik uang (money politic) yang kenyataannya seperti itu. Bukan mana pemimpin yang mumpuni yang terpilih, tapi pemimpin yang tidak mumpuni lolos dan menang karena “money politic” ini, itulah kenyataan warga Indonesia akar rumput yang mayoritas yang masih miskin ini berpemilu.

Beliau sebagai pengamat politik - memberikan saran yang terbaik, untuk itu mengangkat tulisan yang sederhana ini sehubungan dari mengatasi kemungkinan terjadinya “Sengketa Pemilu” sebagaimana terjadi dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (9 Juli 2014) antara Prabowo dan Jokowi. Dan dengan ini pula mencegah adanya sistem manajemen kepartaian yang bersifat oligarkik yang sangat bergantung kepada putusan seorang ketua umum. Kejadian ini telah beliau sampai melalui Republika 4 tahun yang lalu. □ AFM


LAMPIRAN BERITA:

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik UGM, Brigjen TNI (Purn). Saafroedin Bahar, menyatakan Indonesia sebaiknya mengubah sistem Pemilu dari suara terbanyak ke distrik.

"Dengan sistem distrik, tidak akan ada permasalahan Daftar Pemilih Tetap (DPT) dalam sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di MK," tutur Saafroedin pada Rabu (20/8) siang.

Saafroedin menyatakan hal ini saat menjadi narasumber dalam acara "Dialog Kenegaraan: Menanti Putusan MK (Sengketa Pemilu 9 Juli 2014)" di Gedung DPD RI, Jakarta.

Menurut Saafroeddin, sebaiknya sistem Pilpres mendatang menjadikan desa sebagai daerah pemilihan (dapil).

Pasalnya, menurut undang-undang, Desa mempunyai hak asal usul yang bersifat asli. Jika ini dapat dilakukan, maka akan ada 50 s/d 70 ribu dapil di seluruh Indonesia.

Sistem distrik ini, paparnya, bukan sekedar meniru sistem distrik di AS. Pasalnya, para pendiri negara tampak memiliki gagasan ke sistem distrik.

Artinya, pilpres dilaksanakan secara tidak langsung melalui perwakilan rakyat di MPR. Saat itu bernama Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Seperti di Amerika Serikat (AS), tutur Saafroedin, PPKI saat itu berfungsi seperti "electoral college" di AS.

Mantan Komisioner Komnas HAM itu pun yakin indonesia akan lebih tenang dengan menggunakan sistem distrik daripada sistem suara terbanyak seperti sekarang.

Dalam sistem distrik, berlaku prinsip "the winner takes all", jadi tinggal menghitung capres mana yang perolehan suara distriknya paling besar.

"Hal ini juga lebih sesuai dengan struktur sosial-budaya masyarakat Indonesia. Saya sedih melihat perdebatam di sosial media akibat Pilpres dengan sistem suara terbanyak ini," papar Saafroedin.

Jika dibiarkan, perdebatan media sosial itu dapat saja memecah-belah bangsa Indonesia. "Kita semua prihatin dengan kondisi ini. Mungkin kedua calon tenang saja, tapi pendukungnya yang bergelora," jelas Saafroedin.


BIOGRAFI SAAFROEDIN BAHAR:

Brigjen TNI (Purn) Dr. Saafroedin Bahar, lahir di Padangpanjang, Sumatera Barat, 10 Agustus 1937 adalah seorang intelektual TNI. Ia dikenal sebagai ilmuwan sosial dan politik, pengajar, budayawan dan politisi.

Saafroedin pernah mengemban tugas sebagai Staf Ahli Menteri Sekretaris Negara Bidang Politik, Anggota Fraksi ABRI di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR RI), dan Asisten Menteri Sekretaris Negara Bidang Persatuan dan Kesatuan Bangsa.

Saafroedin Bahar juga pernah beraktivitas sebagai Komisioner Komhas HAM Bidang Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat, serta menjadi Dosen Program Pascasarjana Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. □□


Baca juga –klik---> Demokrasi Jalan Korupsi

Sumber:

http://www.republika.co.id/berita/pemilu/berita-pemilu/14/08/20/nalsfp-pengamat-ubah-sistem-pilpres-dari-suara-terbanyak-ke-distrik
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.Berita&id=10046#.WmkJLzRG2Uk
https://id.wikipedia.org/wiki/Saafroedin_Bahar□□□