Kata Pengantar
Judul Buku: Kecil itu Indah
Penulis: E. F. Schumacher, 1973.
Penerbit: LP3ES
Tebal: 301 halaman
Penulisan risensi buku “Small is Beautiful”
(Kecil itu Indah) muncul dan termotivasi dari jalannya pembahasan Bedah Buku
“From Global to Local” yang syarat materialis, ekonomi kapitalisme, membangun
dan mempertahankan power (kekuatan) ekonomi pemodal yang seolah Sumber Daya
Manusia baik dari tenaga kerja bawah (buruh), menengah (menejerial) dan atas
(tenaga akhli) tidak berguna lagi karena diganti oleh robot dan 3D manufacturing dari “mass production”.
Lantas apa nilainya manusia sekarang
ditinjau dari segi lapangan pekerjaan yang mereka butuhkan yang dengan itu
mereka bisa hidup. Kebutuhan manusia hanya melulu materi, dimana lagi tempatnya
kebutuhan spiritual yang juga manusia butuhkan – manusia juga sebagai makhluk
ruhaniyyah. Jasad dari tanah kembali
ketanah dan ruh dari (diciptakan) oleh Divine
(Ilahi, Yang Maha Kuasa) kembali ke Divine
untuk mempertanggung jawabkan segala perbuatan dan keyakinannya.
Untuk itu mari kita ikuti risensi buku yang bertema “Kecil itu Indah” karya E. F. Schumacher. □ AFM
Pendahuluan
S
|
Siapa Dia? E (Ernst)
F (Friedrich) "Fritz" Schumacher.
Lahir di Bonn, Jerman, 19 Agustus 1911 – Meninggal
di Switzerland, 4 September 1977.
Pendidikan: University of Oxford adalah seorang ahli
statistik dan ekonom Jerman yang paling dikenal karena proposalnya untuk
teknologi berskala manusia, desentralisasi dan teknologi yang tepat guna. Beliau
menjabat sebagai Penasihat Ekonomi Kepala Dewan Batubara Nasional Inggris
selama dua dekade, dan mendirikan Kelompok Pengembangan Teknologi Menengah pada
tahun 1966.
Pada tahun 1995, buku
1973-nya Small Is Beautiful: Studi
Ekonomi Seolah-olah Orang Dipetakan diberi peringkat oleh The Times Literary Supplement sebagai salah satu dari 100 buku
paling berpengaruh yang diterbitkan sejak atau setelah Perang Dunia II. Pada tahun 1977 ia menerbitkan A Guide for the Perplexed –
Sebuah Panduan bagi Yang Galau, sebagai kritik
terhadap scientisme materialistis dan
sebagai eksplorasi atas sifat
dan pengorganisasian dari sistim pengetahuan.
Ayah Schumacher adalah seorang profesor ekonomi politik.
Schumacher muda belajar di Bonn dan Berlin, kemudian dari tahun 1930 di Inggris
sebagai Rhodes Scholar di New
College, Oxford, dan kemudian di Columbia University, New York City. Mendapatkan diploma di bidang ekonomi. Dia kemudian
bekerja di bidang bisnis, bertani dan jurnalisme.
Pembahasan
Ideologi suatu bangsa turut serta mempengaruhi
sistem ekonomi yang akan berlaku dalam wilayah kedaulatan. Begitu pula dengan
Indonesia, yang saat ini menyatakan diri menganut sistem ekonomi pancasila.
Terlepas dari filosofi yang terkandung didalamnya, suatu hal pasti bahwa setiap
sistem ekonomi bertujuan untuk memberi kesejahteraan.
Indonesia dalam kategori negara berkembang, telah menghadapi berbagai
pilihan-pilihan untuk menentukan pembangunan infrastruktur yang tentunya merata
serta pengembangan teknologi tepat guna. Sejak era Soeharto dengan Program
Repelita hingga Pemerintahan era Reformasi, berbagai proyek telah digelintirkan
untuk percepatan pembangunan demi tatanan ekonomi yang lebih baik.
Dewasa ini disiplin ekonomi mengalami perkembangan. Ekonomi tadinya
berupa filsafat pemikiran menjadi sebuah cabang keilmuan yang bersifat semi
sains. Ilmu ekonomi telah sangat diperlukan dalam suatu negara yang
berorientasi industri. Salah satu bentuk penerapannya adalah Pendapatan
Nasional Bruto yang menggambarkan tingkat pertumbuhan dan hubungannya dengan
tingkat keberhasilan pemerintah, inflasi dan tingkat pengangguran digambarkan
secara kuantitatif.
Pada tahun 1973, buku berjudul ‘Small is Beautiful’ sebuah
gagasan tentang Ilmu Ekonomi Yang Mementingkan Rakyat Kecil dikeluarkan oleh
ekonom E. F. Schumacher. Buku ini memuat begitu banyak kontra dengan sistem
ekonomi yang dipopulerkan oleh Adam Smith beserta tokoh turunannya - John M.
Keynes.
Buku ‘Kecil Itu Indah’ berisi 4 bab pemikiran Schumacher. Secara garis
besar Schumacher membahas tentang kearifan yang hilang akibat penerapan sistem
ekonomi kapitalis; Eksplorasi sumber daya alam berlebihan akibat mengutamakan
perkembangan teknologi secara cepat; Sistem pendidikan yang tak bersinggungan
lagi dengan unsur metafisika. Manusia, alam dan teknologi adalah tiga unsur
dalam dinamika berfikirnya dituangkan dalam buku ini. Beliau memandang adanya
kekeliruan-kekeliruan yang kenyataannya telah berlangsung hingga beberapa
generasi.
Pada awal ulasan buku ini, mengutip
sepatah kata Schumacher dalam buku ‘Kecil Itu Indah’:
“Barangkali
sia-sia mencari bukti sejarah bahwa si kaya selalu bersifat lebih damai
daripada si melarat, tetapi dapat pula dikemukakan bahwa si kaya selalu merasa
terancam oleh si miskin, bahwa keagresifan mereka berasal dari rasa takut.”
Schumacher tidaklah sedang melontarkan kalimat sentimen kepada si kaya,
inilah gambaran produk-produk pemikiran kapitalis dalam Dunia Modern, dimana
antara modal dan produktivitas terselip ‘kerakusan’ - sifat tidak puas dan
ingin menguasai lebih dan lebih lagi dalam diri pribadi masing-masing.
Schumacher memaparkan tulisan dengan gaya argumentative. Dia membeberkan
fakta-fakta bahwa eksplorasi berlebihan terhadap sumber daya alam terbatas, seperti
bahan bakar fosil oleh pelaku industri telah membawa masalah besar bagi
masyarakat dan lingkungan hidup. Jumlah bahan bakar fosil bumi yang semakin
sedikit membuat suatu negara ingin mencari (baca: menguasai) sumber daya di
belahan dunia lain, tentu saja berpeluang menciptakan masalah hubungan antara
dua negara atau lebih.
Schumacher membantah keyakinan para ahli ekonomi yang menyatakan bahwa
‘masalah produksi’ telah terpecahkan. Paradigma tersebut mengakibatkan
meningkatnya konsumsi tanpa memperhatikan sumber daya yang ada. Keyakinan itu
ada karena kita belum dapat membedakan modal dan pendapatan. Sumber daya alam
jika dijadikan ‘pendapatan’, tentu saja ini membuat manusia seenaknya
mengeksplorasi Sumber Daya Alam terbatas untuk dijadikan alat produksi.
Andaikata sumber daya dianggap sebagai ‘modal’, maka akan timbul sikap hemat
dan lebih hati-hati menggunakannya.
Kekeliruan akan terlihat jika kita sadari bahwa kita sedang
berhadapan dengan modal, bukan dengan pendapatan, bahwa bahan bakar fosil
misalnya tidak dibuat oleh manusia, dan tidak bisa dipulihkan kembali. Walaupun
muncul penelitian tentang energi alternative yang dikembangkan oleh beberapa
ahli, seperti tenaga nuklir,namun hal ini justru menimbulkan masalah baru. Tenaga
nuklir masih beresiko tinggi dibanding manfaat yang dapat diberikan.
Hingga pada keyakinan modern tentang apa itu ‘perdamaian dan kelestarian’
masih saja keliru. Sulit menaruh keyakinan kepada generasi sekarang untuk
memahami dengan normatif tentang dua hal tersebut. Keyakinan modern umumnya
berpendapat bahwa perdamaian adalah kemakmuran yang merata di seluruh dunia.
Namun kenyataannya kemakmuran itu hanya dapat dicapai dengan dasar filsafat
materialistik. Seperti pendapat Keynes:
“Bahwa
yang baik itu buruk dan yang buruk itu baik - karena yang buruk berguna dan
yang baik tidak berguna. Sikap serakah, riba dan sikap hati-hati masih harus
tetap menjadi dewa-dewa kita untuk jangka waktu yang cukup lama”.
Hal ini telah jelas mengesampingkan
etika. Apakah dikatakan perdamaian dan kelestarian itu benar-tanpa etika?
Schumacher menilai perdamaian itu tidak dapat didirikan di atas landasan
kemakmuran merata. Kemakmuran seperti itu hanya bisa dicapai dengan memupuk
nafsu-nafsu serakah dan iri hati. Kemakmuran suatu bangsa tidak serta merta
dilihat dari angka Produk Nasional Kotor yang menutupinya. Ada hal buruk
terjadi pada sekolompok masyarakat kecil umumnya tidak dapat dipaparkan oleh
angka-angka tersebut. Buruknya pemikiran ekonomi Keynes dapat merusak tatanan
hidup baik dari segi material dan non material.
Menurut Schumacher harus ada perubahan arah bagi ilmu dan teknologi
dengan memasukkan kearifan ke dalam strukturnya. Perdamaian dan Kelestarian itu
ada karena kita kembali pada kearifan. Kearifan memungkinkan kita melihat
betapa meruginya manusia yang mementingkan tujuan material tanpa memerhatikan
tujuan spiritual. Sebagai contoh kehidupan ekonomi yang baik yang disebutnya ‘ilmu ekonomi Buddha’ yang menjunjung tujuan
spiritual – ketika itu ia menjadi penasehat ekonomi di Burma yang mayoritas
penduduknya beragama Budddha, hidup selaras dengan alam, kesederhanaan tanpa
kekerasan dalam setiap keputusan-keputusan dan tindakan ekonomi.
Apa faktor yang melatari manusia hingga sejauh ini mengabaikan - baik
disadari atau pun tidak disadari- kelestarian lingkungan? Menurut Schumacher
ini ada dalam sistem pendidikan. Sistem pendidikan saat ini (era tahun 1970-an)
mengabaikan kesadaran metafisik. Ilmu sains dan humanistic diajarkan tanpa
memahami landas pikirannya, tanpa mengetahui arti dan kedudukan ilmu tersebut
dalam alam pikiran manusia. ilmu dan teknis menghasilkan know-how (keterampilan)
tetapi ini tidak berarti jika tanpa penyebaran nilai-nilai dalam
pendidikan. Begitu pula dengan perkembangan ilmu ekonomi yang diajarkan tanpa
pemahaman mengenai pandangan perihal sifat manusia. Hal ini yang menyebabkan
timbulnya kerakusan dan sifat merusak alam demi memenuhi hasrat konsumsi.
Selanjutnya schumacher memberi gagasan berupa solusi bahwa masalah
sosial dan ekonomi menghendaki pengembangan teknologi madya. Teknologi madya
adalah teknologi menengah bersifat sederhana dan ramah lingkungan yang
mampu dijalankan oleh kaum miskin. Selain itu, Desa-desa juga diberikan bantuan
baik secara kualitatif dan kuantitatif.
Di akhir buku Schumacher menuliskan bahwa hanya dengan landasan jenis
kebijaksanaan yang berjiwa besar kita dapat mencapai justicia (keadilan)
, fortitudo (ketabahan hati) dan temperatia, yang berarti
mengetahui bahwa orang harus berhenti mengejar kepentingan pribadi (egosentris)
jika sudah cukup. Keadilan berkaitan dengan kebenaran, ketabahan hati dengan
kebaikan. Untuk melaksanakan hal itu kita tidak dapat mencari bimbingan dari
ilmu dan teknologi, namun masih dapat ditemukan dalam ajaran-ajaran arif
tradisional umat manusia.
Sebagai suatu apresiasi penulis, buku ‘Small is Beautiful’ dalam terjemahan Indonesia ‘Kecil itu Indah’
karya E. F. Schumacher ini mengajak pembaca untuk merefleksi kembali hasil
pemikiran-pemikiran sistem ekonomi kapitalis. Sangat sulit memang memasukkan
nilai-nilai spiritual dalam lingkup ilmu ekonomi yang cenderung melihat
variabel-variabel kuantitatif. Namun, kita tentu tidak melupakan ajaran-ajaran Islam
- saat ini berkembang khazanah ilmunya di bidang ekonomi - menjadi pedoman hidup
kita. Allah SWT telah mencukupkan dan menyediakan sumber daya untuk dikelola
manusia. Tetapi satu hal, kita diperintahkan sebagai khalifah di muka bumi, untuk
berbuat kebajikan terhadap sesama ciptaan, bukanlah untuk berbuat kerusakan.
Penutup
Tadinya - sebagai
seorang pemuda, Schumacher adalah seorang yang berdedikasi kepada
atheis. Namun karena penolakannya terhadap cara berfikir atau paham dari modernitas materialis, kapitalis, dan agnostik, akhirnya tertarik dan tumbuh menjadi percaya dengan (ajaran) agama yang baik bagi manusia.
Setelah Perang Dunia II, E. F. Schumacher bekerja sebagai
penasehat ekonomi Komisi Kontrol Inggris yang bertugas membangun kembali
ekonomi Jerman. Dari tahun 1950 sampai 1970 ia menjadi Penasehat Ekonomi Kepala
Badan Batubara Inggris, salah satu organisasi terbesar di dunia, dengan 800.000
karyawan. Perencanaan berpandangan jauh Schumacher (dia memperkirakan kenaikan
OPEC dan masalah tenaga nuklir) membantu Inggris dalam pemulihan ekonominya.
Pada tahun 1955, Schumacher pergi ke Burma sebagai
konsultan ekonomi. Sementara di sana, dia mengembangkan prinsip-prinsip apa
yang dia sebut "ekonomi Buddhis", berdasarkan keyakinan bahwa
pekerjaan yang baik sangat penting untuk pengembangan manusia yang tepat dan
bahwa "produksi dari sumber lokal untuk kebutuhan lokal adalah cara paling
ekonomis dalam kehidupan ekonomi." Schumacher juga memperoleh wawasan yang
membuatnya menjadi pelopor dari apa yang sekarang disebut "teknologi tepat
guna": teknologi bumi dan user-friendly
sesuai dengan skala kehidupan masyarakat.
E. F. Schumacher kemudian menjadi penulis utama - bersama
Leopold Kohr, John Papworth, Danilo Dolci, Paul Goodman, John Seymour, dan
Satish Kumar dalam Jurnal Kebangkitan Inggris. Buku terlarisnya Small Is Beautiful: Economics
As If People Mattered – Kecil itu Indah: (Pemecahan) Ekonomi menjadi berarti jika manusia dihadapi dalam
suatu masalah (1973, diterbitkan oleh
Hartley & Marks pada tahun 1999) telah mempengaruhi banyak pembaca untuk
memeriksa kembali pilihan masyarakat dan pribadi mengenai tuntutan
terus-menerus akan kehidupan modern. Dua buku lainnya adalah Good Work dan A
Guide for the Bingley.
Dari buku E. F.
Schumacher Small is Beautiful World
Wisdom telah memasukkan "Epilog" dalam koleksinya
dalam Science and the Myth of Progress – Sains
dan Mitos Kemajuan.
Akhir kata, kesederhanaan dan kearifan memang haruslah ada dalam setiap
cara berfikir manusia dalam memenuhi hasrat pribadinya. Meskipun hanya
perkembangan-perkembangan kecil yang kita lakukan, jauh lebih damai dan
menenangkan jika kita merasakan ketentraman bersama - “Small is Beautiful”. □ AFM
Sumber:
Wikipedia
bantaitugas.wordpress.com
Dan sumber-sumber lainnya□□